KEPANITERAAN PENGADILAN TINGGI TATA USAHA NEGARA
MAKALAH
KEPANITERAAN PENGADILAN TINGGI TATA USAHA NEGARA
(Kompetensi Peradilan, Tupoksi dan Organisasi
Kepaniteraan)
Makalah
Disusun Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah Kepaniteraan
Dosen
Pengampu: Nur Said, SHI.,M.Ag
Disusun
Oleh:
Kelas
A
Rizky
Rahmawati (1702030038)
Jurusan Ahwal Asy- Syakhsiyyah
Fakultas Syari`ah
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) METRO
1440 H/ 2019 M
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah
SWT yang telah melimpahkan rahmat, taufik, serta hidayah-Nya kepada penulis
sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas ini dengan baik dan sesuai waktu
yang telah ditentukan.
Penyusunan tugas ini tentunya penulis telah
banyak mendapat bantuan dan arahan dari berbagai pihak, maka pada kesempatan
ini penulis mengucapkan banyak terimakasih kepada Dosen Pengampu Bapak Nur Said, SHI.,M.Ag dan seluruh rekan-rekan yang telah membantu penulis dalam
menyelesaikan tugas ini.
Penulis menyadari dalam
penyusunan tugas ini masih banyak kesalahan dan kekeliruan, maka penulis sangat
mengharapkan kritik dan saran dari berbagai pihak yang bersifat membangun untuk
perbaikan tugas penulis kedepannya.
Demikian yang dapat penulis
sampaikan, penulis berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi para
pembaca umumnya dan bagi penulis khususnya. Amin.
Metro, 29 Maret 2019
Penulis,
Rizky Rahmawati (1702030038)
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL........................................................................................ i
KATA PENGANTAR..................................................................................... ii
DAFTAR ISI.................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang................................................................................. 1
B. Rumusan Masalah............................................................................. 2
C. Tujuan Penulisan............................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN
A. Kepaniteraan Pengadilan Tinggi
Tata Usaha Negara....................... 3
B. Kompetensi Peradilan....................................................................... 4
C. Tugas Pokok dan Fungsi Peradilan.................................................. 9
D. Organisasi Pengadilan...................................................................... 11
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan....................................................................................... 14
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................... 15
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Sebagai pelaksanaan Pasal 24 UUD 1945, dikeluarkanlah
Undang-undang Nomor 14 Tahun Tahun 1970 tentang Ketentuan Pokok Kekuasaan
Kehakiman. Dalam Pasal 10 ayat (1) disebutkan bahwa kekuasaan kehakiman
dilakukan oleh pengadilan dalam lingkungan:
1.
Peradilan Umum;
2.
Peradilan Agama;
3.
Peradilan Militer;
4.
Peradilan Tata Usaha Negara.
Dengan demikian penyelenggaraan peradilan tata usaha negara di
Indonesia merupakan suatu kehendak konstitusi dalam rangka memberikan
perlindungan hukum terhadap rakyat secara maksimal.
Indonesia sebagai negara hukum tengah berusaha meningkatkan
kesejahteraan bagi seluruh warganya dalam segala bidang. Kesejahteraan itu
hanya dapat dicapai dengan melakukan aktivitas-aktivitas pembangunan di segala
bidang. Dalam melaksanakan pembangunan yang multi kompleks sifatnya tidak dapat
dipungkiri bahwa aparatur pemerintah memainkan peranan yang sangat besar.
Konsekuensi negatif atas peran pemerintah tersebut adalah munculnya sejumlah
penyimpangan-penyimpangan seperti korupsi, penyalahgunaan kewenangan,
pelampauan batas kekuasaan, sewenang-wenang, pemborosan dan sebagainya.
Penyimpangan-penyimpangan yang dilakukan oleh aparat pemerintahan itu tidak
mungkin dibiarkan begitu saja. Disamping itu, juga diperlukan sarana hukum
untuk memberikan perlindungan hukum bagi rakyat.
Melihat betapa pentingnya peran Peradilan Tata Usaha negara dalam
menciptakan Negara Indonesi ayang adil dan sejahtera, pemakalah tertarik untuk
membahas lebih dalam mengenai Peradilan Tata Usaha Negara di Indonesia dengan
membuat makalah yang berjudul: “Peradilan Tata Usaha Negara.
B. Rumusan
Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan Kepaniteraan
Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara?
2. Bagaimana kompetensi pengadilan
tinggi tata usaha negara?
3. Apa Tugas pokok dan fungsi
pengadilan tinggi tata usaha negara?
4. Bagaimana organisasi pengadilan
tinggi tata usaha negara?
C. Tujuan
Penulisan
1. Untuk mengetahui Kepaniteraan
Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara
2. Dapat mengetahui kompetensi pengadilan
tinggi tata usaha negara
3. Agar Tugas pokok dan fungsi pengadilan
tinggi tata usaha negara
4. Untuk mengetahui organisasi pengadilan
tinggi tata usaha negara
BAB II
PEMBAHASAN
A. Kepaniteraan
Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara
Pengadilan Tata Usaha Negara
(PTUN) merupakan sebuah lembaga peradilan dilingkungan Peradilan Tata Usaha
Negara yang berkedudukan di ibukota kabupaten atau kota. Sebagai pengadilan
tingkat pertama, Pengadilan Tata Usaha Negara berfungsi untuk memeriksa,
memutuskan, menyelesaikan sengketa Tata Usaha Negara. Pengadilan Tata Usaha
Negara dibentuk melalui keputusan presiden dengan wilayah hukum meliputi
kabupaten atau kota. Susunan Pengadilan Tata Usaha Negara meliputi pimpinan
(Ketua PTUN dan Wakil ketua PTUN) Hakim anggota, Panitera dan sekertaris.
Berdasarlam Pasal 11 Undang-Undang
Nomor 9 Tahun 2004 Tentang Pengadilan Tata Usaha Negara diketahui bahwa susunan
pengadilan Tata Usaha Negara adalah pimpinan, hakim anggota, panitera, dan
sekretaris. Susunan tersebut sama halnya dengan susunan Pengadilan Tinggi Tata
Usaha Negara. Beda dengan susunan Pengadilan Negeri dan Pengadilan Agama, di
Pengadilan TUN tidak ada juru sita.[1]
1. Pimpinan
Berdasarkan Pasal 11 Undang-Undang
Nomor 9 Tahun 2004 pimpinan PTUN terdiri dari seorang ketua dan wakil ketua,
pada dasarnya ketentuan-ketentuan yang berlaku untuk ketua dan wakil ketua
adalah sama dengan Pengadilan-Pengadilan lain terutama Pengadilan Negeri.
Begitu pula dengan Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara. Mengenai pengangkatan
dan pemberhentian jabatan ketua dan wakil ketua, baik pengadilan TUN ataupun
Pengadilan Tinggi TUN berada di tangan Menteri Kehakiman berdasarkan
persetujuan Mahkamah Agung.
2. Hakim
Anggota
Secara umum ketentuan yang
berkaitan dengan hakim anggota pada Peradilan Tata Usaha Negara adalah sama
dengan Hakim Pengadilan Negeri. Begitu juga halnya dengan persyaratan
pengangkatan hakim tinggi dalam pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara, pada
pokoknya sama dengan persyaratan pengangkatan hakim tinggi yang ada di dalam
lingkungan peradilan umum.
3. Panitera
Pada umumnya susunan kepaniteraan
pengadilan TUN adalah sama dengan susunan kepaniteraan di dalam peradilan umum.
Sedangkan untuk Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara ketentuan umum mengenai
panitera Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara tidak jauh berbeda dengan
ketentuan umum panitera di pengadilan tinggi dalam lingkungan Peradilan Umum.
4. Sekretaris
Sama halnya dengan lingkungan
peradilan lain, sesuai dengan pasal 40 dan 41 undang-undang PTUN, disana
ditentukan bahwa jabatan sekretaris Pengadilan Tata Usaha Negara dan Pengadilan
Tinggi Tata Usaha Negara, dirangkap oleh panitera yang dalam melaksanakan
tugasnya dibantu oleh wakil sekretaris. Mengenai ketentuan umum lainnya tidak
jauh berbeda dengan peradilan umum.
B. Kompetensi
Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara
Kompetensi (kewenangan)
suatu badan pengadilan untuk mengadili suatu perkara dapat dibedakan atas
kompetensi relatif dan kompetensi absolut. Kompetensi relatif berhubungan dengan
kewenangan pengadilan untuk mengadili suatu perkara sesuai dengan wilayah hukumnya.
Sedangkan kompetensi absolut adalah kewenangan pengadilan untuk mengadili suatu
perkara menurut obyek, materi atau pokok sengketa.
1.
Kompetensi Relatif
Kompetensi relatif suatu badan pengadilan ditentukan oleh batas daerah
hukum yang menjadi kewenangannya. Suatu badan pengadilan dinyatakan berwenang
untuk memeriksa suatu sengketa apabila salah satu pihak sedang bersengketa
(Penggugat/Tergugat) berkediaman di salah satu daerah hukum yang menjadi
wilayah hukum pengadilan itu. Pengaturan kompetensi relatif peradilan tata
usaha negara terdapat dalam Pasal 6 dan Pasal 54 :
Pasal 6 UU No. 5 Tahun 1986 jo UU No. 9 Tahun 2004 menyatakan:
a.
Pengadilan Tata Usaha Negara
berkedudukan di ibukota Kabupaten/Kota, dan daerah hukumnya meliputi wilayah
Kabupaten/Kota.
b.
Pengadilan Tinggi Tata Usaha
Negara berkedudukan di ibukota Provinsi dan daerah hukumnya meliputi wilayah
Provinsi.
Untuk saat sekarang PTUN masih terbatas sebanyak 26 dan Pengadilan
Tinggi Tata Usaha Negara (PT.TUN) ada 4 yaitu PT.TUN Medan, Jakarta, Surabaya
dan Makasar di seluruh wilayah Indonesia, sehingga PTUN wilayah hukumnya
meliputi beberapa kabupaten dan kota. Seperti PTUN Medan wilayah hukumnya
meliputi wilayah provinsi Sumatera Utara dan PT.TUN wilayah hukumnya meliputi
provinsi-provinsi yang ada di Sumatera.
Adapun kompetensi yang berkaitan dengan tempat kedudukan atau tempat
kediaman para pihak, yakni pihak Penggugat dan Tergugat.
Dalam Pasal 54 UU No. 5 Tahun 1986 UU No. 9 Tahun 2004 diatur sebagai
berikut :
Gugatan sengketa tata usaha negara diajukan kepada Pengadilan yang
berwenang yang daerah hukumnya meliputi tempat kedudukan tergugat.
a.
Apabila Tergugat lebih dari
satu Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara dan berkedudukan tidak dalam satu
daerah hukum Pengadilan, gugatan diajukan kepada Pengadilan yang daerah
hukumnya meliputi tempat kedudukan salah satu Badan atau Pejabat Tata Usaha
Negara.
b.
Dalam hal tempat kedudukan
Tergugat tidak berada dalam daerah hukum Pengadilan tempat kediaman Penggugat,
maka gugatan dapat diajukan ke Pengadilan yang daerah hukumnya meliputi tempat
kediaman Penggugat untuk selanjutnya diteruskan kepada Pengadilan yang
bersangkutan.
c.
Dalam hal-hal tertentu sesuai
dengan sifat sengketa tata usaha negara yang bersangkutan yang diatur dengan
Peraturan Pemerintah, gugatan dapat diajukan kepada Pengadilan yang berwenang
yang daerah hukumnya meliputi tempat kediaman Penggugat.
d.
Apabila Penggugat dan Tergugat
berkedudukan atau berada di luar negeri, gugatan diajukan kepada Pengadilan di
Jakarta.
e.
Apabila Tergugat berkedudukan
di dalam negeri dan Penggugat di luar negeri, gugatan diajukan kepada
Pengadilan di tempat kedudukan Tergugat.
Dengan demikian gugatan pada prinsipnya diajukan ke pengadilan di tempat
tergugat dan hanya bersifat eksepsional di tempat penggugat diatur menurut
Peraturan Pemerintah. Hanya saja sampai sekarang Peraturan Pemerintah tersebut
belum ada.
2. Kompetensi Absolut
Kompetensi absolut berkaitan dengan kewenangan Peradilan Tata Usaha
Negara untuk mengadili suatu perkara menurut obyek, materi atau pokok sengketa.
Adapun yang menjadi obyek sengketa Tata Usaha Negara adalah Keputusan tata
usaha negara sebagaimana diatur dalam Pasal 1 angka 3 UU No. 5 Tahun 1986 UU
No. 9 Tahun 2004.
Kompetensi absolut PTUN adalah sengketa tata usaha negara yang timbul
dalam bidang Tata Usaha Negara antara orang atau Badan Hukum Perdata dengan
Badan atau Pejabat tata usaha negara, baik di pusat maupun di daerah, sebagai
akibat dikeluarkannya Keputusan tata usaha negara, termasuk sengketa
kepegawaian berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku (Pasal 1
angka 4 UU No. 5 Tahun 1986 jo UU No. 9 Tahun 2004).
Obyek sengketa Tata Usaha Negara adalah Keputusan tata usaha negara
sesuai Pasal 1 angka 3 dan Pasal 3 UU No. 5 Tahun 1986 UU No. 9 Tahun 2004. Namun
ini, ada pembatasan-pembatasan yang termuat dalam ketentuan Pasal-Pasal UU No.
5 Tahun 1986 UU No. 9 Tahun 2004 yaitu Pasal 2, Pasal 48, Pasal 49 dan Pasal
142.
Pembatasan ini dapat dibedakan menjadi : Pembatasan langsung,
pembatasasn tidak langsung dan pembatasan langsung bersifat sementara.
1. Pembatasan
Langsung
Pembatasan langsung adalah
pembatasan yang tidak memungkinkan sama sekali bagi PTUN untuk memeriksa dan
memutus sengketa tersebut. Pembatasan langsung ini terdapat dalam Penjelasan
Umum, Pasal 2 dan Pasal 49 UU No. 5 Tahun 1986. Berdasarkan Pasal 2 UU No. 5
Tahun 1986 UU No. 9 Tahun 2004 menentukan, bahwa tidak termasuk Keputusan tata
usaha negara menurut UU ini :
a.
Keputusan tata usaha negara
yang merupakan perbuatan hukum perdata.
b.
Keputusan tata usaha negara
yang merupakan pengaturan yang bersifat umum.
c.
Keputusan tata usaha negara
yang masih memerlukan persetujuan.
d.
Keputusan tata usaha negara
yang dikeluarkan berdasarkan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana atau Kitab
Undang-Undang Hukum Acara Pidana atau peraturan perundang-undangan lain yang
bersifat hukum pidana.
e.
Keputusan tata usaha negara
yang dikeluarkan atas dasar hasil pemeriksaan badan peradilan berdasarkan
ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
f.
Keputusan tata usaha negara
mengenai tata usaha Tentara Nasional Indonesia.
g.
Keputusan Komisi Pemilihan
Umum baik di pusat maupun di daerah, mengenai hasil pemilihan umum.
Pasal 49,
Pengadilan tidak berwenang memeriksa, memutus dan menyelesaikan sengketa tata
usaha negara tertentu dalam hal keputusan tata usaha negara yang disengketakan itu
dikeluarkan :
a.
Dalam waktu perang, keadaan
bahaya, keadaan bencana alam atau keadaan luar biasa yang membahayakan
berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
b.
Dalam keadaan mendesak untuk
kepentingan umum berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
2.
Pembatasan Tidak Langsung
Pembatasan tidak langsung
adalah pembatasan atas kompetensi absolut yang masih membuka kemungkinan bagi
PT.TUN untuk memeriksa dan memutus sengketa administrasi, dengan ketentuan
bahwa seluruh upaya administratif yang tersedia untuk itu telah ditempuh. Pembatasan
tidak langsung ini terdapat di dalam Pasal 48 UU No. 9 Tahun 2004 yang
menyebutkan:
a.
Dalam hal suatu Badan atau
Pejabat tata usaha negara diberi wewenang oleh atau berdasarkan peraturan
perundang-undangan untuk menyelesaikan secara administratif sengketa tata usaha
negara tersebut harus diselesaikan melalui upaya administratif yang tersedia.
b.
Pengadilan baru berwenang
memeriksa, memutus, dan menyelesaikan sengketa tata usaha negara sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) jika seluruh upaya adminisratif yang bersangkutan telah
digunakan.
3.
Pembatasan langsung bersifat
sementara
Pembatasan ini bersifat
langsung yang tidak ada kemungkinan sama sekali bagi PTUN untuk mengadilinya,
namun sifatnya sementara dan satu kali (einmalig). Terdapat dalam Bab VI
Ketentuan Peralihan Pasal 142 ayat (1) UU No. 5 Tahun 1986 yang secara langsung
mengatur masalah ini menentukan bahwa, “ Sengketa tata usaha negara yang pada
saat terbentuknya Pengadilan menurut UU ini belum diputus oleh Pengadilan
menurut UU ini belum diputus oleh Pengadilan di lingkungan Peradilan Umum tetap
diperiksa dan diputus oleh Pengadilan di lingkungan Peradilan Umum”.
C.
Tugas Pokok dan
Fungsi Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negera
Kepaniteraan Pengadilan Tinggi
Tata Usaha Negara
Kedudukan, Tugas, dan Fungsi
Pasal 216
(1)
Kepaniteraan Pengadilan Tinggi
Tata Usaha Negara adalah aparatur tata usaha negara yang dalam menjalankan
tugas dan fungsinya berada di bawah dan tanggung jawab Ketua Pengadilan Tinggi
Tata Usaha Negara.
(2)
Kepaniteraan Pengadilan Utama
dipimpin oleh Panitera.
Pasal 217
Kepaniteraan Pengadilan Tinggi
Tata Usaha Negara mempunyai tugas melaksanakan pemberian dukungan di bidang
teknis dan administrasi perkara serta menyelesaikan surat-surat yang berkaitan
dengan perkara.
Pasal 218
Dalam melaksanakan tugas
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 217, Kepaniteraan Pengadilan Tinggi Tata Usaha
Negara menyelenggarakan fungsi:
a.
Pelaksanaan koordinasi,
pembinaan dan pengawasan pelaksanaan tugas dalam pemberian dukungan di bidang
teknis;
b.
Pelaksananaan pengelolaan
administrasi perkara;
c.
Pelaksananaan pengelolaan
administrasi perkara, penyajian data perkara, dan transparansi perkara;
d.
pelaksanaan administrasi
keuangan dalam program teknis dan keuangan perkara yang ditetapkan berdasarkan
peraturan dan perundang-undangan, minutasi, evaluasi dan administrasi
Kepaniteraan;
e.
Pembinaan teknis kepaniteraan
dan kejurusitaan; dan
f.
Pelaksanaan fungsi lain yang
diberikan oleh Ketua Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara.[2]
1.
Tugas Pokok
Pengadilan Tata Usaha Negara bertugas
dan berwenang memeriksa, memutus, dan menyelesaikan perkara-perkara Tata Usaha
Negara di tingkat pertama, sebagaimana diatur dalam Undang-undang Nomor
51 tahun 2009 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 5 Tahun
1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara.[3]
a. Menerima, Memeriksa, Memutus dan Menyelesaikan Sengketa
Tata Usaha Negara (TUN) Pada Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta (PTUN
Jakarta), Dengan Berpedoman Pada Undang-Undang Nomor : 5 Tahun 1986 jo.
Undang-Undang Nomor : 9 Tahun 2004 jo. Undang-Undang Nomor : 51 Tahun
2009 dan Ketentuan dan Ketenuan Peraturan Perundang-undangan Lain yang Bersangkutan,
Serta Petunjuk-Petunjuk Dari Mahkamah Agung Republik Indonesia (Buku
Simplemen Buku I, Buku II, SEMA, PERMA, dll);
b. Meneruskan Sengketa-Sengketa Tata Usaha Negara (TUN) Ke
Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) dan Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara
(PT.TUN) yang Berwenang;
c. Peningkatan Kualitas dan Profesionalisme Hakim Pada
Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta (PTUN Jakarta), Seiring Peningkatan
Integritas Moral dan Karakter Sesuai Kode Etik dan Tri Prasetya Hakim
Indonesia, Guna Tercipta dan Dilahirkannya Putusan-Putusan yang Dapat
Dipertanggung jawabkan Menurut Hukum dan Keadilan, Serta Memenuhi Harapan Para
Pencari Keadilan (Justiciabelen);
d. Meningkatkan Kepercayaan Masyarakat Terhadap Lembaga
Peradilan Guna Meningkatan dan Memantapkan Martabat dan Wibawa Aparatur dan
Lembaga Peradilan, Sebagai Benteng Terakhir Tegaknya Hukum dan Keadilan, Sesuai
Tuntutan Undang-Undang Dasar 1945;
e. Memantapkan Pemahaman dan Pelaksanaan Tentang Organisasi
dan Tata Kerja Kepaniteraan Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta, Sesuai
Keputusan Ketua Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor : KMA/012/SK/III/1993,
tanggal 5 Maret 1993 Tentang Organisasi dan Tata Kerja Kepaniteraan Pengadilan
Tata Usaha Negara (PTUN) dan Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PT.TUN);
f. Membina Calon Hakim Dengan Memberikan Bekal Pengetahuan
Di Bidang Hukum dan Administrasi Peradilan Tata Usaha Negara (PTUN) Agar
Menjadi Hakim yang Profesional.[4]
2. Fungsi
Untuk
melaksanakan tugas pokok dan wewenang tersebut, Pengadilan Tata Usaha Negara
mempunyai fungsi sebagai berikut:
a.
Melakukan
Pembinaan Pejabat Struktural dan Fungsional Serta Pegawai Lainnya, Baik
Menyangkut Administrasi, Teknis, Yustisial Maupun Administrasi Umum;
b.
Melakukan
Pengawasan atas Pelaksanaan Tugas dan Tingkah Laku Hakim dan Pegawai Lainnya;
c.
Menyelenggarakan
Sebagian Kekuasaan Negara Dibidang Kehakiman.[5]
D.
Organisasi
Kepaniteraan Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara
Susunan Organisasi
Pasal 219
Kepaniteraan Pengadilan Tinggi
Tata Usaha Negara, terdiri atas:
a.
Panitera Muda Perkara;
b.
Panitera Muda Hukum.
Pasal 220
Panitera Muda Perkara
mempunyai tugas melaksanakan administrasi perkara di bidang tata usaha negara.
Pasal 221
Dalam melaksanakan tugas
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 220, Panitera Muda Perkara menyelenggarakan
fungsi:
a.
Pelaksanaan pemeriksaan
kelengkapan berkas perkara banding;
b.
Pelaksanaan registrasi perkara
banding;
c.
Pelaksanaan distribusi perkara
banding yang telah diregister untuk diteruskan kepada Ketua Majelis Hakim
berdasarkan Penetapan Penunjukkan Majelis Hakim dari Ketua Pengadilan Tinggi;
d.
Pelaksanaan penerimaan kembali
berkas perkara yang sudah diputus dan diminutasi;
e.
Pelaksanaan pengiriman salinan
putusan Pengadilan Tinggi beserta berkas perkara bendel A kepada pengadilan
pengaju;
f.
Pelaksanaan penyimpanan berkas
perkara yang belum mempunyai kekuatan hukum tetap;
g.
Pelaksanaan penyerahan berkas
perkara yang sudah mempunyai kekuatan hukum tetap ke Panitera Muda Hukum;
h.
Pelaksanaan urusan tata usaha
kepaniteraan; dan
i.
Pelaksanaan fungsi lain yang
diberikan oleh Panitera.
Pasal 222
Panitera Muda Hukum mempunyai
tugas melaksanakan pengumpulan, pengolahan dan penyajian data perkara serta
pelaporan.
Pasal 223
Dalam melaksanakan tugas
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 222, Panitera Muda Hukum menyelenggarakan
fungsi :
a.
Pelaksanaan pengumpulan, pengelolaan
dan penyajian data perkara;
b.
Pelaksanaan penyajian
statistik perkara;
c.
Pelaksanaan penyusunan dan
pengiriman pelaporan perkara;
d.
Pelaksanaan penataan,
penyimpanan dan pemeliharaan arsip perkara;
e.
Pelaksanaan kerja sama dengan
Arsip Daerah untuk penitipan berkas perkara;
f.
Pelaksanaan penyiapan,
pengelolaan dan penyajian bahan-bahan yang berkaitan dengan transparansi
perkara;
g.
Pelaksanaan penghimpunan
pengaduan dari masyarakat, hubungan masyarakat; dan
h.
Pelaksanaan fungsi lain yang
diberikan oleh Panitera.[6]
Untuk lebih jelasnya kita dapat
melihat susunan organisasi kepaniteraan pengadilan tinggi tata usaha negara dibawah
ini, sebagai berikut:
Bagan Organisasi Kepaniteraan
Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Pengadilan
Tata Usaha Negara (PTUN) merupakan sebuah lembaga peradilan dilingkungan
Peradilan Tata Usaha Negara yang berkedudukan di ibukota kabupaten atau kota.
Sebagai pengadilan tingkat pertama, Pengadilan Tata Usaha Negara berfungsi
untuk memeriksa, memutuskan, menyelesaikan sengketa Tata Usaha Negara.
Kompetensi (kewenangan) suatu
badan pengadilan untuk mengadili suatu perkara dapat dibedakan atas kompetensi
relatif dan kompetensi absolut. Kompetensi relatif berhubungan dengan
kewenangan pengadilan untuk mengadili suatu perkara sesuai dengan wilayah hukumnya.
Sedangkan kompetensi absolut adalah kewenangan pengadilan untuk mengadili suatu
perkara menurut obyek, materi atau pokok sengketa.
Pengadilan Tata Usaha Negara bertugas dan berwenang
memeriksa, memutus, dan menyelesaikan perkara-perkara Tata Usaha Negara di
tingkat pertama, sebagaimana diatur dalam Undang-undang Nomor 51 tahun
2009 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang
Peradilan Tata Usaha Negara.
Untuk melaksanakan tugas
pokok dan wewenang tersebut, Pengadilan Tata Usaha Negara mempunyai fungsi sebagai
berikut:
a.
Melakukan
Pembinaan Pejabat Struktural dan Fungsional Serta Pegawai Lainnya, Baik
Menyangkut Administrasi, Teknis, Yustisial Maupun Administrasi Umum;
b.
Melakukan
Pengawasan atas Pelaksanaan Tugas dan Tingkah Laku Hakim dan Pegawai Lainnya;
c.
Menyelenggarakan
Sebagian Kekuasaan Negara Dibidang Kehakiman.
DAFTAR PUSTAKA
Data rental, judul blog hukum acara peradilan
tata usaha Negara, web:http://datarental.blogspot.com / 2008/04/
hukum-acara-peradilan-tata-usaha-negara.html diakses tanggal 29 Maret 2019,
Pukul 19.38
Musthofa, Kepanitraan Peradilan Agama, Jakarta: Kencana, 2005
Mukti
Arto, Praktek Perkara Perdata Pada Pengadilan Agama, Yogyakarta: Pustaka
Pelajar, 1996
Kusna Goesniadhie, Tata
Hukum Indonesia. Surabaya : Nasa Media, 2010
PERATURAN MAHKAMAH AGUNGREPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2015
[1] Data rental, judul blog hukum acara
peradilan tata usaha Negara, web:http://datarental.blogspot.com / 2008/04/
hukum-acara-peradilan-tata-usaha-negara.html diakses tanggal 29 Maret 2019,
Pukul 19.38
[2] PERATURAN
MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2015, hal. 93
[4] Mukti
Arto, Praktek Perkara Perdata Pada Pengadilan Agama, (Yogyakarta: Pustaka
Pelajar, 1996), hal. 113
[6] PERATURAN
MAHKAMAH AGUNGREPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2015, hal. 94
0 Response to "KEPANITERAAN PENGADILAN TINGGI TATA USAHA NEGARA"
Posting Komentar