KONSEP TENTANG HAKIKAT KURIKULUM, METODE, MEDIA DAN EVALUASI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
MAKALAH
KONSEP TENTANG HAKIKAT
KURIKULUM, METODE,
MEDIA DAN EVALUASI
PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
PROGRAM PASCA SARJANA
(S2)
PENDIDIKAN AGAMA
ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM
NEGERI (IAIN) METRO
1440 H/ 2019 M
KATA PENGANTAR
Assalmu’alaikum, Wr.Wb.
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah
memberikan rahmat, taufik dan hidayah-Nya kepada penulis sehingga penulis dapat
menyelesaikan tugas ini dengan baik dan sesuai waktu yang telah ditentukan
dengan judul “Konsep Tentang Hakikat Kurikulum, Metode, Media, dan Evaluasi
Pendidikan Islam.
Penyusunan tugas ini penulis telah banyak
mendapat bantuan, arahan serta motivasi dari berbagai pihak, maka pada
kesempatakan kali ini penulis ingin mengucapkan banyak terimakasih kepada Dosen
Pengmpu dan seluruh rekan-rekan yang telah membantu dalam penyelesaian tugas
ini.
Penulis menyadari dalam penyusunan tugas ini
masih banyak sekali kesalahan dan kekeliruan, maka dari itu penulis sangat
mengharapkan kritik dan saran dari berbagai pihak yang bersifat membangun untuk
perbaikan tugas penulis kedepannya.
Demikian yang dapat penulis sampaikan, semoga
tugas ini dapat bermanfaat bagi para pembaca umumnya dan bagi penulis
khususnya. Amin.
Wassalamu’alaikum, Wr.Wb.
Metro, April 2019
Penulis,
DAFTAR ISI
HALAMAN
JUDUL......................................................................................... i
KATA
PENGANTAR...................................................................................... ii
DAFTAR
ISI..................................................................................................... iii
BAB
I PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang.................................................................................. 1
B.
Rumusan Masalah.............................................................................. 2
C.
Tujuan Penulisan................................................................................ 2
BAB
II PEMBAHASAN
A. Hakikat Kurikulum Pendidikan Agama Islam.................................. 3
B. Hakikat Metode Pendidikan Agama Islam....................................... 9
C. Hakikat Media Pendidikan Agama Islam......................................... 11
D. Hakikat Evaluasi Pendidikan Agama Islam...................................... 13
BAB
III PENUTUP
A.
Kesimpulan........................................................................................ 18
DAFTAR
PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pendidikan adalah upaya sadar
yang dilakukan seseorang dalam proses pembelajaran dan merupakan tanggung jawab
untuk memelihara, membimbing dan mengarahkan pertumbuhan dan perkembangan
kehidupan peserta didik, agar ia memiliki makna dan tujuan hidup yang hakiki. Sementara proses pendidikan
bertujuan untuk menimbulkan perubahan- perubahan yang diinginkan pada
setiap peserta didik.
Dalam pendidikan Islam, tujuan merupakan sasaran ideal yang hendak dicapai.
Dengan demikian kurikulum telah di rancang, disusun dan diproses dengan
maksimal, hal ini pendidikan Islam mempunyai tugas yang berat. Diantara tugas
itu adalah mengembangkan potensi fitrah manusia (anak).
Pendidikan berakar dari perkataan didik
yang berarti pelihara, ajar dan jaga. Setelah dijadikan analogi, pendidikan
boleh diuraikan sebagai satu proses yang berterusan untuk menjaga dan
memelihara pembesaran tubuh/badan dan pertumbuhan bakat manusia dengan rapi
supaya dapat melahirkan orang yang berilmu, baik tingkah laku dan dapat
mengekalkan nilai-nilai budaya dikalangan masyarakat.[1]
Dalam pendidikan Islam, dikenal kata ta’lim,
tarbiyah dan ta’dib yang merujuk kepada pendidikan.
Kata ‘tarbiyah’ adalah kata yang sering digunakan dalam dunia akdemik
dan ilmiah dalam suatu pendidikan. Ini adalah karena perkataan ‘tarbiyah’ menurut
sarjana pendidikan Islam berasal dari “rabb” yang menunjuk kepada Allah
SWT sebagai pendidik umat manusia. Menurut Marimba, pendidikan Islam adalah
bimbingan atau pimpinan secara sadar si pendidik terhadap perkembangan jasmani dan
rohani si terdidik menuju terbentuknya kepribadian yang utama menurut
ukuran-ukuran Islam. Muhammad Quthb memberi pengertian pendidikan Islam,
sebagaimana yang dikutip oleh Abdullah Idi, sebagai usaha untuk melakukan
pendekatan yang menyeluruh terhadap wujud manusia, baik dari segi jasmani
maupun rohani, baik dari kehidupan fisik maupun mentalnya, dalam melaksanakan
kegiatannya di muka bumi ini.
Untuk dapat melakukan proses pendidikan
Islam dengan efektif dan efisien diperlukan media pendidikan Islam. Tanpa
menggunakan kurikulum, metode, media, dan evalusai, maka pendidikan Islam tidak
akan berhasil sepenuhnya.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Hakikat
Kurikulum Pendidikan Agama Islam?
2. Bagaimana Hakikat Metode Pendidikan Agama Islam?
3. Bagaimana Hakikat Media Pendidikan Agama Islam?
4. Bagaimana Hakikat Evaluasi Pendidikan Agama Islam?
C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui Hakikat
Kurikulum Pendidikan Agama Islam
5. Agar mengetahui Hakikat Metode Pendidikan Agama Islam
6. Dapat mengetahui Hakikat Media Pendidikan Agama Islam
7. Untuk mengatahui Hakikat Evaluasi Pendidikan Agama
Islam
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Hakikat Kurikulum Pendidikan Islam
1. Pengertian Kurikulum Pendidikan Islam
Secara etimologi kurikulum berasal dari
bahasa Yunani, curir yang artinya pelari dan curure yang berarti jarak yang
harus ditempuh oleh pelari. Istilah ini pada mulanya digunakan dalam dunia
olahraga yang berarti a little racecourse (suatu jarak yang harus ditempuh
dalam pertandingan olahraga). Sementara pendapat lain mengemukakan bahwa
kurikulum merupakan sebuah arena pertandingan tempat pelajar bertanding untuk
menguasai pelajaran guna mencapai gelar. Berdasarkan pada istilah ini, maka
dalam konteks pendidikan kurikulum dapat diartikan sebagai circe of instruction
yakni suatu lingkungan pengajaran dimana guru dan peserta didik terlibat di
dalamnya.[2]
Dengan demikian dapat dinyatakan bahwa
kurikulum sebagai produk (hasil pengembangan kurikulum), kurikulum sebagai
program (alat yang dilakukan sekolah untuk mencapai tujuan), dan kurikulum
sebagai hal-hal yang diharapkan akan dipelajari oleh peserta didik (meliputi
pengetahuan, sikap dan ketrampilan tertentu).
Kurikulum menurut Ali Muhammad al-Khawli
adalah seperangakat perencanaan dan media untuk mengantar lembaga pendidikan
dalam mewujudkan tujuan pendidikan yang diinginkan. Sedangkan menurut Muhammad
Omar Muhammad al Thoumy al Syaibany, kurikulum pendidikan Islam dikenal dengan
istilah manhaj yang berarti jalan terang yang dilalui oleh pendidik bersama
anak didiknya untuk mengembangkan pengetahuan, ketrampilan dan sikap mereka.[3]
Kurikulum dapat juga diartikan menurut
fungsinya :
a. Kurikulum sebagai program studi;
kurikulum sebagai perangkat mata pelajaran yang mampu dipelajari oleh peserta
didik.
b. Kurikulum sebagai konten;
kurikulum adalah sebagai data atau informasi yang tertera dalam buku-buku kelas
tanpa dilengkapi dengan data atau informasi lain yang memungkinkan timbulnya
belajar.
c. Kurikulum sebagai kegiatan
terencana; kurikulum adalah merupakan kegiatan yang direncanakan tentang
hal-hal yang akan diajarkan dan dengan cara bagaimana hal itu dapat diajarkan
dengan berhasil.
d. Kurikulum sebagai hasil
belajar;kurikulum sebagai seperangkat tujuan yang utuh untuk memperoleh suatu
hasil tertentu tanpa menspesifikasi atau menjelaskan secara terperinci
cara-cara yang dituju untuk memperoleh hasil tersebut, atau seperangkat hasil
belajar yang direncanakan dan diinginkan.
e. Kurikulum sebagai reproduksi
cultural; kurikulum sebagai transfer dan refleksi butuir-butir kebudayaan
masyarakat, agar dimiliki dan dipahami anak-anak generasi muda masyarakat
tersebut.
f. Kurikulum sebagai pengalaman
belajar; kurikulum sebagai keseluruhan pengalaman belajar yang direncanakan di
bawah pimpinan sekolah.
g. Kurikulum sebagai produksi;
kurikulum sebagai seperangkat tugas yang harus dilakukan untuk mencapai hasil
yang ditetapkan terlebih dahulu.
Kurikulum juga bisa diartikan sebagai sejumlah pengalaman pendidikan, kebudayaan, sosial, olahraga dan kecakapan yang disediakan oleh sekolah bagi murid-muridnya dengan maksud untuk menolongnya berkembang secara menyeluruh dalam segala segi dalam mengubah tingkah laku mereka sesuai dengan tujuan pendidikan.
Kurikulum juga bisa diartikan sebagai sejumlah pengalaman pendidikan, kebudayaan, sosial, olahraga dan kecakapan yang disediakan oleh sekolah bagi murid-muridnya dengan maksud untuk menolongnya berkembang secara menyeluruh dalam segala segi dalam mengubah tingkah laku mereka sesuai dengan tujuan pendidikan.
Adapun secara terminologis, kurikulum adalah
a plan for learning yang disiapkan dan direncanakan oleh para ahli pendidikan
untuk pelajaran anak didik baik berlangsung di dalam kelas maupun di luar
kelas.
Adapun ciri-ciri kurikulum pendidikan Islam adalah
sebagai berikut:
a. Menonjolkan tujuan agama dan
akhlak pada berbagai tujuan, kandungan, metode dan tehniknya yang bercorak
agama.
b. Memperhatikan dan membimbing
segala pribadi peserta didik baik dari sisi intelektual, psikologis, sosial
maupun spiritualnya.
c. Memperhatikan keseimbangan
berbagai aspek ilmu pengetahuan.
d. Kurikulum yang disusun selalu
disesuaikan denganb bakat dan minat peserta didik.
e. Bersifat dinamis dan fleksibel
yakni sanggup menerima perkembangan dan perubahan apabila dipandang perlu.
2. Asas
Kurikulum Pendidikan Islam
Suatu kurikulum tak terkecuali kurikulum
pendidikan Islam harus mengandung beberapa unsur utama, seperti tujuan, isi
mata pelajaran, metode mengajar dan penilaian.Kesemua unsur tersebut harus
tersusun dan mengacu pada sumber kekuatan yang menjadi landasan dalam
pembentukannya. Sumber kekuatan tersebut dikatakan sebagai asas-asas pembentuk
kurikulum pendidikan.
Muhammad al Thoumy al Syaibany mengemukakan
asas-asas pembentuk kurikulum sebagai berikut:
a. Asas religius/agama
Kurikulum pendidikan Islam yang
diterapkan berdasarkan nilai-nilai ilahiyah sehingga dengan adanya dasar ini
kurikulum diharapkan dapat menolong peserta didik untuk membina iman yang kuat,
teguh terhadap ajaran agama, berakhlak mulia dan melengkapinya dengan ilmu yang
bermanfaat di dunia dan akhirat. Sebagaimana sabda Nabi Muhammad SAW yang artinya
“sesungguhnya aku telah meninggalkan untuk kamu, yang jika kamu berpegang teguh
kepadanya, maka kamu tidak akan tersesat selama-lamanya yaitu kitabullah dan
sunnah nabi-Nya” (HR. Hakim).
b. Asas Falsafah
Asas ini memberikan arah tujuan
pendidikan Islam. Dengan dasar filosofis maka kurikulum akan mengandung suatu
kebenaran terutama kebenaran di bidang nilai-nilai sebagai pandangan
hidup yang diyakini sebagai suatu kebenaran.
c. Asas Psikologis
Asas ini mempertimbangkan tahapan
kejiwaan peserta didik, yang berkaitan dengan perkembangan jasmaniah,
intelektual, bahasa, emosi dan lain-lain, sehingga dengan landasan ini
kurikulum bisa memberikan peluang belajar bagi anak-anak dan bagaimana belajar
itu berlangsung, serta dalam keadaan bagaimana anak itu bisa memberikan hasil
yang sebaik-baiknya.
d. Asas Sosiologis
Kurikulum diharapkan turut serta
dalam proses kemasyarakatan terhadap peserta didik, penyesuaian mereka dengan
lingkungannya, pengetahuan dan kemahiran yang akan menambah produktifitas dan
keikutsertaan mereka dalam membina umat dan bangsanya.
Selanjutnya perlu ditekankan bahwa satu asas dengan asas lainnya merupakan suatu kesatuan yang integral sehingga dapat membentuk kurikulum pendidikan Islam yang terpadu, yaitu kurikulum yang relevan dengan kebutuhan pengembangan anak didik dalam unsur ketauhidan, keagamaan, pengembangan pribadinya sebagai individu dan pengembangannya dalam kehidupan sosial.
Selanjutnya perlu ditekankan bahwa satu asas dengan asas lainnya merupakan suatu kesatuan yang integral sehingga dapat membentuk kurikulum pendidikan Islam yang terpadu, yaitu kurikulum yang relevan dengan kebutuhan pengembangan anak didik dalam unsur ketauhidan, keagamaan, pengembangan pribadinya sebagai individu dan pengembangannya dalam kehidupan sosial.
3. Prinsip-Prinsip
Kurikulum Pendidikan Islam
Pada tingkat dasar, penyusunan struktur
kurikulum sedapat mungkin bersifat mendasar, umum, terpadu, dan merata bagi
semua anak didik yang mengikutinya.[4]
Untuk menentukan isi kurikulum pendidikan Islam dibutuhkan syarat yang perlu
diajukan dalam perumusannya, yaitu:
a. Materi yang tersusun tidak
menyalahi fitrah manusia.
b. Adanya Relevansi Dengan Tujuan
Pendidikan Islam.
c. Sesuaikan dengan tingkat
perkembangan dan usia peserta didik.
d. Perlunya membawa anak didik kepada
objek empiris, praktik langsung, dan mempunyai fungsi pragmatis. Sehingga
mereka mempunyai ketrampilan- ketrampilan yang riil.
e. Penyusunan kurikulum yang bersifat
integral, terorganisir dan terlepas dari segala kontradiksi antara materi satu
dengan materi yang lain.
f. Materi yang disusun mempunyai
relevansi dengan masalah- masalah yang mutakhir, yang sedang dibicarakan dan relevan
dengan tujuan negara setempat.
g. Adanya metode yang mampu
menghantar tercapainya materi pelajaran dengan memperhatikan perbedaan masing-
masing individu.
h. Materi yang disusun mempunyai
relevansi dengan tingkat perkembangan peserta didik.
i.
Memperhatikan aspek - aspek sosial.
j.
Materi yang disusun mempunyai pengaruh
positif terhadap peserta didik.
k. Memperhatikan kepuasan pembawaan
fitrah, seperti memberikan waktu istirahat dan refresing untuk menikmati suatu
kesenian.
l.
Adanya ilmu alat untuk mempelajari ilmu- ilmu
lain.
Adapun mengenai penyusunan kurikulum pendidikan Islam sendiri harus menganut prinsip-prinsip berikut:
Adapun mengenai penyusunan kurikulum pendidikan Islam sendiri harus menganut prinsip-prinsip berikut:
1) Kurikulum pendidikan Islam harus
memiliki pertautan sempurna dengan agama. Oleh karena itu, setiap hal yang
berkaitan dengan kurikulum, termasuk filsafat, tujuan, kandungan, metode
pembelajaran serta hubungan-hubungan yang berlaku dalam lembaga pendidikan
Islam haruslah berdasarkan pada agama dan akhlak Islam serta terisi dengan jiwa
ajaran Islam. Prinsip ini harus tetap dijaga bukan hanya terhadap ilmu syariat
melainkan pada segala hal yang terkandung dalam kurikulum termasuk ilmu akal
dan segala macam kegiatan dan pengalaman.
2) Menyeluruh pada tujuan-tujuan
kurikulum yang meliputi segala aspek pribadi peserta didik. Oleh karena itu
apabila segala tujuan harus meliputi harus meliputi segala kepribadian peserta
didik, maka segala kandungannya harus meliputi segala yang berguna untuk
membina pribadi peserta didik.
3) Keseimbangan relatif antara tujuan
dan kandungan kurikulum. Jika kurikulum memberi perhatian besar kepada
perkembangan spiritual dan ilmu-ilmu syariat, maka aspek spiritual itu tidak
boleh melampaui aspek penting yang lain dalam kehidupan.
4) Kurikulum berkaitan dengan bakat,
minat, kemampuan dan kebutuhan peserta didik. Bahkan tidak hanya itu, kurikulum
pendidikan Islam juga berhubungan dengan alam sekitar, fisik dan sosial di mana
peserta didik hidup dan berinteraksi untuk memperoleh pengetahuan, kemahiran,
pengalaman dan sikapnya.
5) Pemeliharaan perbedaan individu
diantara para peserta didik dalam bakat, minat, kemampuan, kebutuhan dan segala
masalahnya. Di samping itu juga menjaga perbedaan jenis kelamin, karena semua
itu dapat membuahkan kesesuaian kurikulum dengan segala hal yang dibutuhkan
peserta didik.
6) Menerima perkembangan dan
perubahan sesuai dengan perkembangan zaman dan tempat. Islam menjadi sumber
falsafah, prinsip-prinsip dan dasar kurikulum. Oleh karena itu yang berperan
dalam pengembangan dan merubah kurikulum pendidikan Islam ini adalah semua umat
Islam, jika dipandang adanya kemaslahatan bagi masyarakat apabila perubahan
dilakukan.
7) Berkaitan dengan berbagai mata
pelajaran dengan pengalaman-pengalaman dan aktifitas yang terkandung dalam
kurikulum. Kurikulum pendidikan Islam sangat tidak setuju terhadap kurikulum
yang tidak tersusun mata pelajaran dan pengalamannya.
B.
Hakikat Metode Pendidikan Islam
1.
Pengertian Metode
Kata
metode berasal dari bahasa Yunani. Secara etimologi, kata metode berasal dari
dua suku perkataan, yaitu meta dan hodos. Meta
berarti melalui dan hodos jalan atau cara.
Menurut
Ahmad Husein, metode adalah : “langkah-langkah yang diambil seorang pendidik
guna membantu peserta didik merealisasikan tujuan tertentu”. Dalam bahasa Arab,
metode dikenal dengan istilah thariqah yang berarti
langkah-langkah strategis yang harus dipersiapkan untuk melakukan suatu
pekerjaan. Bila dihubungkan dengan pendidikan, maka langkah tersebut harus
diwujudkan dalam bentuk proses pendidikan dalam rangka pembentukan kepribadian
peserta didik. Dengan demikian dapat dipahami bahwa metode merupakan cara yang
harus dilalui untuk mencapai suatu tujuan.
2.
Dasar Metode Pendidikan Islam
Dalam
penerapannya, metode pendidikan Islam menyangkut permasalahan individual atau
sosial peserta didik dan pendidik sendiri. Untuk itu, dalam menggunakan metode
seorang pendidik harus memperhatikan dasar-dasar umum metode pendidikan Islam.
Sebab metode pendidikan merupakan sarana atau jalan menuju tujuan pendidikan,
sehingga segala jalan yang ditempuh oleh seorang pendidik haruslah mengacu pada
dasar-dasar metode pendidikan tersebut. Dalam hal ini tidak terlepas dari unsur
agamis dan biologis.
a. Dasar Agamis
Pelaksanaan dasar
metode pendidikan Islam dalam prakteknya merupakan interaksi antara pendidik
dan peserta didik dalam sebuah proses pembelajaran. Dalam hal ini, agama
merupakan salah satu dasar metode pendidikan dan pengajaran oleh pendidik. Al-Qur’an
dan Al-Hadits tidak bisa terlepas dari pelaksanan metode pendidikan Islam.
Dari uraian diatas
dapat dikatakan bahwa metode pendidikan Islam berdasarkan pada agama. Sementara
agama Islam merujuk pada sumbernya, yaitu Al-Qur’an dan Al-Hadits.
b. Dasar Biologis
Perkembangan biologis
manusia mempunyai pengaruh dalam perkembangan intelektualnya. Semakin dinamis
perkembangan biologis seseorang maka dengan sendirinya makin meningkat pula
daya intelektualnya. Dalam memberikan pendidikan dan pengajaran dalam
pendidikan Islam, seorang pendidik harus memperhatikan perkembangan peserta
didik.
3.
Prinsip Metode Pendidikan Islam
Dalam
penggunaannya, metode pendidikan Islam perlu memperhatikan prinsip-prinsip yang
mampu memberikan pengarahan dan petunjuk tentang pelaksanaan metode tersebut.
Diantara prinsip-prinsip dalam memilih metode pendidikan adalah:[5]
a. Prinsip Kemudahan
Menggunakan sebuah
cara yang memberikan kemudahan bagi peserta didik untuk menerapkan ilmu
pengetahuan dan keterampilan sekaligus mengidentifikasikan dirinya dengan
nilai-nilai ilmu pengetahuan dan keterampilan.
b. Prinsip Berkesinambungan
Dalam menggunakan
metode pendidikan, seorang pendidik perlu memperhatikan kesinambungan
pelaksanaan pemberian materi. Jangan hanya karena mengejar kurikulum pendidik
menggunakan metode yang meloncat-loncat yang pada gilirannya akan memberikan
pengaruh yang negatif pada peserta didik, karena peserta didik merasa dibohongi
oleh pendidik.
c. Fleksibel dan Dinamis
Metode pendidikan
Islam harus digunakan dengan prinsip fleksibel dan dinamis. Sebab, dengan
kelenturan dan kedinamisan metode tersebut, pemakai metode tidak hanya monoton
dengan satu metode saja.
C.
Hakikat Alat/Media Pendidikan Islam
1.
Pengertian Alat/ Media
Dari
beberapa literatur, tidak terdapat perbedaan pengertian antara alat dan media
pendidikan, Zakiah Darajat menyebutkan pengertian alat pendidikan sama dengan
media pendidikan sebagai sarana pendidikan.[6]
Terminologi
alat berarti barang sesuatu yang dipakai untuk mencapai suatu maksud. Sedangkan
media berasal dari bahasa latin dan bentuk jamak dari medium yang secara
harfiah berarti perantara atau pengantar.
Dalam
hal ini batasan makna media pendidikan dirumuskan pada beberapa batasan.
Diantaranya, Gegne menyebutkan bahwa media adalah berbagai jenis komponen dalam
lingkungan siswa yang dapat merangsang peserta didik untuk belajar.
Sementara
Brigs mendefinisikan media sebagai salah satu bentuk alat fisik yang dapat
menyajikan pesan yang dapat merangsang siswa untuk belajar. Dari dua definisi
mengacu pada penggunaan alat yang berupa benda untuk membantu proses
penyampaian pesan.
2.
Jenis Alat/Media Pendidikan Islam
Adapun
Sutari Imam Barnadib mengemukakan bahwa alat pendidikan ialah tindakan atau
perbuatan atau situasi atau benda yang dengan sengaja diadakan untuk mencapai
tujuan pendidikan.
Alat
pendidikan ternyata mencangkup pengertian yang luas. Yang termasuk didalamnya
berupa benda, seperti kelas, perlengkapan belajar dan yang sejenisnya. Alat ini
disebut juga dengan alat peraga. Sedangkan yang merupakan alat bukan benda
ialah dapat berupa situasi pergaulan, bimbingan perintah, ganjaran teguran,
anjuran serta tugas ancaman maupun hukuman.
Media
pendidikan/alat pendidikan yang bersifat non materi memiliki sifat yang abstrak
dan hanya dapat diwujudkan melalui perbuatan dan tingkah laku seorang pendidik
terhadap anak didiknya. Diantara media dan sumber belajar yang termasuk kedalam
katagori ini adalah : keteladanan, perintah, tingkah laku, ganjaran dan
hukuman.[7]
a. Keteladanan
Pada umumnya manusia
memerlukan figur identifikasi yang dapat membimbing manusia kearah kebenaran.
Untuk memenuhi keinginan tersebut itu Allah mengutus nabi Muhammad SAW menjadi
suri tauladan bagi segenap manusia dan wajib diikuti oleh umatnya. Untuk
menjadi sosok yang ditauladani, Allah SWT memerintahkan manusia termasuk
pendidik selaku khalifah fi al-ardh mengerjakan
perintah Allah SWT dan Rasulnya sebelum mengajarkannya kepada orang yang akan
dipimpin.
b. Perintah dan Larangan
Seorang muslim diberi
oleh Allah SWT tugas dan tanggungjawab melaksanakan “amar ma’ruf
nahi munkar”. Amar ma’ruf nahi munkar merupakan
alat/media dalam pendidikan. Perintah adalah suatu keharusan untuk berbuat atau
melaksanakan sesuatu.
Suatu perintah akan
mudah ditaati oleh peserta didik jika pendidik sendiri menaati
peraturan-peraturan, atau apa yang dilakukan sipendidik sudah dimiliki atau
menjadi pedoman pula bagi hidup si pendidik.
Sementara larangan
dikeluarkan apabila si peserta didik melakukan sesuatu yang tidak baik atau
membahayakan dirinya. Larangan sebenarnya sama dengan perintah. Kalau perintah
merupakan suatu keharusan untuk berbuat sesuatu yang bermanfaat, maka larangan
adalah keharusan untuk tidak melakukan sesuatu yang merugikan.
c. Ganjaran
Maksud ganjaran dalam
konteks ini adalah memberikan sesuatu yang menyenangkan (penghargaan) dan
dijadikan sebuah hadiah bagi peserta didik yang berprestasi, baik dalam belajar
maupun sikap perilaku. Pendidik dalam pendidikan Islam yang tidak memberikan
ganjaran kepada peserta didik yang telah memperoleh prestasi sebagai hasil
belajar, maka dapat diartikan secara implisit bahwa pendidik belum memanfaatkan
alat pengajaran seoptimalnya.
d. Hukuman
Selain ganjaran,
hukuman juga merupakan alat/media pendidkan. Dalam Islam hukuman disebut
dengan iqab. Abdurahman an-nahkawi menyebutkan
bahwa tahrib yang berarti ancaman atau
intimidasi melalui hukuman karena melakukan sesuatu yang dilarang.
Sejak dahulu, hukuman
dianggap sebagai alat/media yang istimewa kedudukannya, sehingga hukuman itu
diterapkan tidak hanya dibidang pengadilan raja, tetapi juga diterapkan pada
semua bidang, termasuk bidang pendidikan.[8]
D.
Hakikat Evaluasi Pendidikan Islam
1.
Pengertian Evaluasi Pendidikan
Menurut bahasa kata evaluasi
berasal dari bahasa Inggris “evalution” yang berarti penilaian atau penafsiran. Sedangkan menurut pengertian istilah
evaluasi merupakan kegiatan yang terencana untuk mengetahui keadaan sesuatu
obyek dengan menggunakan instrumen dan hasilnya dibandingkan dengan tolak ukur
untuk memperoleh kesimpulan.
Ada beberapa pendapat
menurut para tokoh definisi mengenai evaluasi:
1. Bloom
Evaluasi yaitu:
pengumpulan kegiatan secara sistematis untuk menetapkan apakah dalam
kegiatannya terjadi perubahan dalam diri siswa, menetapkan sejauh mana tingkat
perubahan dalam diri pribadi siswa.
2. Stuffle Beam
Evaluasi adalah proses menggambarkan,
memperoleh, dan menyajikan informasi yang berguna untuk menilai alternatif
keputusan.
3. Cronbach
Didalam bukunya Designing Evalutor Of Education and Social Program,
telah memberikan uraian tentang prinsip-prinsip dasar evaluasi antara lain :
a.
Evaluasi program pendidikan
merupakan kegiatan yang dapat membantu pemerintah dalam mencapai tujuannya.
b.
Evaluasi seyogyanya tidak
memberikan jawaban terhadap suatu pertanyaan khusus. Bukanlah tugas evaluator
memberikan rekomendasi tentang kemanfaatan suatu program dan dilanjutkan atau
tidak. Evaluator tidak dapat memberikan pertimbangan kepada pihak lain, seperti
halnya seorang pembimbing tidak dapat memilihkan karier seorang murid. Tugas
evaluator hanya memberikan alternatif.
c.
Evaluasi merupakan suatu
proses terus menerus, sehingga didalam proses didalamnya memungkinkan untuk
merevisi apabila dirasakan ada suatu kesalahan-kesalahan.[9]
Hakikat evaluasi pendidikan
Islam dapat diartikan pula dengan penilaian pendidikan, yakni kegiatan menilai
yang terjadi dalam aktifitas pendidikan. evaluasi itu semacam pengukuran karena
dalam evaluasi digunakan alat ukur tertentu. Evaluasi digunakan mengetahui
keberhasilan anak didik dalam mengikuti mata pelajaran tertentu, baik yang
sifatnya teoritis, metodologis, materi ataupun sutansinya, yang dievaluasi
adalah tiga ranah dalam tujuan pendidikan, yakni evaluasi pada ranah kognitif,
afektif, dan psikomotorik.[10]
2.
Manfaat Evaluasi Pendidikan
Manfaat
evaluasi bagi para pendidik adalah dapat diketahuinya tingkat keberhasilan anak
didik dalam pendidikan, diketahuinya kelebihan dan kekurangan anak didik dalam
pelajaran tertentu. Para pendidik dapat melakukan intropeksi terhadap materi dan
metode pembelajaran yang diterakan dalam kelas, demikian pula dengan anak didik
dapat mengetahui kelemahannya dalam mengetahui mata pelajaran tertentu sehingga
ia akan melakukan uasaha untuk meningkatkan prestasi belajarnya.
Bagi
lembaga pendidikan, manfaat evaluasi adalah sebagai berikut:
1.
Diketahui
perbedaan kemampuan anak didik dalam mengikuti mata pelajaran tertentu
bergantung pada dua kemungkinan, yaitu para pendidik yang bukan ahlinya di
bidang yang bersangkutan, misalnya sarjana bahasa Indonesia ditugasi mengajar
matematika atau sebaliknya.
2.
Para
pendidik dapat melakukan perubahan metode pembelajaran sehingga memudahkan anak
didik memahami materi yang disampaikan.
3.
Perubahan
kurikulum dapat dilakukan apabila dipandang terlampau tinggi bagi anak didik kelas
tertentu atau terlampau rendah
4.
Perubahan metode evaluasi
Dengan empat manfaat di atas,
hakikat evaluasi adalah pengukuran dan penilaian yang berlaku bagi semua unsure
pendidikan. evaluasi bukan hanya untuk anak didik, melainkan untuk lembaga pendidikan,
para pendidik, kurikulum, tujuan pendidikan dan visi- misi yang dicanangkan
oleh dunia pendidikan.
Keberhasilan atau kegagalan anak didik
dalam prestasi belajar, dipengaruhi oleh beberapa hal yang mendasar, di
antaranya:
1.
Para pendidik menggunakan
metode yang monoton ketika menyampaikan materi di dalam proses pembelajaran .
2.
Para anak didik kurang
menyukai mata pelajaran yang disampaikan.
3.
Para anak didik kurang
mrnyukai pengajarnya.
4.
Tidak ada pemberitahuan
sebelumnya akan dilakukan evaluasi.
5.
Soal-soal yang diujikan belum
dipahami atau sama sekali belum disampaikan oleh pendidik.
6.
Lingkungan kelas belum
akomodatif, misalnya pengap, bising, dan panas.
7.
Kondisi anak didik yang sdang
sakit.
8.
Tidak ada buku rujukan yang
ditetapkan sebagai buku pegangan.
9.
Factor eksternal yang
berpengaruh kepada siswa.
10.
Pengawasan ketika
berlangsungnya ujian kelas memberikan pengaruh kepada tingkat keberhasilan anak
didik.
Evaluasi pendidikan Islam bukan hanya ditujukan pada evaluasi dalam arti
prestasi akademik anak didik. Evaluasi pendidikan islam ditujukan pula kepada
evaluasi kehidupan anak didik dalam hubungannya denagn Allah(Hablun
minallah)dan sesama manusia(Hablun minannas) pun diuji, Karena
nilai yang diharapkan oleh pendidikan islam adalah kekuatan anak didik dalam menghadapi
ujian dari Allah SWT.
Dengan
demikian, dari semua uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa tujuan utama dari
pendidikan islam, yaitu membentuk pribadi anak didik yang beriman, bertaqwa,
cerdas, berakhlaq mulia, kuat menghadapi evaluasi sekolah dan evaluasi Tuhan
atas dirinya. Jika berhasil dalam prestasi akademik, anak didik diharapkan brhasil dalam
prestasi kehidupan religiusnya.[11]
3.
Tujuan Evaluasi Pendidikan Islam
Pendidikan Islam bertugas untuk membentuk al-Insan al-Kamil atau manusia
paripurna. Karena itu evaluasi pendidikan Islam, hendaknya diarahkan pada dua
dimensi, yaitu: dimensi dialektikal horizontal dan dimensi ketundukan vertikal.
Tujuan evaluasi pendidikan adalah mengetahui kadar pemahaman anak didik
terhadap materi pelajaran, melatih keberanian dan mengajak anak didik untuk
mengingat kembali materi yang telah diberikan. Selain itu, program evaluasi
bertujuan mengetahui siapa di antara peserta didik yang cerdas dan yang lemah,
sehingga naik tingkat, kelas maupun tamat. Tujuan evaluasi bukan anak didik
saja, tetapi bertujuan mengevaluasi pendidik, yaitu sejauh mana pendidik
bersungguh-sungguh dalam menjalankan tugasnya untuk mencapai tujuan pendidikan
Islam.
Dalam pendidikan Islam, tujuan evaluasi ditekankan pada penguasaan sikap,
keterampilan dan pengetahuan-pemahaman yang berorientasi pada pencapaian
al-insan al-kamil. Penekanan ini bertujuan untuk mengetahui kemampuan peserta
didik yang secara garis besar meliputi empat hal, yaitu:
a.
Sikap dan pengalaman terhadap
hubungan pribadinya dengan Tuhannya;
b.
Sikap dan pengalaman terhadap
arti hubungan dirinya dengan masyarakat;
c.
Sikap dan pengalaman terhadap
arti hubungan kehidupannya dengan alam sekitar;
d.
Sikap dan pandangan terhadap dirinya sendiri selaku
hamba Allah Swt., anggota masyarakat serta khalifah-Nya.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Kurikulum sebagai produk (hasil pengembangan kurikulum),
kurikulum sebagai program (alat yang dilakukan sekolah untuk mencapai tujuan),
dan kurikulum sebagai hal-hal yang diharapkan akan dipelajari oleh peserta
didik (meliputi pengetahuan, sikap dan ketrampilan tertentu).
Pengertian hakikat
metode Pendidikan Islam adalah jalan untuk menanamkan pengetahuan agama
pada diri seseorang sehingga terlihat dalam pribadi obyek sasaran, yaitu pribadi
islami. Selain itu metode dapat pula membawa arti sabagai cara untuk memahami,
menggali dan mengembangkan ajaran Islam hingga terus berkembang sesuai dengan
perkembangan zaman.
Landasan metode
PendidikanIslam: dasar agamis, biologis, psikologis dan sosiologis.
Evaluasi menurut bahasa kata evaluasi berasal
dari bahasa Inggris “evalution” yang berarti penilaian atau penafsiran.
Sedangkan menurut pengertian istilah evaluasi merupakan kegiatan yang terencana
untuk mengetahui keadaan sesuatu obyek dengan menggunakan instrumen dan
hasilnya dibandingkan dengan tolak ukur untuk memperoleh kesimpulan.
DAFTAR PUSTAKA
Arifin
HM, Ilmu Pendidikan Islam; Suatu Tinjauan Teoritis dan Praktis, Jakarta:
Bumi Aksara, 1991
Arsyad, Azhar, Media Pembelajaran, Jakarta:
Raja Grafindo Persada, 2004
Asnawir
dan M. Basyiruddin Usman, Media Pembelajaran, Jakarta:
Ciputat Pers, 2002
Asnawir dan M. Basyiruddin
Usman, Media Pembelajaran, Jakarta: Ciputat Pers, 2002
Azra,
Azyumardi, Esei-Esei Intelektual Muslim dan Pendidikan Islam, Jakarta:
Logos Wacana Ilmu, 1998
Darajat, Zakiah, Ilmu Pendidikan
Islam, Jakarta: Bumi Aksara, 1984
Fatkhurrohman,
Pupuh, dan M.Sobry Sutikno, Strategi Belajar Mengajar:Strategi
Mewujudkan Pembelajaran Bermakna Melalui Penanaman Konsep Umum & Konsep
Islami, Bandung: PT Refika Aditama, 2007
Hasan
Basri, Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta: Pustaka Setia, 2009
Imam Barnadib, Filsafat
Pendidikan, Sistem dan Metode, Yogyakarta : Yayasan Penerbitan IKIP
Yogyakarta , 1990
Ramayulis, Ilmu
Pendidikan Islam, Jakarta : Kalam Mulia, 2008
Syahminan
Zaini dan Muhaimin, Belajar Sebagai Sarana Pengembangan Fitrah
Manusia,Jakarta: Kalam Mulia, 1991
[2] Imam Barnadib, Filsafat Pendidikan, Sistem dan Metode,
(Yogyakarta : Yayasan Penerbitan IKIP Yogyakarta , 1990).hal. 54
[3] Fatkhurrohman,
Pupuh, dan M.Sobry Sutikno, Strategi Belajar Mengajar:Strategi Mewujudkan
Pembelajaran Bermakna Melalui Penanaman Konsep Umum & Konsep Islami, (Bandung:
PT Refika Aditama, 2007). hal. 57
[8] Azra,
Azyumardi, Esei-Esei Intelektual Muslim dan Pendidikan Islam, (Jakarta:
Logos Wacana Ilmu, 1998), hal. 88-89
[9] Arifin
HM, Ilmu Pendidikan Islam; Suatu Tinjauan Teoritis dan Praktis, (Jakarta:
Bumi Aksara, 1991), hal. 239-240
[10] Syahminan
Zaini dan Muhaimin, Belajar Sebagai Sarana Pengembangan Fitrah
Manusia,(Jakarta: Kalam Mulia, 1991), hal. 59-64.
0 Response to "KONSEP TENTANG HAKIKAT KURIKULUM, METODE, MEDIA DAN EVALUASI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM"
Posting Komentar