ILMU HADIS RIWAYAH DAN ILMU HADIS DIROYAH


MAKALAH
ILMU HADIS RIWAYAH DAN ILMU HADIS DIROYAH

Makalah Ini Disusun Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas
Mata Kuliah Ulumul Hadits

Dosen Pengampu:  Choirul Salim, M.H



Disusun Oleh:
Dicky Anggar Restu (1802092012)



Jurusan : Hukum Ekonomi Syariah (HESy)
Fakultas : Syariah




INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) METRO
1440 H/ 2019 M




KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum, Wr.Wb

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan Rahmat, Taufik, serta Hidayah-Nya kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas ini dengan baik dan sesuai dengan waktu yang telah ditentukan.
Penyelesaian tugas ini tentunya penulis telah banyak mendapat bantuan dan arahan dari berbagai pihak, maka pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan banyak terimakasih kepada Dosen Pengampu dan seluruh rekan-rekan yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan tugas ini.
Penulis menyadari dalam penyusunan tugas ini masih banyak kekeliruan dan kesalahan, maka besar harapan penulis agar kiranya semua pihak dapat memberikan kritik dan saran yang bersifat membangun untuk perbaikan tugas penulis kedepannya.
Demikian yang dapat penulis sampaikan, semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca umumnya dan bagi penulis khusunya. Amin.

Wassalamu’alaikum, Wr.Wb


Metro, 08 Maret 2019
Penulis,


Dicky Angga Restu




DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL........................................................................................        i
KATA PENGANTAR.....................................................................................       ii
DAFTAR ISI....................................................................................................      iii

BAB I PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang.................................................................................       1
B.     Rumusan Masalah.............................................................................       1
C.     Tujuan Penulisan...............................................................................       1

BAB II PEMBAHASAN
A.    Pengertian,objek, tujuan dan manfaat ilmu hadits riwayah..............       2
B.     Pengertian, objek, tujuan dan manfaat ilmu hadits dirayah.............       7
C.     Perbedaan antara ilmu hadits riwayah dan dirayah..........................       8
D.    Cabang-cabang ilmu hadits riwayah dan dirayah.............................       9

BAB III PENUTUP
A.    Kesimpulan.......................................................................................     12

DAFTAR PUSTAKA





BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Mempelajari proses belajar mengajar hadits merupakan ilmu  pengetahuan yang penting dalan kehidupan kita, karena hadits merupakan sumber hukum kedua setelah Al-Quran. Hadits merupakan ilmu pengetahuan yang membicarakan cara-cara  persambungan hadits sehingga sampai kepada Rasulullah SAW., dari segi hal ihwal para  perawinya, yang menyangkut kedabitan dan keadilannya dan dari segi  bersambung dan terputusnya  sanad  dan sebagainya.
Dari sisi keilmuan  atau ilmu yang berkaitan dengan hadits banyak ragamnya, secara garis besar terbagi dalam dua bagian yaitu ilmu hadist riwayah, dan ilmu hadist dirayah,

B.     Rumusan Masalah
1.      Bagaimana pengertian,objek, tujuan dan manfaat ilmu hadits riwayah ?
2.      Bagaimana pengertian, objek, tujuan dan manfaat ilmu hadits dirayah?
3.      Bagaimana perbedaan antara ilmu hadits riwayah dan dirayah ?
4.      Apa saja cabang-cabang ilmu hadits riwayah dan dirayah?

C.    Manfaat Penulisan
1.      Untuk Mengetahui pengertian,objek, tujuan dan manfaat ilmu hadits riwayah
2.      Untuk Mengetahui pengertian, objek, tujuan dan manfaat ilmu hadits dirayah
3.      Dapat Mengetahui perbedaan antara ilmu hadits riwayah dan dirayah
4.      Agar Mengetahui cabang-cabang ilmu hadits riwayah dan dirayah



BAB II
PMBAHASAN

A.    Pengertian, Objek, Tujuan Dan Manfaat Ilmu Hadits Riwayah
1.      Pengertian Hadist Riwayah.
‘Ajjaj al-Khatib memberikan definisi ilmu hadiis Riwayah yang artinya “ ilmu yang mebahas segala hal yang disandarkan pada Nabi SAW baik berupa perkataan, perbuatan, ketetapan serta sifat-sifat jasmaniah maupun akhlaqiah.[1]
Berdasarkan definisi tersebut, maka obyek ilmu hadits riwayah adalah cara menerima (al-tahammul), menyampaikan kepada orang lain (al-ada’) segala sesuatu yang berkitan dengan perkataan, perbuatan, ketetapan dan sifat-sifat yang melekat pada Nabi Muhammad SAW. Oleh karena itu, adapun manfaat utama dari ilmu ini adalah untuk menjaga pelaksanaan sunnah serta untuk menghindarkan dari kesalahan terhadap apa yang dinukilkan darai Rosulullah sehingga dapat meneladani Nabi dengan akurat.[2] Sehingga  yang dimaksud obyek ilmu hadits riwayah, adalah segala sesuatu yang membicarakan tentang seperti apa cara untuk menerima, menyampaikan terhadap orang lain, dan memindahkan atau membukukan dalam suatu kitab hadits. Dalam penyampaian dan pembukuan hadits dan dituliskan apa adanya, baik dari segi matan maupun sanadnya.
Akan tetapi, ilmu hadits riwayah ini memang sudah ada sejak periode Rasulullah SAW, yang bersamaan dengan dimulainya periwayatan hadits tersebut. Sebagaimana diketahui, para sahabat yang berupaya mendapatkannya dengan menghadiri majelis Rasulullah SAW serta mendengar dan menyimak nasihat atau pesan yang di sampaikan Nabi SAW. Dan  kehadirannya sebagai sumber pokok ajaran islam pun masih dipersoalkan, hl tersebut berkaitan dengan matan, perawi, dan sanadnya, sehingga menjadi boleh atau tidaknya hadits tersebut untuk dijadikan hujjah. Dan perbadaan pemahaman dari para sahabat shingga mengakibatkan periwayatan yang berbeda pula. sehingga hal inilah yang diperselisihkan para ulama tentang kehujjahannya. Sehingga melahirkan dua hadits Riwayah, yaitu Hadits Riwayah bil-lafdzi dan hadits riwayah bil-ma’na:
a.       Hadits Riwayah Bil-Lafdzi
Meriwayatkan hadits dengan lafadz adalah meriwayatkan hadits sesuai dengan lafadz yang mereka terima dari Nabi saw dan mereka hafal benar lafadz dari Nabi tersebut. Atau dengan kata lain meriwayatkan dengan lafadz yang masih asli dari Nabi saw. Riwayat hadits dengan lafadz ini sebenarnya tidak ada persoalan, karena sahabat menerima langsung dari Nabi baik melalui perkataan maupun perbuatan, dan pada saat itu sahabat langsung menulis atau menghafalnya.[3]
Berikut adalah contoh hadits yang memakai lafadz-lafadz yaitu:
1)      Saya mendengar Rasulullah saw
Contonya: ” Dari Al-Mughirah ra., ia berkata: Aku mendengar Rasulullah saw. bersabda: “Sesungguhnya dusta atas namaku itu tidak seperti dusta atas nama orang lain, dan barang siapa dusta atas namaku dengan sengaja, maka hendaknya ia menempati tempat duduknya di neraka.” (HR. Muslim dan lain-lainnya)
2)      Menceritakan kepadaku rasulullah Saw
Telah bercerita kepadaku Malik dari Ibnu Syihab dari Humaidi bin Abdur Rahman dari Abi Hurairah bahwa Rasulullah saw bersabda: “Siapa yang beramadhan dengan iman dan mengharap pahala, dihapus doasa-dosanya yang telah lalu.”
3)      aku melihat Rasulullah Saw berbuat
Dari Abbas bin Rabi’ ra., ia berkata: Aku melihat Umar bin Khaththab ra., mencium Hajar Aswad dan ia berkata: “Sesungguhnya benar-benar aku tahu bahwa engkau itu sebuah batu yang tidak memberi mudharat dan tidak (pula) memberi manfaat. Seandainya aku tidak melihat Rasulullah saw. menciummu, aku (pun) tak akan menciummu.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Berarti jika kita lihat dari beberapa indikasi tersebut dapat dikatakan bahwa para sahabat langsung bertemu dengan Rasulullah SAW dalam periwayatannya, sehingga para ulama menetapkan suatu hadits yang diterima dengan cara tersebut menjadi hujjah dan tidak ada khilaf.
b.      Hadits Riwayah Bil-Ma’na
Meriwayatkan hadits dengan makna adalah meriwayatkan hadits dengan maknanya saja sedangkan redaksinya disusun sendiri oleh orang yang meriwayatkan. Atau dengan kata lain apa yang diucapkan oleh Rasulullah hanya dipahami maksudnya saja, lalu disampaikan oleh para sahabat dengan lafadz atau susunan redaksi mereka sendiri. Hal ini dikarenakan para sahabat tidak sama daya ingatannya, ada yang kuat dan ada pula yang lemah. Di samping itu kemungkinan masanya sudah lama, sehingga yang masih ingat hanya maksudnya sementara apa yang diucapkan Nabi sudah tidak diingatnya lagi.[4]
Meriwayatkan hadits secara makna ini hanya diperbolehkan ketikahadits-hadits belum terbukukan. Adapun hadits-hadits yang sudah terkumpuldan dibukukan dalam kitab-kitab tertentu (seperti sekarang), tidakdiperbolehkan merubahnya dengan lafadz/matan yang lain meskipun maknanya tetap.
Berikut adalah contoh Hadits Bil-Ma,na:
1)      Ada seorang wanita datang mengahadap Nabi saw, yang bermaksud menyerahkan dirinya (untuk dikawin) kepada beliau. Tiba-tiba ada seorang laki-laki berkata: Ya Rasulullah, nikahkanlah wanita tersebut kepadaku, sedangkan laki-laki tersebut tidak memiliki sesuatu untuk dijadikan sebagai maharnya selain dia hafal sebagian ayat-ayat Al-Qur’an. Maka Nabi saw berkata kepada laki-laki tersebut: Aku nikahkan engkau kepada wanita tersebut dengan mahar (mas kawin) berupa mengajarkan ayat Al-Qur’an.
Dalam satu riwayat disebutkan: (Aku kawinkan engkau kepada wanita tersebut dengan mahar berupa (mengajarkan) ayat-ayat Al-Qur’an). Dalam riwayat lain disebutkan: (Aku kawinkan engkau kepada wanita tersebut atas dasar mahar berupa (mengajarkan) ayat-ayat Al-Qur’an). Dan dalam riwayat lain disebutkan: (Aku jadikan wanita tersebut milik engkau dengan mahar berupa (mengajarkan) ayat-ayat Al-Qur’a).(Al-Hadits)
Sementara hukum meriwayatkan hadits manawi adalah sebagai berikut:
1)        Tidak diperbolehkan, pendapat segolongan ahli hadits, ahli fiqh dan ushuliyyin.
2)        Diperbolehkan, dengan syarat yang diriwayatkan itu bukan hadits marfu’.
3)        Diperbolehkan, baik hadits itu marfu’ atau bukan asal diyakini bahwa hadits itu tidak menyalahi lafadz yang didengar, dalam arti pengertian dan maksud hadits itu dapat mencakup dan tidak menyalahi.
4)        Diperbolehkan, bagi para perawi yang tidak ingat lagi lafadz asli yang ia dengar, kalau masih ingat maka tidak diperbolehkan menggantinya.
5)        Ada pendapat yang mengatakan bahwa hadits itu yang terpenting adalah isi, maksud kandungan dan pengertiannya, masalah lafadz tidak jadi persoalan. Jadi diperbolehkan mengganti lafadz dengan murodifnya.
6)        Jika hadits itu tidak mengenai masalah ibadah atau yang diibadati, umpamanya hadits mengenai ilmu dan sebagainya, maka diperbolehkan dengan catatan: Hanya pada periode sahabat, dan bukan hadits yang sudah didewankan atau di bukukan
7)        Tidak pada lafadz yang diibadati, umpamanya tentang lafadz tasyahud dan qunut.[5]

2.      Objek Kajian
Objek kajian Ilmu Hadits Riwayah adalah diri Nabi saw. baik dari segi perkataan, perbuatan, maupun persetujuan beliau yang diriwayatkan secara teliti dan berhati-hati, tanpa harus membicarakan shahih atau tidaknya. Oleh karena itu  ilmu hadits riwayah mempelajari periwayatan yang mengakumulasi apa, siapa dan dari siapa berita itu diriwayatkan tanpa mempersyaratkan shahih atau tidaknya suatu periwayatan.
Dengan kata lain yang menjadi objek kajian Ilmu Hadits Dirayah yaitu :
a.       Cara periwayatan dari satu rawi ke rawi lain,
b.      Cara pemeliharaan Hadits, yaitu dalam bentuk penghafalan, penulisan, dan pembukuannya.
Sehingga Ilmu yang mempelajari shahih atau tidaknya suatu periwayatan bukanlah Ilmu Hadits Riwayah.

3.      Tujuan Dan Manfaat
Adapun Tujuan dan faedah dari mempelajari ilmu hadits riwayah ini adalah:[6]
a)     Memelihara hadits secara berhati-hati dari segala kesalahan dan kekurangan dalam periwayatan;
b)     Memelihara kemurnian Syariah Islamiyah karena sunnah atau hadits adalah sumber hokum Islam;
c)     Menyebarluaskan sunnah kepada seluruh umat Islam sehingga sunnah dapat diterima oleh seluruh umat manusia.

B.     Pengertian, Objek, Tujuan dan Manfaat Ilmu Hadits Diroyah
1.      Pengertian Ilmu Hadits Dirayah
Menurut bahasa ilmu hadits diroyah berasal dari kata “Dara-Yadri-Daryan“ yang berarti pengetahuan. Maka dari itu ilmu hadits diroyah disebut sebagai pengetahuan tentang ilmu hadits.[7]
Menurut Ibnu al-Akfani yang dikutip oleh ‘ajjaj al-khatib mendefinisikan ilmu hadits dirayah sebagai “ ilmu untuk menegetahui hakekat periwayatannya, syarat-syarat, jenis-jenis, dan hukum-hukumnya serta untuk mengetahui keadaan para perawi dan syarat-syaratnya, macam-macam hadits yang diriwayatkan serta segala hal yang berhubungan dengannya”. Dari hal tersebut berarti yang dimaksud ilmu hadits dirayah adalah kumpulan kaedah dan tata aturan yang berfungsi membuka kebenaran sanad dan matan hadits.[8]
2.      Objek Ilmu Hadits Dirayah
Objek ilmu hadits dirayah adalah berupa sanad dan matan. Dari aspek sanad meliputi: keadaan personel para periwayat hadits, bersambung tidaknya sanad dan yang lainnya. Dari aspek matan meliputi: sahih tidaknya informasi yang ada dalam matan hadits.[9]
Adapun pembahasan tentang sanad yang meliputi:[10]
a.    Segi persambungan sanad (ittishal al-sanad), yaitu bahwa suatu rangkaian sanad Hadits haruslah bersambung mulai dari Sahabat sampai kepada periwayat terakhir yang menuliskan atau membukukan Hadits tersebut; oleh karyanya, tidak dibenarkan suatu rangkaian sanad tersebut yang terputus, tersembunyi tidak diketahui identitasnya atau tersamar.
b.   Segi keterpercayaan sanad (tsiqat al-sanad), yaitu bahwa setiap perawi yang terdapat di dalam sanad suatu Hadits harus memiliki sifat Hadits atau dhabith (kuat dan cermat hafalan atau dokumentasi Haditsnya).

Sedangkan Sedangkan pembahasan mengenai matan adalah meliputi segi keshahihan atau ke-dha’ifannya. Hal ini dapat terlihat melalui kesejalanannya dengan makna dan tujuan yang terkandung di dalam Al-Quran.
3.      Tujuan Dan Manfaat
Adapun tujuan dan manfaat mempelajari Ilmu hadits Dirayah yaaitu:
a.       Mengetahui pertumbuhan dan perkembangan hadits dari masa ke masa sejak masa Rasul SAW sampai sekarang.
b.      Dapat mengetahui tokoh-tokoh dan usaha-usaha yang telah mereka lakukan dalam mengumpulkan, memelihara dan meriwayatkan hadits.
c.       Mengetahui kaidah-kaidah yang dipergunakan oleh para Ulama dalam mengklasifikasikan hadits lebih lanjut.
d.      Dapat mengetahui istilah-istilah, nilai-nilai, dan kriteria-kriteria hadits sebagai pedoman dalam beristimbat.

C.    Perbedaan Antara Ilmu Hadits Riwayah Dan Dirayah
No
Aspek
Ilmu hadits Riwayah
Ilmu hadits Dirayah
1.
Obyek
Pribadi Nabi (perkataan, perbuatan, ketetapan dan sifat-sifat Nabi)
Keadaan sanad dan matan hadits
2.
Faedah
Menjaga pelaksanaan sunnah dan menghindari kesalahan penukilan hal-hal yang berkenaan dengan Nabi.
Mengetahui kaidah-kaidah yang digunakan para ulama hadits dalam mengklasifikasikan hadits Nabi
3.
Tujuan
Meneladani perilaku Nabi
Mengetahui hadits yang diterima dan ditolak

D.    Cabang-Cabang Ilmu Hadits Riwayah Dan Dirayah
Diantara cabang-cabang besar yang tumbuh dari imu hadits riwayah dan dirayah adalah:
1.      Ilmu Rijal al-Hadits
Ilmu ini membahas para perawinya, baik dari para sahabat, dari tabi’in maupun dari angkatan-angkatan sesudahnya. Hal yang terpenting dari ilmu ini adalah sejarh kehidupan para tokoh tersebut, meliputi masa lahir dan wafat mereka, negeri asal, negeri mana saja tokoh-tokoh itu mengembara dan dalam jangka berapa lama, kepada siapa saja mereka menyampaikan hadits. Yang disebut dengan ilmu tarikh atau tarikh al-Ruwat, bahkan ada yang menyebutnya tarikh al-Ruwat.
2.      Ilmu Jarh wa at –Ta’dil
Yaitu Ilmu yang menerangkan tentang hal cacat-cacat yang dihadapkan kepada para perawi dan tentang (memandang adil para perawi) dengan memakai kata-kata yang khusus dan tentang martabat-martabat kata-kata itu. Maksudnya al-Jarh (cacat) yaitu istilah yang digunakan untuk menunjukkan “sifat jelek” yang melekat pada periwayat hadis seperti, pelupa, pembohong, dan sebagainya. Apabila sifat itu dapat dikemukakan maka dikatakan bahwa periwayat tesebut cacat. Hadis yang dibawa oleh periwayat seperti ini ditolak, dan hadisnya di nilai lemah (dha`if).
Maksudnya al-Ta`dil (menilai adil kepada orang lain) yaitu istilah yang digunakan untuk menunjukkan sifat baik yang melekat pada periwayat, seperti, kuat hafalan, terpercaya, cermat, dan lain sebagainya. Orang yang mendapat penilaian seperti ini disebut `adil, sehingga hadis yang di bawanya dapat di terima sebagai dalil agama. Hadisnya dinilai shahih. Sesuai dengan fungsinya sebagai suber ajaran Islam, maka yang diambil adalah hadis shahih.
3.      Ilmu Fann al-Mubhamat
Yaitu ilmu untuk mengetahui nama orang-orang yang tidak disebut di dalam matan atau di dalam sanad. Misalnya perawi-perawi yang tidak tersebut namanya dalam shahih Bukhori diterangkan selengkapnya oleh  Ibnu Hajar Al `Asqollany dalam Hidayatus Sari Muqaddamah Fathul Bari.
4.      Ilmu Talfiq al-Hadits
Yaitu ilmu yang membahas Hadis-hadis secara lahiriah bertentangan, namun ada kemungkinan dapat diterima dengan syarat. Mungkin dengan cara membatasi kemutlakan atau keumumannya dan lainnya, yang bisa disebut sebagai ilmu Talfiq al-Hadits.
5.      Ilmu ‘Illal al-Hadits
Yaitu ilmu yang membahas tentang sebab-sebab tersembunyi yang dapat merusak keabsahan suatu Hadis. Misalnya memuttasilkan Hadis yang munqathi`, memarfu`kan Hadis yang mauquf, memasukkan suatu Hadis ke Hadis yang lain, dan sebagainya. Ilmu yang satu ini menentukan apakah suatu Hadis termasuk Hadis dla`if, bahkan mampu berperan amat penting yang dapat melemahkan suatu Hadis, sekalipun lahirnya Hadis tersebut seperti luput dari segala illat.
6.      Ilmu Gharib al-Hadits
Yaitu ilmu yang membahas dan menjelaskan Hadis Rasulullah SAW yang sukar di ketahui dan di pahami orang banyak karena telah berbaur dengan bahasa lisan atau bahasa Arab pasar. Atau ilmu yang menerangkan makna kalimat yang terdapat dalam matan hadis yang sukar diketahui maknanya dan yang kurang terpakai oleh umum.
7.      Ilmu Nasikh Wal Mansukh
Yaitu ilmu yang membahas Hadis-hadis yang bertentangan dan tidak mungkin di ambil jalan tengah. Hukum hadis yang satu menghapus (menasikh) hukum Hadis yang lain (mansukh). Yang datang dahulu disebut mansukh, dan yang muncul belakangan dinamakan nasikh. Nasikh inilah yang berlaku selanjutnya.
8.      Ilmu Asbabi Wurud al-Hadits
Yaitu ilmu yang menerangkan sebab-sebab Nabi menuturkan sabdanya dan masa-masanya Nabi menuturkan itu. Seperti di dalam Al Qur`an dikenal adalah Ilmu Asbab al-nuzul, di dalam Ilmu hadis ada Ilmu Asbab wurud al-Hadits. Terkadang ada hadis yang apabila tidak di ketahui sebab turunnya, akan menimbulkan dampak yang tidak baik ketika hendak di amalkan.
9.      Ilmu Mushtahalah Ahli Hadits
Yaitu ilmu yang menerangkan pengertian-pengertian (istilah-istilah yang di pakai oleh ahli-ahli Hadis.



BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Definisi dari ilmu hadits riwayah adalah ilmu yang mebahas segala hal yang disandarkan pada Nabi SAW baik berupa perkataan, perbuatan, ketetapan serta sifat-sifat jasmaniah maupun akhlaqiah.yang  Objek nya adalah diri Nabi saw. baik dari segi perkataan, perbuatan, maupun persetujuan beliau yang diriwayatkan secara teliti dan berhati-hati, tanpa harus membicarakan shahih atau tidaknya, dan bertujuan untuk memelihara hadits, memelihara kemurnian syariat islamiyah, dan memelihara sunnah.
Sedangkan definisi ilmu hadits dirayah adalah kumpulan kaidah dan tata aturan yang berfungsi membuka kebenaran sanad dan matan hadits. Yang objeknya dalah sanad dan matan hadits yang bertujuan untuk mengetahui pertumbuhan, tokoh-tokoh, dan kaidah-kaidah.
Dan cabang-cabang besar yang tumbuh dari ilmu hadits riwayah dan dirayah adalah: Ilmu Rijal al-Hadits, Ilmu Jarh wa at –Ta’dil, Ilmu Fann al-Mubhamat, Ilmu Talfiq al-Hadits,Ilmu ‘Illal al-Hadits, Ilmu Gharib al-Hadits, Ilmu Nasikh Wal Mansukh, Ilmu Asbabi Wurud al-Hadits, Ilmu Mushtahalah Ahli Hadits.




DAFTAR PUSTAKA

Abdul Majid Khon,Ulumul Hadis. Jakarta: AMZAH, 2010

Abdul Sattar, Ilmu Hadits, Semarang: Rasail Media Group. 2015

Ajjaj Al-Khatib , Ushul al-Hadis: ‘Ulumuhu wa mustalahuhu wa Mustalahuhu

Al-Qaththan, Syaikh manna. Pengantar Studi Ilmu Hadits, Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2005

Ash-Shiddieqy, Teungku Muhammad Hasby. Sejarah dan Pengantar Ilmu Hadits, Semarang: PT. Pustaka Rizki Putra, 2009

Daniel Juned, Ilmu Hadits, Jakarta: Penerbit Erlangga, 2010
 



[1] ‘Ajjaj Al-Khatib , Ushul al-Hadis: ‘Ulumuhu wa mustalahuhu wa Mustalahuhu. hal:7
[2] Abdul Sattar, Ilmu Hadits, (Semarang: Rasail Media Group. 2015),hal.236
[3] Al-Qaththan, Syaikh manna. Pengantar Studi Ilmu Hadits, (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2005),hal. 42
[4] Abdul Sattar, Ilmu Hadits, hal.236
[5] Daniel Juned, Ilmu Hadits, (Jakarta: Penerbit Erlangga, 2010),hal. 119
[6] Abdul Majid Khon,Ulumul Hadis. (Jakarta: AMZAH, 2010), hal.69-70
[7] Abdul Sattar, Ilmu Hadits, hal.237
[8] Ibid,.  
[9] Abdul Sattar, Ilmu Hadits, hal.238
[10]Ash-Shiddieqy, Teungku Muhammad Hasby. Sejarah dan Pengantar Ilmu Hadits, (Semarang: PT. Pustaka Rizki Putra, 2009), hal.113

Berlangganan update artikel terbaru via email:

0 Response to "ILMU HADIS RIWAYAH DAN ILMU HADIS DIROYAH"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel