MAKALAH PENYAKIT PENYEBAB INFERTILITAS
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Infertilitas merupakan suatu permasalahan yang cukup lama dalam dunia
kedokteran.Namun sampai saat ini ilmu kedokteran baru berhasil menolong ± 50%
pasangan infertililitas untuk memperoleh anak. Di masyarakat kadang infertilitas
di salah artikan sebagai ketidakmampuan mutlak untuk memiliki anak atau
”kemandulan” pada kenyataannya dibidang reproduksi, infertilitas diartikan
sebagai kekurangmampuan pasangan untuk menghasilkan keturunan, jadi bukanlah
ketidakmampuan mutlak untuk memiliki keturunan.
Menurut catatan WHO, diketahui penyebab infertilitas pada perempuan di
antaranya, adalah: faktor Tuba fallopii (saluran telur) 36%, gangguan ovulasi
33%, endometriosis 30%, dan hal lain yang tidak diketahui sekitar 26%.Hal ini berarti
sebagian besar masalah infertilitas pada perempuan disebabkan oleh gangguan
pada organ reproduksi atau karena gangguan proses ovulasi.
Infertilitas masih menjadi masalah sebagian pasangan suami istri, hal ini
dikarenakan kemungkinan untuk mendapatkan seorang anak masih kecil. Di
Indonesia masih langka sekali dokter yang berminat dalam ilmu infertilitas.
Faktor kurangnya pengetahuan tentang kesuburan dan infertil juga menjadi faktor
penyebab masih tingginya angka infertilitas. Selain itu, faktor-faktor seperti
kesehatan lingkungan, gizi, dan status ekonomi juga menjadi faktor yang
mempengaruhi.
STDS merupakan salah satu penyakit menular yang bisa menulari
banyak orang. Disebabkan oleh bakteri, parasite, virus, jamur dan lainnya
dengan perantara seks bebas. Tidak hanya manusia, penyakit ini juga bisa
menyebar ke hewan. Karena itu lah, sangat penting untuk Anda untuk mengetahui
pengertian STDS, prilaku, dan gejala apa saja yang di akibatkan oleh STDS ini.
Sexually Transmitted Diseases (STDS) adalah infeksi yang menular
seksual yang di akibatkan oleh bakteri, virus atau jamur yang menular melalui
seks. Penyakit ini telah ada berates-ratus tahun lalu. Hidup tidak sehat juga
di ketahui menjadi penyebab STDS. Tidak hanya itu, STDS juga bisa disebabkan
karena PMS, penyakit menular seksual.
Penyakit
ini bisa terjadi karena hubungan seksual dimana satu orang yang memiliki
penyakit akan menularkan penyakitnya melalui hubungan seksual. Penyakit ini
sering juga di sebut sebagai Veneral Disease atau lebih dikenal sebagai PMS
(Penyakit Menular Seksual).
B.
RUMUSAN MASALAH
1. Apa itu
infertilitas dan faktor apa saja yang mempengaruhi terjadinya infertilitas?
2. Penyakit apa
saja yang menyebabkan terjadinya infertilitas?
3. Pengobatan
apa yang dapat menyembuhkan infertilitas?
4. Apa yang dimaksud
dengan Seksually Transmitted Diseases (STDS) ?
5. Apa saja perilaku yang
terkait dengan Seksually Transmitted Diseases (STDS)?
6. Bagaimana
gejala Seksually Transmitted Diseases (STDS) ?
7. Bagaimana cara
pencegahan Seksually Transmitted Diseases (STDS)?
C.
TUJUAN
1.
Menambah wawasan dan pengetahuan mengenai
infertilitas.
2.
Mengetahui penyebab dan penanggulangan infertilitas.
3.
Mengetahui penyakit yang dapat menyebabkan
infertilitas.
4.
Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan Seksually
Transmitted Diseases (STDS).
5.
Untuk mengetahui apa saja perilaku yang terkait
dengan Seksually Transmitted Diseases (STDS).
6.
Untuk mengetahui bagaimana gejala Seksually Transmitted
Diseases (STDS).
7.
Untuk mengetahui bagaimanacara pencegahan Seksually
Transmitted Diseases (STDS).
BAB II
PEMBAHASAN
A.
INFERTILITAS
Infertilitas atau ketidaksuburan
adalah suatu kondisi di mana pasangan suami istri belum mampu memiliki anak
walaupun telah melakukan hubungan seksual sebanyak 2-3 kali seminggu dalam
kurun waktu 1 tahun dengan tanpa menggunakanalat kontrasepsi
dalam bentuk apapun.Secara
medis infertilitas di bagi atas 2 yaitu :
1. Infertilitas
primer berarti pasangan suami istri belum mampu dan belum pernah memiliki anak
setelah 1 tahun berhubungan seksual sebanyak 2-3 kali per minggu tanpa
menggunakan alat kontrasepsi dalam bentuk apapun.
2. Infertilitas
sekunder berarti pasangan suami istri telah atau pernah memiliki anak
sebelumnya, tetapi saat ini belum mampu memiliki anak lagi setelah 1 tahun
berhubungan seksual sebanyak 2-3 kali per minggu tanpa menggunakan alat
kontrasepsi dalamn bentuk apapun.
Sebanyak 60%-70% pasangan yang telah menikah akan memiliki anak pada tahun
pertama pernikahan mereka. Sebanyak 20% akan memiliki anak pada tahun ke-2 dari
usia pernikahan. Sebanyak 10-20% sisanya akan memiliki anak pada tahun ke-3
atau lebih atau tidak akan pernah memiliki anak (Djuwantono,2008).
Walaupun pasangan suami-istri dianggap infertile, bukan tidak mungkin
kondisi infertile sesungguhnya hanya dialami oleh sang suami atau sang istri.
Hal tersebut dapat dipahami karena proses pembuahan yang berujung pada
kehamilan dan lahirnya seorang manusia baru merupakan kerjasama antara suami
dan istri. Kerjasama tersebut mengandung arti bahwa dua factor yang harus
dipenuhi adalah: (1) suami memiliki sistem dan fungsi reproduksi yang sehat
sehingga mampu menghasilkan dan menyalurkan sel kelami pria (spermatozoa) ke
dalam organ reproduksi istri dan (2) istri memiliki sistem dan fungsi
reproduksi yang sehat sehingga mampu menghasilkan sel kelamin wanita (sel telur
atau ovum) yang dapat dibuahi oleh spermatozoa dan memiliki rahim yang dapat
menjadi tempat perkembangan janin, embrio, hingga bayi berusia cukup bulan dan
dilahirkan. Apabila salah satu dari dua factor yang telah disebutkan tersebut
tidak dimiliki oleh pasangan suami-istri, pasangan tersebut tidak akan mampu
memiliki anak.
Berdasarkan hal yang telah disebutkan sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa
pasangan suami-istri dianggap infertile apabila memenuhi syarat-syarat berikut
(Djuwantono,2008)
1. Pasangan
tersebut berkeinginan untuk memiliki anak
2. Selama 1
tahun atau lebih berhubungan seks, istri belum mendapatkan kehamilan.
3. Frekuensi
hubungan seks minimal 2-3 kali dalam setiap minggunya
4. Istri maupun
suami tidak pernah menggunakan alat atau metode kontrasepsi, baik kondom,
obat-obatan, dan alat lain yang berfungsi untuk mencegah kehamilan.
·
Hal-hal yang paling penting dalam berhasil atau tidaknya
pengobatan infertilitas antara lain (Permadi,2008)
1.
Ketepatan diagnosis penyebab infertilitas
2.
Kondisi penyakit yang menjadi penyebab infertilitas
3.
Usia pasien
4.
Ketepatan metode pengobatan
5.
Kepatuhan pasien dalam berobat
B. FAKTOR
PENYEBAB INFERTILITAS
Faktor-faktor
yang mempengaruhi infertilitas, antara lain:
1. Umur
Kemampuan reproduksi wanita menurun drastis setelah umur 35 tahun. Hal ini
dikarenakan cadangan sel telur yang makin sedikit. Fase reproduksi wanita
adalah masa sistem reproduksi wanita berjalan optimal sehingga wanita
berkemampuan untuk hamil. Fase ini dimulai setelah fase pubertas sampai sebelum
fase menopause.
Fase pubertas wanita adalah fase di saat wanita mulai dapat bereproduksi,
yang ditandai dengan haid untuk pertama kalinya (disebut menarche) dan
munculnya tanda-tanda kelamin sekunder, yaitu membesarnya payudara, tumbuhnya
rambut di sekitar alat kelamin, dan timbunan lemak di pinggul. Fase pubertas
wanita terjadi pada umur 11-13 tahun. Adapun fase menopause adalah fase di saat
haid berhenti. Fase menopause terjadi pada umur 45-55 tahun.
Pada fase reproduksi, wanita memiliki 400 sel telur. Semenjak wanita
mengalami menarche sampai menopause, wanita mengalami menstruasi secara
periodik yaitu pelepasan satu sel telur. Jadi, wanita dapat mengalami
menstruasi sampai sekitar 400 kali. Pada umur 35 tahun simpanan sel telur
menipis dan mulai terjadi perubahan keseimbangan hormon sehingga kesempatan
wanita untuk bisa hamil menurun drastis. Kualitas sel telur yang dihasilkan pun
menurun sehingga tingkat keguguran meningkat. Sampai pada akhirnya kira-kira
umur 45 tahun sel telur habis sehingga wanita tidak menstruasi lagi alias tidak
dapat hamil lagi. Pemeriksaan cadangan sel telur dapat dilakukan dengan
pemeriksaan darah atau USG saat menstruasi hari ke-2 atau ke-3.
2. Lama
infertilitas
Berdasarkan laporan klinik fertilitas di Surabaya, lebih dari 50% pasangan
dengan masalah infertilitas datang terlambat. Terlambat dalam artian umur makin
tua, penyakit pada organ reproduksi yang makin parah, dan makin terbatasnya
jenis pengobatan yang sesuai dengan pasangan tersebut.
3. Stress
Stres memicu pengeluaran hormon kortisol yang mempengaruhi pengaturan
hormon reproduksi.
4. Lingkungan
Paparan terhadap racun seperti lem, bahan pelarut organik yang mudah
menguap, silikon, pestisida, obat-obatan (misalnya: obat pelangsing), dan obat
rekreasional (rokok, kafein, dan alkohol) dapat mempengaruhi sistem reproduksi.
Kafein terkandung dalam kopi dan teh.
5. Hubungan
Seksual
Penyebab infertilitas ditinjau dari segi hubungan seksual meliputi:
frekuensi, posisi, dan melakukannya tidak pada masa subur.
6. Frekuensi
Hubungan intim (disebut koitus) atau onani (disebut masturbasi) yang
dilakukan setiap hari akan mengurangi jumlah dan kepadatan sperma. Frekuensi
yang dianjurkan adalah 2-3 kali seminggu sehingga memberi waktu testis
memproduksi sperma dalam jumlah cukup dan matang.
7. Posisi
Infertilitas dipengaruhi oleh hubungan seksual yang berkualitas, yaitu
dilakukan dengan frekuensi 2-3 kali seminggu, terjadi penetrasi dan tanpa
kontrasepsi. Penetrasi adalah masuknya penis ke vagina sehingga sperma dapat
dikeluarkan, yang nantinya akan bertemu sel telur yang “menunggu” di saluran
telur wanita. Penetrasi terjadi bila penis tegang (ereksi). Oleh karena itu
gangguan ereksi (disebut impotensi) dapat menyebabkan infertilitas. Penetrasi
yang optimal dilakukan dengan cara posisi pria di atas, wanita di bawah.
Sebagai tambahan, di bawah pantat wanita diberi bantal agar sperma dapat
tertampung. Dianjurkan, setelah wanita menerima sperma, wanita berbaring selama
10 menit sampai 1 jam bertujuan memberi waktu pada sperma bergerak menuju
saluran telur untuk bertemu sel telur.
8. Masa Subur
Marak di tengah masyarakat bahwa supaya bisa hamil, saat berhubungan
seksual wanita harus orgasme. Pernyataan itu keliru, karena kehamilan terjadi
bila sel telur dan sperma bertemu. Hal yang juga perlu diingat adalah bahwa sel
telur tidak dilepaskan karena orgasme. Satu sel telur dilepaskan oleh indung
telur dalam setiap menstruasi, yaitu 14 hari sebelum menstruasi berikutnya.
Peristiwa itu disebut ovulasi. Sel telur kemudian menunggu sperma di saluran
telur (tuba falopi) selama kurang-lebih 48 jam. Masa tersebut disebut masa
subur.
9.
Kondisi Reproduksi Wanita
Kelainan terbanyak pada organ reproduksi wanita penyebab infertilitas
adalah endometriosis dan infeksi panggul, sedangkan kelainan lainnya yang
lebih jarang kejadiannya adalah mioma uteri, polip, kista, dan saluran
telur tersumbat (bisa satu atau dua yang tersumbat.)
10. Masalah vagina
Masalah vagina yang dapat menghambat penyampaian adalah
adanya sumbatan atau peradangan. Sumbatan
psikogen disebut vaginismus atau disparenia, sedangkan sumbatan anatomik
dapat karena bawaan atau perolehan.
11. Masalah serviks
Masalah serviks yang berpotensi mengakibatkan vertilitas adalah terdapat
berbagai kelainan anatomi serviks yang berperan seperti terjadi cacat bawaan
(atresia), polip serviks, stenosis akibat trauma, peradangan dan sineksia.
12. Masalah uterus
Masalah penyebab infertilitas yang dapat terjadi di uterus adalah distorsia
kavum uteri karena sineksia, mioma atau polip, peradangan endometrium, dan
gangguan kontraksiuterus
13. Kondisi
Reproduksi pria
Sperma berasal dari kata spermatozoa, yaitu sel kelamin jantan yang
memiliki bulu cambuk. Bentuk sperma mirip kecebong.Sperma dihasilkan oleh
testis. Cairan nutrisi sperma berupa cairan putih, kental, dan berbau khas yang
disebut semen. Proses pengeluaran semen dan sperma disebut ejakulasi, sehingga
cairannya disebut juga dengan cairan ejakulat.Sperma membawa sifat dari bapak,
yang nantinya akan bertemu dengan sel telur yang membawa sifat dari ibu. Oleh
karena itu, kualitas sperma dan sel telur yang baik menjadi factor penting
dalam kehamilan.Gangguan yang terjadi pada pria.
14. Gangguan di daerah sebelum testis (pretesticular)
Gangguan biasanya terjadi pada bagian otak, yaitu hipofisis yang bertugas
mengeluarkan hormon FSH dan LH.Kedua hormon tersebut mempengaruhi testis dalam
menghasilkan hormon testosteron, akibatnya produksi sperma dapat
terganggu.Terapi yang bisa dilakukan adalah dengan terapi hormon.
15. Gangguan didaerah testis (testicular)
Kerja testis dapat terganggu bila terkena trauma pukulan, gangguan fisik,
atau infeksi.Bisa juga terjadi, selama pubertas testis tidak berkemban dengan
baik, sehingga produksi sperma menjadi terganggu.
16. Gangguan di daerah setelah testis (posttesticular)
Gangguan terjadi di saluran sperma sehingga sperma tidak dapat disalurkan
dengan lancar, biasanya karena salurannya buntu.Penyebabnya bisa jadi
bawaan sejak lahir, terkena infeksi penyakit -seperti tuberkulosis (Tb)
C. PENYAKIT
PENYEBAB INFERTILITAS
1. Endometriosis
Endometriosis adalah jaringan endometrium yang semestinya berada di lapisan
paling dalam rahim (lapisan endometrium) terletak dan tumbuh di tempat lain.
Endometriosisbisa terletak di lapisan tengah dinding rahim (lapisan myometrium)
yang disebut jugaadenomyosis, atau bisa juga terletak di indung telur, saluran
telur, atau bahkan dalam rongga perut.Gejala umum penyakit endometriosis adalah
nyeri yang sangat pada daerah panggul terutama pada saat haid dan berhubungan
intim, serta tentu saja infertilitas.
2. Infeksi
Panggul
Infeksi panggul adalah suatu kumpulan penyakit pada saluran reproduksi
wanita bagian atas, meliputi radang pada rahim, saluran telur, indung telur,
atau dinding dalam panggul. Gejala umum infeksi panggul adalah: nyeri pada
daerah pusar ke bawah (pada sisi kanan dan kiri), nyeri pada awal haid, mual,
nyeri saat berkemih, demam, dan keputihan dengan cairan yang kental atau
berbau. Infeksi panggul memburuk akibat haid, hubungan seksual, aktivitas fisik
yang berat, pemeriksaan panggul, dan pemasangan AKDR (alat kontrasepsi dalam
rahim, misalnya: spiral).
3. Mioma Uteri
Mioma uteri adalah tumor (tumor jinak) atau pembesaran jaringan otot yang
ada di rahim.Tergantung dari lokasinya, mioma dapat terletak di lapisan luar,
lapisan tengah, atau lapisan dalam rahim.Biasanya mioma uteri yang sering
menimbulkan infertilitas adalah mioma uteri yang terletak di lapisan dalam
(lapisan endometrium). Mioma uteribiasanya tidak bergejala. Mioma aktif saat wanita
dalam usia reproduksi sehingga -saat menopause- mioma uteri akan mengecil atau
sembuh.
4.
Polip
Polip adalah suatu jaringan yang membesar dan menjulur
yang biasanya diakibatkan olehmioma uteri yang membesar dan teremas-remas oleh
kontraksi rahim.Polip dapat menjulur keluar ke vagina. Polip menyebabkan
pertemuan sperma-sel telur dan lingkunganuterus terganggu, sehingga bakal janin
akan susah tumbuh.
5.
Saluran Telur yang Tersumbat
Saluran telur yang tersumbat menyebabkan sperma tidak
bisa bertemu dengan sel telur sehingga pembuahan tidak terjadi alias tidak
terjadi kehamilan.Pemeriksaan yang dilakukan untuk mengetahui saluran telur
yang tersumbat adalah dengan HSG (Hystero Salpingo Graphy), yaitu semacam
pemeriksaan röntgen (sinar X) untuk melihat rahim dan saluran telur.
6.
Sel Telur
Kelainan pada sel telur dapat mengakibatkan infertilitas yang umumnya
merupakan manifestasi dari gangguan proses pelepasan sel telur (ovulasi).
Delapan puluh persen penyebab gangguan ovulasi adalah sindrom ovarium
polikistik.Gangguan ovulasi biasanya direfleksikan dengan gangguan haid. Haid
yang normal memiliki siklus antara 26-35 hari, dengan jumlah darah haid 80 cc
dan lama haid antara 3-7 hari. Bila haid pada seorang wanita terjadi di luar
itu semua, maka sebaiknya beliau memeriksakan diri ke dokter.
D. PENGOBATAN
INFERTILITAS
1. Pemberian
antibiotic
2. Pemberian
antibiotik diberikan pada pria yang memiliki gangguan infeksi traktus genitalis
yang menyumbat vas deferens atau merusak jaringan testis.
3. Pembedahan
Tindakan
pembedahan dapat dilakukan pada pasien mioma dan tuba yang tersumbat.Tindakan
pembedahan ini akan meninggalkan parut yang dapat meyumbat atau menekuk tuba
sehingga akhirnya memerlukan pembedahan untuk mengatasinya.
4.
Terapi
Terapi dapat dilakukan pada penderita endometriosis. Terapi endometriosis terdiri dari menunggu sampai terjadi kehamila sendiri, pengobatan hormonal,atau pembedahan konservatif.
Terapi dapat dilakukan pada penderita endometriosis. Terapi endometriosis terdiri dari menunggu sampai terjadi kehamila sendiri, pengobatan hormonal,atau pembedahan konservatif.
5. Tindakan
pembedahan/operasi Varikokel.
6. Tindakan
yang saat ini dianggap paling tepat adalah dengan operasi berupa pengikatan pembuluh
darah yang melebar (varikokel) tersebut. Suatu penelitian dengan pembanding
menunjukkan keberhasilan tindakan pada 66 % penderita berupa peningkatan jumlah
sperma dan kehamilan, dibandingkan dengan hanya 10 % pada kelompok yang tidak
dioperasi.
7. Memberikan
suplemen vitamin
Infertilitas
yang tidak diketahui penyebabnya merupakan masalah bermakna karena meliputi 20
% penderita. Penanggulangannya berupa pemberian beberapa macam obat, yang dari
pengalaman berhasil menaikkan jumlah dan kualitas sperma. Usaha menemukan
penyebab di tingkat kromosom dan keberhasilan manipulasi genetik tampaknya
menjadi titik harapan di masa datang.
8. Tindakan
operasi pada penyumbatan di saluran sperma
Bila sumbatan tidak begitu parah, dengan bantuan mikroskop dapat diusahakan koreksinya. Pada operasi yang sama, dapat juga dipastikan ada atau tidaknya produksi sperma di buah zakar.
Bila sumbatan tidak begitu parah, dengan bantuan mikroskop dapat diusahakan koreksinya. Pada operasi yang sama, dapat juga dipastikan ada atau tidaknya produksi sperma di buah zakar.
9. Menghentikan
obat-obatan yang diduga menyebabkan gangguan sperma.
10. Menjalani
teknik reproduksi bantuan
Dalam hal ini adalah inseminasi intra uterin dan program bayi tabung. Tindakan inseminasi dilakukan apabila ada masalah jumlah sperma yang sangat sedikit atau akibat masalah antobodi di mulut rahim. Pria dengan jumlah sperma hanya 5-10 juta/cc (dari normal 20 juta) dapat mencoba inseminasi buatan.
Dalam hal ini adalah inseminasi intra uterin dan program bayi tabung. Tindakan inseminasi dilakukan apabila ada masalah jumlah sperma yang sangat sedikit atau akibat masalah antobodi di mulut rahim. Pria dengan jumlah sperma hanya 5-10 juta/cc (dari normal 20 juta) dapat mencoba inseminasi buatan.
E. PENCEGAHAN
INFERTILITAS
Beberapa hal yang dapat dilakukan
adalah :
1.
Mengobati infeksi di organ ada berbagai jenis infeksi
diketahui menyebabkan infertilitas seperti infeksi prostat, testis / buah
zakar, maupun saluran sperma.
2.
Menghindari rokok karena rokok mengandung zat-zat yang
dapat meracuni pertumbuhan, jumlah dan kualitas sperma.
3.
Menghindari alcohol dan zat adiktif.
Alkohol
dalam jumlah banyak dihubungkan dengan rendahnya kadar hormon testosteron yang
tentu akan mengganggu pertumbuhan sperma. Ganja /mariyuana juga dikenal sebagai
salah satu penyebab gangguan pertumbuhan sperma. Hindari obat yang mempengaruhi
jumlah sperma, sepreti obat darah tinggi.
B. SEXUALI TRANSMITTED(STD)
Sexually Transmitted Diseases (STDS) adalah infeksi yang menular
seksual yang di akibatkan oleh bakteri, virus atau jamur yang menular melalui
seks. Penyakit ini telah ada berates-ratus tahun lalu. Hidup tidak sehat juga
di ketahui menjadi penyebab STDS. Tidak hanya itu, STDS juga bisa disebabkan
karena PMS, penyakit menular seksual.
Penyakit
ini bisa terjadi karena hubungan seksual dimana satu orang yang memiliki
penyakit akan menularkan penyakitnya melalui hubungan seksual. Penyakit ini
sering juga di sebut sebagai Veneral Disease atau lebih dikenal sebagai PMS
(Penyakit Menular Seksual).
1.
Prilaku Terkait STDS
Penyakit ini menyebar dengan sangat pesat melalui rantai
penylaran infeksi yaitu wanita atau pria tunasusila dalam kehidupan rumah
tangga. Tidak hanya itu, beberapa prilaku seksual baik itu hal kecil dapat berpengaruh
pada proses penyebaran STDS ini.
Penyakit jenis ini memang bisa di obati atau di cegah dengan
beberapa pengobatan yang tepat agar tak memancing penyakit, kehamilan yang tak
dinginkan, masalah biologis, social, psikologis, etika, dan spiritual. Penyakit
ini menjadi salah satu penyakit menular karena bisa mengakibatkan banyak
penyakit yang tak dinginkan.
Dalam kalangan remaja, prilaku terkait seksual sudah susah di
bendung agar tak terjerumus lebih dalam. Salah satu pencegahan yang pas adalah
memperkuat iman dan mengajarkan akan bahaya yang ada akibat seksual, salah
satunya adalah penyakit menular ini.
2. Mengenal Gejala STDS
1. Keluar
Cairan/keputihan yang tidak normal dari vagina atau penis. Pada wanita, terjadi
peningkatan keputihan. Warnanya bisa menjadi lebih putih, kekuningan,
kehijauan, atau kemerah mudaan. Keputihan bisa memiliki bau yang tidak sedap
dan berlendir.
2. Pada
pria, rasa panas seperti terbakar atau sakit selama atau setelah kencing,
biasanya disebabkan oleh PMS. Pada wanita, beberapa gejala dapat disebabkan
oleh PMS tapi juga disebabkan oleh infeksi kandung kencing yang tidak
ditularkan melalui hubungan seksual.
3. Luka
terbuka dan atau luka basah disekitar alat kelamin atau mulut. Luka tersebut
dapat terasa sakit atau tidak.
4. Tonjolan
kecil-kecil (papules), atau lecet disekitar alat kelamin.
5. Kemerahan
di sekitar alat kelamin.
6. Pada
pria, rasa sakit atau kemerahan terjadi pada kantung zakar.
7. Rasa
sakit diperut bagian bawah yang muncul dan hilang, dan tidak berhubungan dengan
menstruasi.
8. Bercak
darah setelah hubungan seksual.
9. Anus
gatal atau iritasi.
10. Pembengkakan
kelenjar getah bening di selangkangan.
11. Nyeri
di paha atau perut lebih rendah.
12. Pendarahan
pada vagina .
13. Nyeri
atau pembengkakan testis.
14. Pembengkakan
atau kemerahan dari vagina.
15. Nyeri
seks.
16. Pendarahan
dari vagina selain selama periode bulanan.
17. Buang
air kecil lebih sering dari biasanya.
18. Demam,
lemah, kulit menguning dan rasa nyeri sekujur tubuh.
19. Kehilangan
berat badan, diare dan keringat malam hari.
20. Pada
wanita keluar darah di luar masa menstruasi dll.
3. Pencegahan STDS
1.
Klamidia
Chlamidia
merupakan istilah yang digunakan untuk menggambarkan berbagai jenis infeksi
yang disebabkan oleh sejenis bakteri -chlamidia trachomatis- yang hidup dan
berkembang dalam tubuh. Klamidia adalah PMS yang sangat berbahaya dan biasanya
tidak menunjukkan gejala; 75% dari perempuan dan 25% dari pria yang terinfeksi
tidak menunjukkan gejala sama sekali.
·
Tipe:
Bakterial
·
Cara
Penularan: Melalui kontak fisik (seksual) secara langsung
tanpa “pelindung” dan tidak menerapkan pola hubungan seks yang sehat dan aman,
serta anal.
·
Gejala: Sampai 75% kasus pada perempuan dan 25% kasus
pada laki-laki tidak menunjukkan gejala. Pada pria : terjadi peradangan pada
saluran kencing atau epididimis ( saluran kecil dan panjang sebagai tempat
penyimpan sperma ), demam, keluarnya cairan dari penis, rasa sakit atau rasa
berat pada kantong buah pelir. Pada
wanita: infeksi saluran kemih dan cervix, infeksi ovarium dan tuba fallopii,
sekresi cairan abnormal, iritasi (gatal) pada genetalia, rasa panas saat
berkemih, sakit perut (bawah) hebat dan pendarahan diluar menstrusi.
·
Tes:
Melakukan tes urin dan penyekaan pada vagina (pada wanita) atau ujung penis
yang terbuka (bagi pria). Pada wanita mungkin saja ditemukan pada pemeriksaan
pap smear.
·
Komplikasi:
Komplikasi chlamydia trachomatis yang nyata adalah : infertilitas, radang
panggul (penyebaran radang cervix pada wanita) dan bisa menginfeksi mata pada
kasus tertentu.
·
Pengobatan:
Infeksi dapat diobati dengan antibiotik.
Namun pengobatan tersebut tidak dapat menghilangkan kerusakan yang
timbul sebelum pengobatan dilakukan.
·
Konsekuensi
yang mungkin terjadi pada orang yang terinfeksi: Pada perempuan, jika tidak diobati, sampai
30% akan mengalami Penyakit Radang Panggul (PRP) yang pada gilirannya dapat
menyebabkan kehamilan ektopik, kemandulan dan nyeri panggul kronis. Pada laki-laki, jika tidak diobati, klamidia
akan menyebabkan epididymitis, yaitu sebuah peradangan pada testis (tempat di
mana sperma disimpan), yang mungkin dapat menyebabkan kemandulan. Individu yang terinfeksi akan berisiko lebih
tinggi untuk terinfeksi HIV jika terpapar virus tersebut.
·
Konsekuensi
yang mungkin terjadi pada janin dan bayi baru lahir:
lahir premature, pneumonia pada bayi dan infeksi mata pada bayi baru lahir yang
dapat terjadi karena penularan penyakit ini saat proses persalinan.
·
Pencegahan:
Tidak melakukan hubungan seksual secara vaginal maupun anal dengan orang yang
terinfeksi adalah satu-satunya cara pencegahan yang 100% efektif. Kondom dapat mengurangi tetapi tidak dapat
menghilangkan sama sekali risiko tertular penyakit ini. Menerapkan pola
hubungan seks yang aman dan sehat. Hal lain yang tak kalah pentingnya adalah
menjalani pemeriksaan rutin setiap 6 bulan sekali.
2.
Gonore
Gonore adalah salah satu PMS yang sering
dialporkan. 40% penderita akan mengalami
Penyakit Radang Panggul (PRP) jika tidak diobati, dan hal tersebut dapat
menyebabkan kemandulan. Infeksi akut yang disebabkan bakteri neiserria
gonorrhoe (gonococcus) berbentuk menyerupai kacang buncis, hanya tumbuh pada
membran yang lembab dan hangat, antara lain : anus dan genetalia.
·
Tipe:
Bakterial
·
Cara
penularan: Infeksi gonorrhoe terjadi melalui kontak fisik
(seksual) secara langsung tanpa pemakaian “pelindung” dan mengabaikan seks yang
aman, serta anal dan oral.
·
Gejala:
Masa inkubasi gonorrhoe antara 2-10 (sekitar 2 minggu) hari terhitung setelah
penderita terinfeksi pertama kali. Adapun gejala gonorrhoe secara umum :
pengeluaran sekret (purulent), disuria, malaise, sakit kepala dan limpadenopati
regional. Pada wanita tidak menunjukkan adanya gejala fisik sampai pada fase
nyeripada punggung, nyeri abdomen dan panggul (PID), cervix dan kelenjar
bartolini tampak bengkak. Sebagian pria yang terinfeksi menunjukkan gejala sbb
: bau busuk pada area genetalia, sekresi cairan pekat yang menetes ujung penis
dan rasa perih ketika BAK.
·
Tes
(Diagnosa): Penegakan diagnosa gonorrhoe melalui
pemeriksaan sampel yang diambil dari: spesimen dari mukosa mulut, saluran
kemih, cervix (pada wanita), ujung penis yang terbuka (pada pria) dan saluran
anus dengan menggunakan spons (khusus) berukuran kecil dimana spons itu akan
menyerap cairan (spesimen) yang nantinya akan diperiksa dan hasil tes biasanya
tersedia dalam waktu 1 minggu.
·
Komplikasi:
Identifikasi komplikasi gonorrhoe: infertilitas, dermatitis, arthritis,
endokarditis, myoperikarditis, meningitis bahkan hepatitis.
·
Pengobatan:
Infeksi dapat disembuhkan dengan antibiotik.
Namun tidak dapat menghilangkan kerusakan yang timbul sebelum pengobatan
dilakukan.
·
Konsekuensi
yang mungkin timbul pada orang yang terinfeksi:
Pada perempuan jika tidak diobati, penyakit ini merupakan penyebab utama
Penyakit Radang Panggul, yang kemudian dapat menyebabkan kehamilan ektopik,
kemandulan dan nyeri panggul kronis.
Dapat menyebabkan kemandulan pada pria.
Gonore yang tidak diobati dapat menginfeksi sendi, katup jantung dan/atau
otak.
·
Konsekuensi
yang mungkin timbul pada janin dan bayi baru lahir:
Gonore dapat menyebabkan kebutaan dan penyakit sistemik seperti meningitis dan
arthritis sepsis pada bayi yang terinfkesi pada proses persalinan. Untuk mencegah kebutaan, semua bayi yang
lahir di rumah sakit biasanya diberi tetesan mata untuk pengobatan gonore.
·
Pencegahan:
Melakukan pemeriksaan rutin dan tidak gonta-ganti pasangan, menerapkan hubungan
seksual yang sehat dan “aman”. Satu hal yang tak kalah pentingnya, menjaga
kebersihan khususnya area genital tubuh.
3. Hepatitis B
Hepatitis diindikasi sebagai salah satu penyakit
akibat infeksi virus DNA (hepatitis B) atau RNA (hepatitis C) yang terjadi pada
(organ) hati, yang menyebabkan perasangan pada sel hati dengan segala
akibatnya. Terdeteksi adanya hepatitis virus ABCDEF, namun yang berkaitan
dengan PMS adalah B dan C. Vaksin pencegahan penyakit ini sudah ada, tapi
sekali terkena penyakit ini tidak dapat disembuhkan dan dapat menyebabkan
kanker hati
·
Tipe:
Viral
·
Cara
Penularan: Hepatitis B HbsAg+ berperan menyebarkan virus
melalui cairan yang sudah terinfeksi, antara lain: air mani, darah, cairan
vagina ataupun ludah masuk ke tubuh manusia melalui luka yang terbuka dan
bagian tubuh yang memungkinkan untuk infeksi bakteri. Sedangkan penularan
hepatitis C yang utama adalah melalui pemakaian jarum suntik yang tidak
disposible. Namun virus ini juga bisa ditularkan melalui hubungan seksual
dengan proporsi yang lebih rendah (yakni dengan pemaparan antara darah wanita
menstruasi yang melakukan hubungan seks dengan perlukaan akibat hepatitis pada
pria pasangannya).
·
Gejala:
Hepatitis B Memiliki masa inkubasi antara 45-160 hari dan mengenai pada seluruh
usia. Gejala yang muncul meliputi: lelah, kerongkongan terasa pahit, sakit
kepala, diare, nafsu makan menurun, otot pegal-pegal dan sakit perut, demam
tinggi serta vomitus. Hepatitis C.
Gejala biasanya baru
muncul 10-15 tahun setelah terinfeksi. Gejala yang muncul antara lain: lelah,
mual, kehilangan nafsu makan,vomitus, sakit perut, otot terasa pegal, demam,
diare dan sakit kuning.
·
Pengobatan:
Belum ada pengobatan. Kebanyakan infeksi
bersih dengan sendirinya dalam 4-8 minggu.
Beberapa orang menjadi terinfeksi secara kronis.
·
Tes
(Diagnosa): Hepatitis B HbsAg telah ditemukan
hampir pada spesimen tubuh yang terinfeksi, yaitu: darah, semen, saliva, air
mata, ascites, ASI dan urine penderita. Hepatitis C Untuk mendeteksi,
pemeriksaan anti-hepatitis C virus ditegakkan. Pemeriksaan darah sebagai pemeriksaan
lab tambahan.
·
Terapi:
Terapi untuk penderita virus ini: asimptomatis, interferon.
Hepatitis B Istirahat,
menghindari stres, tidak melakukan aktivitas berat dan memenuhi kebutuhan
nutrisi dan gizi yang seimbang. Selain itu kurangi dan hindari kebiasaan
merokok dan alkoholik. Antibodi virus ini bersifat seumur hidup setelah
penderita terjangkit, namun masih mungkin terinfeksi hepatitis C. Hepatitis C
Obat-obatan untuk penderita hepatitis C kronis saat ini telah tersedia,
sayangnya terbukti tidak selalu efektif dan punta efek samping.
·
Komplikasi:
Hepatitis B Sebagai penyebab utama hepatitis akut,kronik, serosis bahkan kanker
hati. Hepatitis C Gejala terburuk adalah kerusakan hati yang serius.
·
Konsekuensi
yang mungkin timbul pada orang yang terinfeksi:
Untuk orang-orang yang terinfeksi secara kronis, penyakit ini dapat berkembang
menjadi cirrhosis, kanker hati dan kerusakan sistem kekebalan.
·
Konsekuensi
yang mungkin timbul pada janin dan bayi baru lahir:
Perempuan hamil dapat menularkan penyakit ini pada janin yang
dikandungnya. 90% bayi yang terinfeksi
pada saat lahir menjadi karier kronik dan berisiko untuk tejadinya penyakit
hati dan kanker hati. Mereka juga dapat
menularkan virus tersebut. Bayi dari
seorang ibu yang terinfeksi dapat diberi immunoglobulin dan divaksinasi pada
saat lahir, ini berpotensi untuk menghilangkan risiko infeksi kronis.
Pencegahan:
Hepatitic B Vaksin yang aman dan adekuat telah tersedia. Pemberiannya dilakukan
3 kali penyuntikan selama 6 bulan berturut-turut dan semuanya dilakukan di
bahu. Hindari sebisa mungkin untuk tidak terpapar spesimen penderita. Hepatitis
C Menghidari pemaparan spesimen tubuh dan kontak langsung dengan penderita.
Hidup sehat dan teratur sebagai alternatif bijak untuk menghindarinya. Tidak
melakukan hubungan seks dengan orang yang terinfeksi khususnya seks anal, di
mana cairan tubuh, darah, air mani dan secret vagina paling mungkin
dipertukarkan adalah satu-satunya cara pencegahan yang 100% efektif mencegah
penularan virus hepatitis B melalui hubungan seks. Kondom dapat menurunkan risiko tetapi tidak
dapat sama sekali menghilangkan risiko untuk tertular penyakit ini melalui
hubungan seks. Hindari pemakaian narkoba
suntik dan memakai jarum suntik bergantian.
Bicarakan dengan petugas kesehatan kewaspadaan yang harus diambil untuk
mencegah penularan Hepatitis B, khususnya ketika akan menerima tranfusi produk
darah atau darah. Vaksin sudah tersedia
dan disarankan untuk orang-orang yang berisiko terkena infeksi
4. Herpes Genital (HSV-2)
Hepatitis B. Sebagai tambahan, vaksinasi Hepatitis B sudah
dilakukan secara rutin pada imunisasi anak-anak sebagaimana direkomendasikan
oleh the American Academy of Pediatrics. Herpes Genital (HSV-2) infeksi akut
pada genetalia dengan gejala khas berupa vesikel. Disebabkan oleh virus herpes
simpleks tipe II.
·
Tipe:
Viral
·
Cara
Penularan: Herpes menyebar melalui kontak seksual antar kulit
dengan bagian-bagian tubuh yang terinfeksi saat melakukan hubungan seks
vaginal, anal atau oral. Virus sejenis
dengan strain lain yaitu Herpes Simplex Tipe 1 (HSV-1) umumnya menular lewat
kontak non-seksual dan umumnya menyebabkan luka di bibir. Namun, HSV-1 dapat juga menular lewat
hubungan seks oral dan dapat menyebabkan infeksi alat kelamin. Tanpa melalui
hubungan kelamin seperti : melalui alat-alat tidur, pakaian, handuk,dll atau
sewaktu proses persalinan/partus pervaginam pada ibu hamil dengan infeksi
herpes pada alat kelamin luar.
·
Gejala-gejala:
Gejala-gejala biasanya sangat ringan dan mungkin meliputi rasa gatal atau
terbakar; rasa nyeri di kaki, pantat atau daerah kelamin; atau keputihan. Bintil-bintil berair atau luka terbuka yang
terasa nyeri juga mungkin terjadi, biasanya di daerah kelamin, pantat, anus dan
paha, walaupun dapat juga terjadi di bagian tubuh yang lain. Luka-luka tersebut akan sembuh dalam beberapa
minggu tetapi dapat muncul kembali. Terkadang disertai demam, seperti
influenza, setelah 2-3 hari bintik kemerahan berubah menjadi vesikel disertai
nyeri.
·
Pengobatan:
Belum ada pengobatan untuk penyakit ini.
Obat anti virus biasanya efektif dalam mengurangi frekuensi dan durasi
(lamanya) timbul gejala karena infeksi HSV-2.
·
Komplikasi
: Gangguan mobilitas, vaginitis, urethritis, sistitis dan fisura ani herpetika
terjadi bila mengenai region genetalia. Abortus. Anomali kongenital. Infeksi
pada neonatus (konjungtifitis/ keratis, ensefalitis, vesikulitis kutis,
ikterus, dan anomali konvulsi).
·
Konsekuensi
yang Mungkin Terjadi pada Orang yang Terinfeksi:
Orang yang terinfeksi dan memiliki luka akan meningkat risikonya untuk terinfeksi
HIV jika terpapar sebab luka tersebut menjadi jalan masuk virus HIV.
·
Konsekuensi
yang Mungkin Terjadi pada Janin dan Bayi: Perempuan yang
mengalami episode pertama dari herpes genital pada saat hamil akan memiliki
risiko yang lebih tinggi untuk terjadinya kelahiran prematur. Kejadian akut pada masa persalinan merupakan
indikasi untuk dilakukannya persalinan dengan operasi cesar sebab infeksi yang
mengenai bayi yang baru lahir akan dapat menyebabkan kematian atau kerusakan
otak yang serius.
·
Pencegahan:
Tidak melakukan hubungan seks secara vaginal, anal dan oral dengan orang yang
terinfeksi adalah satu-satunya cara pencegahan yang 100% efektif mencegah
penularan virus herpes genital melalui hubungan seks. Kondom dapat mengurangi risiko tetapi tidak dapat
samasekali menghilangkan risiko tertular penyakit ini melalui hubungan
seks. Walaupun memakai kondom saat
melakukan hubungan seks, masih ada kemungkinan untuk tertular penyakit ini
yaitu melalui adanya luka di daerah kelamin.
5. HIV/AIDS
HIV
terdapat pada seluruh cairan tubuh manusia, tetapi yang biasa menularkan hanya
yang terdapat pada sperma (air mani), darah dan cairan vagina.
·
Tipe:
Viral
·
Cara
Penularan: Hubungan seks vaginal, oral dan khususnya anal;
darah atau produk darah yang terinfeksi; memakai jarum suntik bergantian pada
pengguna narkoba; dan dari ibu yang terinfeksi kepada janin dalam kandungannya,
saat persalinan, atau saat menyusui.
·
Gejala-gejala:
Beberapa orang tidak mengalami gejala saat terinfeksi pertama kali. Sementara yang lainnya mengalami
gejala-gejala seperti flu, termasuk demam, kehilangan nafsu makan, berat badan
turun, lemah dan pembengkakan saluran getah bening. Gejala-gejala tersebut biasanya menghilang
dalam seminggu sampai sebulan, dan virus tetap ada dalam kondisi tidak aktif
(dormant) selama beberapa tahun. Namun,
virus tersebut secara terus menerus melemahkan sistem kekebalan, menyebabkan
orang yang terinfeksi semakin tidak dapat bertahan terhadap infeksi-infeksi
oportunistik.
·
Pengobatan:
Belum ada pengobatan untuk infeksi ini.
Obat-obat anti retroviral digunakan untuk memperpanjang hidup dan
kesehatan orang yang terinfeksi.
Obat-obat lain digunakan untuk melawan infeksi oportunistik yang juga
diderita.
·
Konsekuensi
yang Mungkin Terjadi pada Orang yang Terinfeksi:
Hampir semua orang yang terinfeksi HIV akhirnya akan menjadi AIDS dan meninggal
karena komplikasi-komplikasi yang berhubungan dengan AIDS.
·
Konsekuensi
yang Mungkin Terjadi pada Janin dan Bayi: 20-30% dari bayi yang
lahir dari ibu yang terinfeksi HIV akan terinfeksi HIV juga dan gejala-gejala
dari AIDS akan muncul dalam satu tahun pertama kelahiran. 20% dari bayi-bayi yang terinfeksi tersebut
akan meninggal pada saat berusia 18 bulan.
Obat antiretroviral yang diberikan pada saat hamil dapat menurunkan
risiko janin untuk terinfeksi HIV dalam proporsi yang cukup besar.
·
Pencegahan:
Tidak melakukan hubungan seksual dengan orang yang terinfeksi, khususnya
hubungan seks anal, di mana cairan tubuh, darah, air mani atau secret vagina
paling mungkin dipertukarkan, adalah satu-satunya cara yang 100% efektif untuk
mencegah penularan HIV melalui hubungan seks.
Kondom dapat menurunkan risiko penularan tetapi tidak menghilangkan sama
sekali kemungkinan penularan. Hindari
pemakaian narkoba suntik dan saling berbagi jarum suntik. Diskusikan dengan petugas kesehatan tindakan
kewaspadaan yang harus dilakukan untuk mencegah penularan HIV, terutama saat
harus menerima transfusi darah maupun produk darah.
6. Human Papilloma Virus (HPV)
·
Tipe:
Viral
·
Cara
Penularan: Hubungan seksual vaginal, anal atau oral.
·
Gejala-gejala:
Tonjolan yang tidak sakit, kutil yang menyerupai bunga kol tumbuh di dalam atau
pada kelamin, anus dan tenggorokan.
·
Pengobatan:
Tidak ada pengobatan untuk penyakit ini.
Kutil dapat dihilangkan dengan cara-cara kimia, pembekuan, terapi laser
atau bedah.
·
Konsekuensi
yang Mungkin Terjadi pada Orang yang Terinfeksi:
HPV adalah virus yang menyebabkan kutil kelamin. Beberapa strains dari virus ini berhubungan
kuat dengan kanker serviks sebagaimana halnya juga dengan kanker vulva, vagina,
penis dan anus. Pada kenyataannya 90%
penyebab kanker serviks adalah virus HPV.
Kanker serviks ini menyebabkan kematian 5.000 perempuan Amerika setiap
tahunnya.
·
Konsekuensi
yang Mungkin Terjadi pada Janin dan Bayi: Pada bayi-bayi yang
terinfeksi virus ini pada proses persalinan dapat tumbuh kutil pada
tenggorokannya yang dapat menyumbat jalan nafas sehingga kutil tersebut harus
dikeluarkan.
·
Pencegahan:
Tidak melakukan hubungan seks secara vaginal, anal dan oral dengan orang yang
terinfeksi adalah satu-satunya cara pencegahan yang 100% efektif mencegah
penularan. Kondom hampir tidak berfungsi
sama sekali dalam mencegah penularan virus ini melalui hubungan seks.
7. Sifilis
·
Tipe:
Bakterial
·
Cara
Penularan: Cara penularan yang paling umum adalah hubungan
seks vaginal, anal atau oral. Namun,
penyakit ini juga dapat ditularkan melalui hubungan non-seksual jika ulkus atau
lapisan mukosa yang disebabkan oleh sifilis kontak dengan lapisan kulit yang
tidak utuh dengan orang yang tidak terinfeksi.
·
Gejala-gejala:
Pada fase awal, penyakit ini menimbulkan luka yang tidak terasa sakit atau
"chancres" yang biasanya muncul di daerah kelamin tetapi dapat juga
muncul di bagian tubuh yang lain, jika tidak diobati penyakit akan berkembang
ke fase berikutnya yang dapat meliputi adanya gejala ruam kulit, demam, luka
pada tenggorokan, rambut rontok dan pembengkakan kelenjar di seluruh tubuh.
·
Pengobatan:
Penyakit ini dapat diobati dengan penisilin; namun, kerusakan pada organ tubuh
yang telah terjadi tidak dapat diperbaiki.
·
Konsekuensi
yang Mungkin Terjadi pada Orang yang Terinfeksi:
Jika tidak diobati, sifilis dapat menyebabkan kerusakan serius pada hati, otak,
mata, sistem saraf, tulang dan sendi dan dapat menyebabkan kematian. Seorang yang sedang menderita sifilis aktif
risikonya untuk terinfeksi HIV jika terpapar virus tersebut akan meningkat
karena luka (chancres) merupakan pintu masuk bagi virus HIV.
·
Konsekuensi
yang Mungkin Terjadi pada Janin dan Bayi: Jika tidak diobati,
seorang ibu hamil yang terinfeksi sifilis akan menularkan penyakit tersebut
pada janin yang dikandungnya. Janin
meninggal di dalam dan meninggal pada periode neonatus terjadi pada sekitar 25%
dari kasus-kasus ini. 40-70% melahirkan
bayi dengan sifilis aktif. Jika tidak
terdeteksi, kerusakan dapat terjadi pada jantung, otak dan mata bayi.
·
Pencegahan:
Tidak melakukan hubungan seks secara vaginal, anal dan oral dengan orang yang
terinfeksi adalah satu-satunya cara pencegahan yang 100% efektif mencegah
penularan sifilis melalui hubungan seksual.
Kondom dapat mengurangi tetapi tidak menghilangkan risiko tertular
penyakit ini melalui hubungan seks.
Masih ada kemungkinan tertular sifilis walaupun memakai kondom yaitu
melalui luka yang ada di daerah kelamin.
Usaha untuk mencegah kontak non-seksual dengan luka, ruam atau lapisan
bermukosa karena adanya sifilis juga perlu dilakukan.
8. Trikomoniasis
·
Tipe:
Disebabkan oleh protozoa Trichomonas vaginalis.
·
Prevalensi:
Trikomoniasis adalah PMS yang dapat diobati yang paling banyak terjadi pada
perempuan muda dan aktif seksual.
Diperkirakan, 5 juta kasus baru terjadi pada perempuan dan laki-laki.
·
Cara
Penularan: Trikomoniasis menular melalui kontak seksual.
Trichomonas vaginalis dapat bertahan hidup pada benda-benda seperti baju-baju
yang dicuci, dan dapat menular dengan pinjam meminjam pakaian tersebut.
·
Gejala-gejala:
Pada perempuan biasa terjadi keputihan yang banyak, berbusa, dan berwarna
kuning-hijau. Kesulitan atau rasa sakit
pada saat buang air kecil dan atau saat berhubungan seksual juga sering
terjadi. Mungkin terdapat juga nyeri
vagina dan gatal atau mungkin tidak ada gejala sama sekali. Pada laki-laki mungkin akan terjadi radang
pada saluran kencing, kelenjar, atau kulup dan/atau luka pada penis, namun pada
laki-laki umumnya tidak ada gejala.
·
Pengobatan:
Penyakit ini dapat disembuhkan. Pasangan
seks juga harus diobati.
·
Konsekuensi
yang Mungkin Terjadi pada Orang yang Terinfeksi:
Radang pada alat kelamin pada perempuan yang terinfeksi trikomoniasis mungkin
juga akan meningkatkan risiko untuk terinfeksi HIV jika terpapar dengan virus
tersebut. Adanya trikomoniasis pada
perempuan yang juga terinfeksi HIV akan meningkatkan risiko penularan HIV pada
pasangan seksualnya.
·
Konsekuensi
yang Mungkin Terjadi pada Janin dan Bayi: Trikomoniasis pada
perempuan hamil dapat menyebabkan ketuban pecah dini dan kelahiran prematur.
·
Pencegahan:
Tidak melakukan hubungan seks secara vaginal dengan orang yang terinfeksi
adalah satu-satu cara pencegahan yang 100% efektif mencegah penularan
trikomoniasis melalui hubungan seksual.
Kondon dan berbagai metode penghalang sejenis yang lain dapat mengurangi
tetapi tidak menghilangkan risiko untuk tertular penyakit ini melalui hubungan seks. Hindari untuk saling pinjam meminjam handuk
atau pakaian dengan orang lain untuk mencegah penularan non-seksual dari
penyakit ini.
BAB III
PENUTUP
A.
KESIMPULAN
Infertilitas merupakan suatu permasalahan yang cukup lama dalam dunia
kedokteran.Namun sampai saat ini ilmu kedokteran baru berhasil menolong ± 50%
pasangan infertililitas untuk memperoleh anak. Di masyarakat kadang
infertilitas di salah artikan sebagai ketidakmampuan mutlak untuk memiliki anak
atau ”kemandulan” pada kenyataannya dibidang reproduksi, infertilitas diartikan
sebagai kekurangmampuan pasangan untuk menghasilkan keturunan, jadi bukanlah
ketidakmampuan mutlak untuk memiliki keturunan.
Sexually Transmitted Diseases (STDS) adalah infeksi yang menular
seksual yang di akibatkan oleh bakteri, virus atau jamur yang menular melalui
seks. Penyakit ini telah ada berates-ratus tahun lalu. Hidup tidak sehat juga
di ketahui menjadi penyebab STDS. Tidak hanya itu, STDS juga bisa disebabkan
karena PMS, penyakit menular seksual.
Penyakit ini bisa terjadi
karena hubungan seksual dimana satu orang yang memiliki penyakit akan
menularkan penyakitnya melalui hubungan seksual. Penyakit ini sering juga di
sebut sebagai Veneral Disease atau lebih dikenal sebagai PMS (Penyakit Menular
Seksual).
B. SARAN
Kepada para pasangan usia subur hendaknya memeriksakan secara rutin alat
reproduksinya agar jika terjadi masalah dapat dideteksi dengan cepat.
Kepada tenaga kesehatan hendaknya mampu memberikan konselin tentang
kesehatan reproduksi kepada pasanagan usia subur (PUS).
DAFTAR
PUSTAKA
sitihendriani91.blogspot.com/2013/05/makalah-infertilitas.html
https://www.google.com/search?q=makalah+ims+dan+hiv+aids&ie=utf-8&oe=utf-8&client=firefox-b
sangat bermanfaat
BalasHapusQuote Kesehatan