ILMU HADIS RIWAYAH DAN ILMU HADIS DIROYAH
MAKALAH
ILMU HADIS RIWAYAH DAN ILMU HADIS
DIROYAH
Makalah Ini Disusun Untuk
Memenuhi Salah Satu Tugas
Mata Kuliah Ulumul Hadits
Dosen Pengampu: Choirul Salim, M.H
Disusun Oleh:
Dicky Anggar Restu (1802092012)
Jurusan : Hukum Ekonomi Syariah (HESy)
Fakultas : Syariah
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) METRO
1440 H/ 2019 M
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum, Wr.Wb
Puji syukur penulis panjatkan
kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan Rahmat, Taufik, serta Hidayah-Nya
kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas ini dengan baik dan
sesuai dengan waktu yang telah ditentukan.
Penyelesaian tugas ini tentunya
penulis telah banyak mendapat bantuan dan arahan dari berbagai pihak, maka pada
kesempatan ini penulis ingin mengucapkan banyak terimakasih kepada Dosen
Pengampu dan seluruh rekan-rekan yang telah membantu penulis dalam
menyelesaikan tugas ini.
Penulis menyadari dalam
penyusunan tugas ini masih banyak kekeliruan dan kesalahan, maka besar harapan
penulis agar kiranya semua pihak dapat memberikan kritik dan saran yang
bersifat membangun untuk perbaikan tugas penulis kedepannya.
Demikian yang dapat penulis
sampaikan, semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca umumnya dan bagi
penulis khusunya. Amin.
Wassalamu’alaikum, Wr.Wb
Metro, 08 Maret 2019
Penulis,
Dicky Angga Restu
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL........................................................................................ i
KATA PENGANTAR..................................................................................... ii
DAFTAR ISI.................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang................................................................................. 1
B.
Rumusan Masalah............................................................................. 1
C.
Tujuan Penulisan............................................................................... 1
BAB II PEMBAHASAN
A.
Pengertian,objek, tujuan dan manfaat ilmu hadits riwayah.............. 2
B.
Pengertian, objek, tujuan dan manfaat ilmu hadits dirayah............. 7
C.
Perbedaan antara ilmu hadits riwayah dan dirayah.......................... 8
D.
Cabang-cabang ilmu hadits riwayah dan dirayah............................. 9
BAB III PENUTUP
A.
Kesimpulan....................................................................................... 12
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Mempelajari proses belajar
mengajar hadits merupakan ilmu pengetahuan yang penting dalan kehidupan
kita, karena hadits merupakan sumber hukum kedua setelah Al-Quran. Hadits
merupakan ilmu pengetahuan yang membicarakan cara-cara persambungan
hadits sehingga sampai kepada Rasulullah SAW., dari segi hal ihwal para
perawinya, yang menyangkut kedabitan dan keadilannya dan dari segi
bersambung dan terputusnya sanad dan sebagainya.
Dari sisi keilmuan atau ilmu yang berkaitan dengan hadits banyak
ragamnya, secara garis besar terbagi dalam dua bagian yaitu ilmu hadist
riwayah, dan ilmu hadist dirayah,
B. Rumusan Masalah
1.
Bagaimana pengertian,objek, tujuan dan manfaat ilmu hadits riwayah ?
2.
Bagaimana pengertian, objek, tujuan dan manfaat ilmu hadits dirayah?
3.
Bagaimana perbedaan antara ilmu hadits riwayah dan dirayah ?
4.
Apa saja cabang-cabang ilmu hadits riwayah dan dirayah?
C.
Manfaat Penulisan
1.
Untuk Mengetahui pengertian,objek, tujuan dan manfaat ilmu hadits
riwayah
2.
Untuk Mengetahui pengertian, objek, tujuan dan manfaat ilmu hadits
dirayah
3.
Dapat Mengetahui perbedaan antara ilmu hadits riwayah dan dirayah
4.
Agar Mengetahui cabang-cabang ilmu hadits riwayah dan dirayah
BAB II
PMBAHASAN
A. Pengertian, Objek,
Tujuan Dan Manfaat Ilmu Hadits Riwayah
1.
Pengertian Hadist Riwayah.
‘Ajjaj al-Khatib
memberikan definisi ilmu hadiis Riwayah yang artinya “ ilmu yang mebahas segala
hal yang disandarkan pada Nabi SAW baik berupa perkataan, perbuatan, ketetapan
serta sifat-sifat jasmaniah maupun akhlaqiah.[1]
Berdasarkan definisi
tersebut, maka obyek ilmu hadits riwayah adalah cara menerima (al-tahammul), menyampaikan
kepada orang lain (al-ada’) segala sesuatu yang berkitan dengan perkataan,
perbuatan, ketetapan dan sifat-sifat yang melekat pada Nabi Muhammad SAW. Oleh
karena itu, adapun manfaat utama dari ilmu ini adalah untuk menjaga pelaksanaan
sunnah serta untuk menghindarkan dari kesalahan terhadap apa yang dinukilkan
darai Rosulullah sehingga dapat meneladani Nabi dengan akurat.[2]
Sehingga yang dimaksud obyek ilmu hadits riwayah, adalah segala
sesuatu yang membicarakan tentang seperti apa cara untuk menerima, menyampaikan
terhadap orang lain, dan memindahkan atau membukukan dalam suatu kitab hadits.
Dalam penyampaian dan pembukuan hadits dan dituliskan apa adanya, baik dari
segi matan maupun sanadnya.
Akan tetapi, ilmu
hadits riwayah ini memang sudah ada sejak periode Rasulullah SAW, yang
bersamaan dengan dimulainya periwayatan hadits tersebut. Sebagaimana diketahui,
para sahabat yang berupaya mendapatkannya dengan menghadiri majelis Rasulullah
SAW serta mendengar dan menyimak nasihat atau pesan yang di sampaikan Nabi SAW.
Dan kehadirannya sebagai sumber pokok ajaran islam pun masih
dipersoalkan, hl tersebut berkaitan dengan matan, perawi, dan sanadnya,
sehingga menjadi boleh atau tidaknya hadits tersebut untuk dijadikan hujjah. Dan
perbadaan pemahaman dari para sahabat shingga mengakibatkan periwayatan yang
berbeda pula. sehingga hal inilah yang diperselisihkan para ulama tentang
kehujjahannya. Sehingga melahirkan dua hadits Riwayah, yaitu Hadits Riwayah
bil-lafdzi dan hadits riwayah bil-ma’na:
a.
Hadits Riwayah Bil-Lafdzi
Meriwayatkan
hadits dengan lafadz adalah meriwayatkan hadits sesuai dengan lafadz yang
mereka terima dari Nabi saw dan mereka hafal benar lafadz dari Nabi tersebut.
Atau dengan kata lain meriwayatkan dengan lafadz yang masih asli dari Nabi
saw. Riwayat hadits dengan lafadz ini sebenarnya tidak ada persoalan,
karena sahabat menerima langsung dari Nabi baik melalui perkataan maupun perbuatan,
dan pada saat itu sahabat langsung menulis atau menghafalnya.[3]
Berikut adalah
contoh hadits yang memakai lafadz-lafadz yaitu:
1)
Saya mendengar Rasulullah saw
Contonya: ” Dari Al-Mughirah ra., ia berkata: Aku mendengar Rasulullah
saw. bersabda: “Sesungguhnya dusta atas namaku itu tidak seperti dusta atas
nama orang lain, dan barang siapa dusta atas namaku dengan sengaja, maka
hendaknya ia menempati tempat duduknya di neraka.” (HR. Muslim dan
lain-lainnya)
2)
Menceritakan kepadaku rasulullah Saw
Telah bercerita kepadaku Malik dari Ibnu Syihab
dari Humaidi bin Abdur Rahman dari Abi Hurairah bahwa Rasulullah saw bersabda:
“Siapa yang beramadhan dengan iman dan mengharap pahala, dihapus doasa-dosanya
yang telah lalu.”
3)
aku melihat Rasulullah Saw berbuat
Dari Abbas bin Rabi’ ra., ia berkata: Aku
melihat Umar bin Khaththab ra., mencium Hajar Aswad dan ia berkata:
“Sesungguhnya benar-benar aku tahu bahwa engkau itu sebuah batu yang tidak
memberi mudharat dan tidak (pula) memberi manfaat. Seandainya aku tidak
melihat Rasulullah saw. menciummu, aku (pun) tak akan menciummu.” (HR. Bukhari
dan Muslim).
Berarti jika
kita lihat dari beberapa indikasi tersebut dapat dikatakan bahwa para sahabat
langsung bertemu dengan Rasulullah SAW dalam periwayatannya, sehingga para
ulama menetapkan suatu hadits yang diterima dengan cara tersebut menjadi hujjah
dan tidak ada khilaf.
b.
Hadits Riwayah Bil-Ma’na
Meriwayatkan
hadits dengan makna adalah meriwayatkan hadits dengan maknanya saja sedangkan
redaksinya disusun sendiri oleh orang yang meriwayatkan. Atau dengan kata lain
apa yang diucapkan oleh Rasulullah hanya dipahami maksudnya saja, lalu
disampaikan oleh para sahabat dengan lafadz atau susunan redaksi mereka
sendiri. Hal ini dikarenakan para sahabat tidak sama daya ingatannya, ada yang
kuat dan ada pula yang lemah. Di samping itu kemungkinan masanya sudah lama,
sehingga yang masih ingat hanya maksudnya sementara apa yang diucapkan Nabi
sudah tidak diingatnya lagi.[4]
Meriwayatkan
hadits secara makna ini hanya diperbolehkan ketikahadits-hadits belum
terbukukan. Adapun hadits-hadits yang sudah terkumpuldan dibukukan dalam
kitab-kitab tertentu (seperti sekarang), tidakdiperbolehkan merubahnya dengan
lafadz/matan yang lain meskipun maknanya tetap.
Berikut adalah
contoh Hadits Bil-Ma,na:
1)
Ada seorang wanita datang mengahadap Nabi saw,
yang bermaksud menyerahkan dirinya (untuk dikawin) kepada beliau.
Tiba-tiba ada seorang laki-laki berkata: Ya Rasulullah, nikahkanlah wanita
tersebut kepadaku, sedangkan laki-laki tersebut tidak memiliki sesuatu untuk
dijadikan sebagai maharnya selain dia hafal sebagian ayat-ayat Al-Qur’an. Maka
Nabi saw berkata kepada laki-laki tersebut: Aku nikahkan engkau kepada wanita
tersebut dengan mahar (mas kawin) berupa mengajarkan ayat Al-Qur’an.
Dalam satu riwayat disebutkan: (Aku kawinkan engkau kepada wanita tersebut
dengan mahar berupa (mengajarkan) ayat-ayat Al-Qur’an). Dalam riwayat lain
disebutkan: (Aku kawinkan engkau kepada wanita tersebut atas dasar mahar berupa
(mengajarkan) ayat-ayat Al-Qur’an). Dan dalam riwayat lain disebutkan:
(Aku jadikan wanita tersebut milik engkau dengan mahar berupa (mengajarkan)
ayat-ayat Al-Qur’a).(Al-Hadits)
Sementara hukum meriwayatkan hadits manawi adalah sebagai berikut:
1)
Tidak diperbolehkan, pendapat segolongan ahli hadits, ahli fiqh dan
ushuliyyin.
2)
Diperbolehkan, dengan syarat yang diriwayatkan itu bukan hadits marfu’.
3)
Diperbolehkan, baik hadits itu marfu’ atau bukan asal diyakini bahwa hadits
itu tidak menyalahi lafadz yang didengar, dalam arti pengertian dan maksud
hadits itu dapat mencakup dan tidak menyalahi.
4)
Diperbolehkan, bagi para perawi yang tidak ingat lagi lafadz asli yang ia
dengar, kalau masih ingat maka tidak diperbolehkan menggantinya.
5)
Ada pendapat yang mengatakan bahwa hadits itu yang terpenting adalah isi,
maksud kandungan dan pengertiannya, masalah lafadz tidak jadi persoalan. Jadi
diperbolehkan mengganti lafadz dengan murodifnya.
6)
Jika hadits itu tidak mengenai masalah ibadah atau yang diibadati,
umpamanya hadits mengenai ilmu dan sebagainya, maka diperbolehkan dengan
catatan: Hanya pada periode sahabat, dan bukan hadits yang sudah didewankan
atau di bukukan
7)
Tidak pada lafadz yang diibadati, umpamanya tentang lafadz tasyahud dan
qunut.[5]
2.
Objek Kajian
Objek kajian Ilmu
Hadits Riwayah adalah diri Nabi saw. baik dari segi perkataan,
perbuatan, maupun persetujuan beliau yang diriwayatkan secara teliti dan
berhati-hati, tanpa harus membicarakan shahih atau tidaknya. Oleh karena
itu ilmu hadits riwayah mempelajari periwayatan yang mengakumulasi
apa, siapa dan dari siapa berita itu diriwayatkan tanpa mempersyaratkan shahih
atau tidaknya suatu periwayatan.
Dengan kata lain yang
menjadi objek kajian Ilmu Hadits Dirayah yaitu :
a.
Cara periwayatan dari satu rawi ke rawi lain,
b.
Cara pemeliharaan Hadits, yaitu dalam bentuk penghafalan,
penulisan, dan pembukuannya.
Sehingga Ilmu yang
mempelajari shahih atau tidaknya suatu periwayatan bukanlah Ilmu Hadits
Riwayah.
3.
Tujuan Dan Manfaat
Adapun Tujuan dan
faedah dari mempelajari ilmu hadits riwayah ini adalah:[6]
a)
Memelihara hadits secara berhati-hati dari segala kesalahan dan kekurangan
dalam periwayatan;
b)
Memelihara kemurnian Syariah Islamiyah karena sunnah atau hadits adalah
sumber hokum Islam;
c)
Menyebarluaskan sunnah kepada seluruh umat Islam sehingga sunnah dapat
diterima oleh seluruh umat manusia.
B. Pengertian, Objek,
Tujuan dan Manfaat Ilmu Hadits Diroyah
1. Pengertian Ilmu
Hadits Dirayah
Menurut bahasa ilmu
hadits diroyah berasal dari kata “Dara-Yadri-Daryan“ yang berarti pengetahuan.
Maka dari itu ilmu hadits diroyah disebut sebagai pengetahuan tentang ilmu
hadits.[7]
Menurut Ibnu
al-Akfani yang dikutip oleh ‘ajjaj al-khatib mendefinisikan ilmu hadits dirayah
sebagai “ ilmu untuk menegetahui hakekat periwayatannya, syarat-syarat,
jenis-jenis, dan hukum-hukumnya serta untuk mengetahui keadaan para perawi dan
syarat-syaratnya, macam-macam hadits yang diriwayatkan serta segala hal yang
berhubungan dengannya”. Dari hal tersebut berarti yang dimaksud ilmu hadits
dirayah adalah kumpulan kaedah dan tata aturan yang berfungsi membuka kebenaran
sanad dan matan hadits.[8]
2.
Objek Ilmu Hadits Dirayah
Objek ilmu hadits
dirayah adalah berupa sanad dan matan. Dari aspek sanad meliputi: keadaan
personel para periwayat hadits, bersambung tidaknya sanad dan yang lainnya.
Dari aspek matan meliputi: sahih tidaknya informasi yang ada dalam matan
hadits.[9]
Adapun pembahasan
tentang sanad yang meliputi:[10]
a.
Segi persambungan sanad (ittishal al-sanad), yaitu bahwa suatu rangkaian
sanad Hadits haruslah bersambung mulai dari Sahabat sampai kepada periwayat
terakhir yang menuliskan atau membukukan Hadits tersebut; oleh karyanya, tidak
dibenarkan suatu rangkaian sanad tersebut yang terputus, tersembunyi tidak
diketahui identitasnya atau tersamar.
b.
Segi keterpercayaan sanad (tsiqat al-sanad), yaitu bahwa setiap perawi yang
terdapat di dalam sanad suatu Hadits harus memiliki sifat Hadits atau dhabith
(kuat dan cermat hafalan atau dokumentasi Haditsnya).
Sedangkan Sedangkan
pembahasan mengenai matan adalah meliputi segi keshahihan atau ke-dha’ifannya.
Hal ini dapat terlihat melalui kesejalanannya dengan makna dan tujuan yang
terkandung di dalam Al-Quran.
3.
Tujuan Dan Manfaat
Adapun tujuan dan manfaat mempelajari
Ilmu hadits Dirayah yaaitu:
a.
Mengetahui pertumbuhan dan perkembangan hadits dari masa ke masa sejak masa
Rasul SAW sampai sekarang.
b.
Dapat mengetahui tokoh-tokoh dan usaha-usaha yang telah mereka lakukan
dalam mengumpulkan, memelihara dan meriwayatkan hadits.
c.
Mengetahui kaidah-kaidah yang dipergunakan oleh para Ulama dalam
mengklasifikasikan hadits lebih lanjut.
d.
Dapat mengetahui istilah-istilah, nilai-nilai, dan kriteria-kriteria hadits
sebagai pedoman dalam beristimbat.
C. Perbedaan Antara Ilmu Hadits Riwayah Dan Dirayah
No
|
Aspek
|
Ilmu hadits Riwayah
|
Ilmu hadits Dirayah
|
1.
|
Obyek
|
Pribadi Nabi (perkataan, perbuatan, ketetapan dan
sifat-sifat Nabi)
|
Keadaan sanad dan matan hadits
|
2.
|
Faedah
|
Menjaga pelaksanaan sunnah dan menghindari kesalahan
penukilan hal-hal yang berkenaan dengan Nabi.
|
Mengetahui kaidah-kaidah yang digunakan para ulama
hadits dalam mengklasifikasikan hadits Nabi
|
3.
|
Tujuan
|
Meneladani perilaku Nabi
|
Mengetahui hadits yang diterima dan ditolak
|
D. Cabang-Cabang Ilmu
Hadits Riwayah Dan Dirayah
Diantara cabang-cabang besar yang
tumbuh dari imu hadits riwayah dan dirayah adalah:
1.
Ilmu Rijal al-Hadits
Ilmu ini membahas
para perawinya, baik dari para sahabat, dari tabi’in maupun dari
angkatan-angkatan sesudahnya. Hal yang terpenting dari ilmu ini adalah sejarh
kehidupan para tokoh tersebut, meliputi masa lahir dan wafat mereka, negeri
asal, negeri mana saja tokoh-tokoh itu mengembara dan dalam jangka berapa lama,
kepada siapa saja mereka menyampaikan hadits. Yang disebut dengan ilmu tarikh
atau tarikh al-Ruwat, bahkan ada yang menyebutnya tarikh al-Ruwat.
2.
Ilmu Jarh wa at –Ta’dil
Yaitu Ilmu yang menerangkan tentang hal cacat-cacat yang
dihadapkan kepada para perawi dan tentang (memandang adil para perawi)
dengan memakai kata-kata yang khusus dan tentang martabat-martabat kata-kata
itu. Maksudnya al-Jarh (cacat) yaitu istilah yang digunakan untuk menunjukkan
“sifat jelek” yang melekat pada periwayat hadis seperti, pelupa, pembohong, dan
sebagainya. Apabila sifat itu dapat dikemukakan maka dikatakan bahwa periwayat
tesebut cacat. Hadis yang dibawa oleh periwayat seperti ini ditolak, dan
hadisnya di nilai lemah (dha`if).
Maksudnya
al-Ta`dil (menilai adil kepada orang lain) yaitu istilah yang digunakan untuk
menunjukkan sifat baik yang melekat pada periwayat, seperti, kuat hafalan,
terpercaya, cermat, dan lain sebagainya. Orang yang mendapat penilaian seperti
ini disebut `adil, sehingga hadis yang di bawanya dapat di
terima sebagai dalil agama. Hadisnya dinilai shahih. Sesuai dengan fungsinya
sebagai suber ajaran Islam, maka yang diambil adalah hadis shahih.
3.
Ilmu Fann al-Mubhamat
Yaitu
ilmu untuk mengetahui nama orang-orang yang tidak disebut di dalam matan atau
di dalam sanad. Misalnya perawi-perawi yang tidak tersebut namanya dalam shahih
Bukhori diterangkan selengkapnya oleh Ibnu Hajar Al
`Asqollany dalam Hidayatus Sari Muqaddamah Fathul Bari.
4.
Ilmu Talfiq al-Hadits
Yaitu
ilmu yang membahas Hadis-hadis secara lahiriah bertentangan, namun ada
kemungkinan dapat diterima dengan syarat. Mungkin dengan cara membatasi
kemutlakan atau keumumannya dan lainnya, yang bisa disebut sebagai ilmu Talfiq
al-Hadits.
5.
Ilmu ‘Illal al-Hadits
Yaitu
ilmu yang membahas tentang sebab-sebab tersembunyi yang dapat merusak keabsahan
suatu Hadis. Misalnya memuttasilkan Hadis yang munqathi`, memarfu`kan
Hadis yang mauquf, memasukkan suatu Hadis ke Hadis yang lain,
dan sebagainya. Ilmu yang satu ini menentukan apakah suatu Hadis termasuk
Hadis dla`if, bahkan mampu berperan amat penting yang dapat
melemahkan suatu Hadis, sekalipun lahirnya Hadis tersebut seperti luput dari
segala illat.
6.
Ilmu Gharib al-Hadits
Yaitu
ilmu yang membahas dan menjelaskan Hadis Rasulullah SAW yang sukar di ketahui
dan di pahami orang banyak karena telah berbaur dengan bahasa lisan atau bahasa
Arab pasar. Atau ilmu yang menerangkan makna kalimat yang terdapat dalam matan
hadis yang sukar diketahui maknanya dan yang kurang terpakai oleh umum.
7.
Ilmu Nasikh Wal Mansukh
Yaitu
ilmu yang membahas Hadis-hadis yang bertentangan dan tidak mungkin di ambil
jalan tengah. Hukum hadis yang satu menghapus (menasikh) hukum Hadis
yang lain (mansukh). Yang datang dahulu disebut mansukh, dan
yang muncul belakangan dinamakan nasikh. Nasikh inilah yang
berlaku selanjutnya.
8.
Ilmu Asbabi Wurud al-Hadits
Yaitu
ilmu yang menerangkan sebab-sebab Nabi menuturkan sabdanya dan masa-masanya
Nabi menuturkan itu. Seperti di dalam Al Qur`an dikenal adalah Ilmu Asbab
al-nuzul, di dalam Ilmu hadis ada Ilmu Asbab wurud al-Hadits. Terkadang ada
hadis yang apabila tidak di ketahui sebab turunnya, akan menimbulkan dampak
yang tidak baik ketika hendak di amalkan.
9.
Ilmu Mushtahalah Ahli Hadits
Yaitu
ilmu yang menerangkan pengertian-pengertian (istilah-istilah yang di pakai oleh
ahli-ahli Hadis.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Definisi dari ilmu hadits riwayah adalah ilmu yang mebahas segala hal
yang disandarkan pada Nabi SAW baik berupa perkataan, perbuatan, ketetapan
serta sifat-sifat jasmaniah maupun akhlaqiah.yang Objek nya adalah
diri Nabi saw. baik dari segi perkataan, perbuatan, maupun persetujuan beliau
yang diriwayatkan secara teliti dan berhati-hati, tanpa harus membicarakan
shahih atau tidaknya, dan bertujuan untuk memelihara hadits, memelihara
kemurnian syariat islamiyah, dan memelihara sunnah.
Sedangkan definisi ilmu hadits dirayah adalah kumpulan kaidah dan tata
aturan yang berfungsi membuka kebenaran sanad dan matan hadits. Yang objeknya
dalah sanad dan matan hadits yang bertujuan untuk mengetahui pertumbuhan,
tokoh-tokoh, dan kaidah-kaidah.
Dan cabang-cabang besar yang tumbuh dari ilmu hadits riwayah dan dirayah
adalah: Ilmu Rijal al-Hadits, Ilmu Jarh wa at –Ta’dil, Ilmu Fann al-Mubhamat, Ilmu Talfiq al-Hadits,Ilmu
‘Illal al-Hadits, Ilmu Gharib al-Hadits, Ilmu Nasikh Wal Mansukh, Ilmu Asbabi
Wurud al-Hadits, Ilmu Mushtahalah Ahli Hadits.
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Majid Khon,Ulumul
Hadis. Jakarta: AMZAH, 2010
Abdul Sattar, Ilmu Hadits,
Semarang: Rasail Media Group. 2015
Ajjaj Al-Khatib , Ushul al-Hadis:
‘Ulumuhu wa mustalahuhu wa Mustalahuhu
Al-Qaththan, Syaikh manna. Pengantar
Studi Ilmu Hadits, Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2005
Ash-Shiddieqy, Teungku Muhammad
Hasby. Sejarah dan Pengantar Ilmu Hadits, Semarang: PT. Pustaka
Rizki Putra, 2009
Daniel Juned, Ilmu Hadits,
Jakarta: Penerbit Erlangga, 2010
[3] Al-Qaththan, Syaikh manna. Pengantar Studi Ilmu Hadits, (Jakarta:
Pustaka Al-Kautsar, 2005),hal. 42
[10]Ash-Shiddieqy, Teungku Muhammad Hasby. Sejarah dan Pengantar Ilmu
Hadits, (Semarang: PT. Pustaka Rizki Putra, 2009), hal.113
0 Response to "ILMU HADIS RIWAYAH DAN ILMU HADIS DIROYAH"
Posting Komentar