ILMU HADIS RIWAYAH, DIRAYAH, SEJARAH DAN OBJEKNYA
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Manusia dalam hidupnya membutuhkan berbagai macam
pengetahuan. Sumber dari pengetahuan tersebut ada dua macam yaitu Aqli dan
Naqli. Sumber naqli ini merupakan pilar sebagian besar ilmu pengetahuan
yang dibutuhkan oleh manusia. Dan sumber yang sangat otentif bagi ummat Islam
dalam hal ini adalah Al-Quran dan Hadits.
Hadits dan Sunnah, baik secara struktural maupun
fungsional disepakati oleh mayoritas kaum Muslim dari berbagai madzhab Islam
sebagai sumber ajaran Islam. karena dengan adanya hadits dan sunnah itulah
ajaran Islam menjadi jelas, rinci, dan spesifik.
Sepanjang sejarahnya, hadits-hadits yang tercantum dalam dalam
berbagai kitab hadits yang ada telah melalui proses penelitian ilmiah yang
rumit, sehingga menghasilkan kualitas hadits yang diinginkan oleh para
penghimpunnya..
Secara garis besar menurut kajian muta’akhirin ilmu
hadis terbagi menjadi dua, yaitu ilmu hadist Riwayah dan ilmu hadist Dirayah.
B. Rumusan Masalah
1.
Apa Pengertian Ilmu
Hadits Riwayah?
2.
Bagaimana Klasifikasi
Ilmu Hadis Riwayah?
3.
Apa Pengertian Ilmu
Hadits Dirayah?
4.
Bagaimana
Objek Ilmu Hadits Diarayah?
5.
Apa
saja Cabang-cabang Ilmu Hadits Riwayah dan Dirayah?
C. Tujuan Penulisan
1.
Untuk mengetahui
Pengertian Ilmu Hadits Riwayah
2.
Dapat mengetahui Klasifikasi
Ilmu Hadis Riwayah
3.
Untuk mengetahui Pengertian
Ilmu Hadits Dirayah
4.
Untuk
mengetahui Objek Ilmu Hadits Diarayah
5.
Dapat
mengetahui Cabang-cabang Ilmu Hadits Riwayah dan Dirayah
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Ilmu Hadits Riwayah
Menurut bahasa riwayah berarti Kata riwayah artinya periwayatan atau cerita. Ilmu
hadis riwayah, secara bahasa, berarti ilmu hadis yang berupa periwayatan.
Para ulama berbeda-beda dalam
mendefinisikan ilmu hadis riwayah, namun yang paling terkenal diantara
definisi-definisi tersebut adalah definisi Ibnu Al-Akhfani, yaitu ilmu hadis
riwayah adalah ilmu yang membahas ucapan-ucapan dan perbuatan-perbuatan Nabi
SAW, periwayatannya, pencatatannya, dan penelitian lafazh-lafazhnya.
Sedangkan ilmu hadits riwayah menurut istilah sebagaimana
pendapat Dr. Subhi Asshalih, ilmu hadits riwayah adalah ilmu yang mempelajari
tentang periwayatan secara teliti dan berhati-hati bagi segala sesuatu yang
disandarkan kepada Nabi Muhammad baik berupa perkataan, perbuatan, persetujuan
dan sifat serta segala segala sesuatu yang disandarkan kepada sahabat dan
tabiin.
Menurut Ibn al-Akfani, sebagaimana yang dikutip oleh
Al-Suyuthi, bahwa yang dimaksud Ilmu Hadis Riwayah adalah Ilmu Hadis yang
khusus berhubungan dengan riwayah adalah ilmu yang meliputi pemindahan
(periwayatan) perkataan Nabi saw dan perbuatannya, serta periwayatannya,
pencatatannya, dan penguraian lafaz-lafaznya
Ilmu hadits Riwayah ialah ilmu yang membahas
perkembangan hadits Dari segi kelakuan para Perawinya, mengenai kekuatan
hapalan dan keadilan mereka dan dari segi keadaan sanad. Ilmu hadits riwayah
ini berkisar pada bagaimana cara-cara penukilan hadits yang dilakukan oleh para
ahli hadits, bagaimana cara menyampaikan kepada orang lain dan membukukan
hadits dalam suatu kitab.[1]
Objek kajian ilmu hadits riwayah
adalah segala sesuatu yang dinisbatkan kepada Nabi SAW, sahabat, dan tabi’in,
yang meliputi:
1. Cara Periwayatannya
Yakni cara
penerimaan dan penyampaian hadis seorang periwayat (rawi) kepada periwayat lain
2. Cara pemeliharaan
Yakni penghafalan,
penulisan, dan pembukuan hadits.Ilmu hadits riwayah bertujuan agar umat Islam
menjadikan Nabi SAW sebagai suri teladan melalui pemahaman terhadap riwayat
yang berasal darinya dan mengamalkannya.Pada masa Nabi Muhammad saw. para
sahabat dilarang menulis hadits.[2]
Dengan demikian hadits hanya
tersimpan dalam hafalan para sahabat. Periwayatan hadits oleh para sahabat, tabi`in dan tabi`it tabi`in dilakukan dengan dua cara, yaitu
periwayatan dengan lafal (riwayah hi al-lafzi); dan periwayatan dengan
makna (riwayah hi al-ma`na).
1. Periwayatan dengan lafal (riwayah
hi al-lafzi)
Adalah
periwayatan yang disampaikan sesuai dengan lafal yang diucapkan oleh Nabi
Muhammad SAW. Ciri-ciri hadits yang diriwayatkan secara lafal ini, antara lain
dalam bantuk muta’ahad (sanadnya memperkuat hadits lain yang sama
sanadnya), misalnya hadits tentang adzan dan syahadat. hadits-hadits
tentang doa dan tentang kalimat yang padat dan memiliki pengertian yang
mendalam (jawaami` al-kalimah)
2. Periwayatan dengan makna (riwayah
hi al-ma`na)
Adalah
hadits yang diriwayatkan sesuai dengan makna yang dimaksudkan oleh Nabi
Muhammad SAW. Dengan demikian dari segi redaksinya ada perubahan. Sebagian
besar hadits Nabi SAW diriwayatkan dengan cara demikian. Sebab beliau memberi isyarat
diperbolehkannya meriwayatkan hadits dengan riwayah hi al-ma`na.
Syarat-syarat yang ditetapkan dalam
meriwayatkan hadits secara makna ini cukup ketat, yaitu periwayat haruslah
seorang muslim, baligh, adil, dan dhobit (cermat dan kuat). Periwayat hadits
tersebut haruslah benar-benar memahami isi dan kandungan hadits yang dimaksud.
periwayat hadits haruslah memahami secara luas perbedaan-perbedaan lafal
sinonim dalam bahasa Arab. meskipun si pelafal lupa lafal atau redaksi hadits
yang disampaikan Nabi Muhammad saw., namun harus ingat maknanya secara tepat.[3]
Adapun tujuan dan urgensi ilmu hadis riwayah ini
adalah agar tidak lenyap dan sia-sia, serta terhindar dari kekeliruan dan
kesalahan dalam proses periwayatannya atau dalam penulisan dan pembukuannya.
Dengan demikian, hadis-hadis Nabi SAW dapat terpelihara kemurniannya dan dapat
diamalkan hukum-hukum yang terkandung didalamnya.
Fokus pembahasan ilmu hadist riwayah atau penekanan
pembahasannya mempelajari periwayatan yang mengakumulasi apa, siapa, dan dari
siapa berita itu diriwayatkan tanpa mempersyaratkan shahih atau tidaknya
periwayatan. Dengan demikian pembahasan ilmu hadist riwayah adalah matan yang
diriwayatkan itu sendiri karena memang perbuatan dan perkataan Rosul itu adanya
pada matan. Namun matan ini tidak mungkin muncul dengan sendirinya tanpa ada
sanadnya, bahkan sebagian ulama mengatakan bahwa rukun hadist itu terdiri dari
sanad dan matan.
B.
Klasifikasi Ilmu Hadis Riwayah
1. Hadits Riwayah Bil-Lafdzi
Hadits Riwayah
Bil-Lafdzi adalah meriwayatkan hadits sesuai dengan lafadz yang mereka terima
dari Nabi saw dan mereka hafal benar lafadz dari Nabi tersebut. Atau dengan
kata lain meriwayatkan dengan lafadz yang masih asli dari Nabi saw. Riwayat
hadits dengan lafadz ini sebenarnya tidak ada persoalan, karena sahabat
menerima langsung dari Nabi baik melalui perkataan maupun perbuatan, dan pada
saat itu sahabat langsung menulis atau menghafalnya.
2.
Hadits Riwayah Bil-Ma’na
Hadits Riwayah
Bil-Ma’na adalah meriwayatkan hadits dengan maknanya saja sedangkan redaksinya
disusun sendiri oleh orang yang meriwayatkan. Atau dengan kata lain apa yang
diucapkan oleh Rasulullah hanya dipahami maksudnya saja, lalu disampaikan oleh
para sahabat dengan lafadz atau susunan redaksi mereka sendiri. Hal ini
dikarenakan para sahabat tidak sama daya ingatannya, ada yang kuat dan ada pula
yang lemah. Di samping itu kemungkinan masanya sudah lama, sehingga yang masih
ingat hanya maksudnya sementara apa yang diucapkan Nabi sudah tidak diingatnya.
Menukil atau
meriwayatkan hadits secara makna ini hanya diperbolehkan ketikan hadits-hadits
belum terkodifikasi. Adapun hadits-hadits yang sudah terhimpun dan dibukukan
dalam kitab-kitab tertentu (seperti sekarang), tidak diperbolehkan merubahnya
dengan lafadz/matan yang lain meskipun maknanya tetap.
Dalam satu riwayat
disebutkan: “Aku kawinkan engkau kepada wanita tersebut dengan mahar berupa
(mengajarkan) ayat-ayat Al-Qur’an”. Dalam riwayat lain disebutkan:
“Aku kawinkan engkau kepada wanita tersebut atas dasar mahar berupa
(mengajarkan) ayat-ayat Al-Qur’an”. Dan dalam riwayat lain disebutkan:
“Aku jadikan wanita tersebut milik engkau dengan mahar berupa (mengajarkan)
ayat-ayat Al-Qur’an”. (Al-Hadits).[4]
C. Pengertian Ilmu Hadits Dirayah
Menurut bahasa, Dirayah berarti
pengetahuan. Ilmu Hadits Dirayah juga sering disebut-sebut sebagai pengetahuan
tentang ilmu hadits atau pengantar ilmu hadits. Ilmu hadits dirayah adalah ilmu
pengetahuan tentang rawi dan yang diriwayahkan atau sanad dan matannya baik
juga berkaitan dengan pengetahuan tentang syarat-syarat periwayahan,
macam-macamnya atau hukum-hukumnya.
Ulama lain berpendapat, ilmu hadits dirayah adalah
ilmu yang dapat mengetahui keadaan sanad dan matan. Menurut imam Assyuthi, Ilmu
Hadits Dirayah adalah ilmu yang mempelajari tentang hakikat periwayatan,
syarat-syaratnya, macam-macamnya dan hukum-hukumnya, keadaan para perawi,
syarat-syarat mereka, macam-macam periwayatan, dan hal-hal yang berkaitan
dengannya.
D.
Objek Ilmu Hadits Diarayah
Obyek atau sasaran Ilmu Hadits
Dirayah adalah sanad dan matan hadits, sehubungan dengan keshahihan,
hasan, dan dha'ifnya. Kajian terhadap masalah-masalah yang bersangkutan dengan
sanad disebut naqd as-sanad (kritik sanad) atau kritik
ekstern. Pokok bahasan naqd as-sanadadalah sebagai berikut:
1. Ittishal
as-sanad (persambungan
sanad) .
2.
Tsiqat as-sanad, yakni
sifat ‘adl (adil) , dhabit (cermat dan kuat), tsiqah (terpercaya) yang harus
dimiliki seoarang periwayat.
3.
Syadz, yakni
kejanggalan yang terdapat atau bersumber dari sanad.
4.
‘Illat, yakni cacat yang tersembunyi pada suatu hadis yang
kelihatannya baik atau sempurna.
Sedangkan pembahasan mengenai matan adalah meliputi
segi ke-shahih-an atau ke dhaifan-nya. Hal tersebut dapat dilihat dari
kesejalanannya dengan makna dan tujuan yang terkandung didalam Al-Qur’an :
1. Dari kejanggalan redaksi (Rakakat al-Faz).
2.
Dari
cacat atau kejanggalan dari maknanya (Fasad al-Ma’na).
3.
Dari
kata-kata asing (Gharib), yaitu kata-kata yang tidak bisa dipahami
berdasarkan maknanya yang umum dikenal.[5]
Tujuan dan urgensi Ilmu hadits Dirayah
adalah untuk mengetahui dan menetapkan hadits-hadits yang Maqbul (yang
dapat diterima sebagai dalil atau untuk diamalkan) dan yang Mardud(yang
ditolak).
Dari Kedua Ilmu Tersebut Banyak bermunculan cabang-cabang
ilmu mengenai keduanya. Berikut diantara ilmu-ilmu yang bermunculan dari
berbagai ragam topik ilmu dirayah.
1. Ilmu Jarah Wa Al-Ta’dil
Ilmu ini membahas para rawi,
sekiranya masalah yang membuat mereka tercela atau bersih dalam menggunakan lafad-lafad
tertentu. Ini adalah buah ilmu tersebut dan merupakan bagian terbesarnya.
2.
Ilmu
Tokoh-Tokoh Hadits
Dengan ilmu ini dapat diketahui
apakah para rawi layak menjadi perawi atau tidak. Orang yang pertama dibidang
ini adalah al-bukhari.
3.
Ilmu
Mukhtalaf Al-Hadits
Ilmu ini membahas hadits-hadits
yang secara lahiriyah bertentangan, namun ada kemungkinan dapat diterima dengan
syarat. Jelasnya, umpamanya ada dua hadits yang yang makna lahirnya
bertentangan, kemudian dapat diambil jalan tengah, atau salah satunya ada yang
di utamakan. Misalnya sabda rasulullah SAW, “tiada penyakit menular ”
dan sabdanya dalam hadits lain berbunyi, “Larilah dari penyakit kusta
sebagaimana kamu lari singa”. Kedua hadits tersebut sama-sama shahih. Lalu
diterapkanlah jalan tengah bahwa sesungguhnya penyakit tersebut tidak menular
dengan sendirinya. Akan tetapi Allah SWT menjadikan pergaulan orang yang sakit
dengan yang sehat sebagai sebab penularan penyakit.
4.
Ilmu
Gharib Al-Hadits
Ilmu ini membahas tentang
kesamaran makna lafad hadits. Karena telah berbaur dengan bahasa arab pasar.
Ulama yang terdahulu menyusun kitab tentang ilmu ini adalah abu hasan al-nadru
ibn syamil al-mazini, wafat pada tahun 203 H.
5.
Ilmu
Nasikh Wa Al-Mansukh Al-Hadits
Ilmu nasikh wa al-mansukh
al-hadits adalah ilmu yang membahas tentang hadits-hadits yang bertentangan
yang hukumnya tidak dapat dikompromikan antara yang satu dengan yang lain.yang
datang dahulu disebut mansukh (hadits yang dihapus) dan yang datang kemudian
disebut nasikh (hadits yang menghapus).[6]
E.
Cabang-Cabang Ilmu Hadits Riwayah
Dan Dirayah
Diantara cabang-cabang besar yang
tumbuh dari imu hadits riwayah dan dirayah adalah:
1.
Ilmu Rijal al-Hadits
Yaitu Ilmu ini
membahas para perawinya, baik dari para sahabat, dari tabi’in maupun dari
angkatan-angkatan sesudahnya.
2.
Ilmu Jarh wa at –Ta’dil
Yaitu Ilmu yang menerangkan tentang hal cacat-cacat yang
dihadapkan kepada para perawi dan tentang (memandang adil para perawi)
dengan memakai kata-kata yang khusus dan tentang martabat-martabat kata-kata
itu.
3.
Ilmu Fann al-Mubhamat
Yaitu
ilmu untuk mengetahui nama orang-orang yang tidak disebut di dalam matan atau
di dalam sanad. Misalnya perawi-perawi yang tidak tersebut namanya dalam shahih
Bukhori diterangkan selengkapnya oleh Ibnu Hajar Al
`Asqollany dalam Hidayatus Sari Muqaddamah Fathul Bari.
4.
Ilmu Talfiq al-Hadits
Yaitu
ilmu yang membahas Hadis-hadis secara lahiriah bertentangan, namun ada
kemungkinan dapat diterima dengan syarat.
5.
Ilmu ‘Illal al-Hadits
Yaitu
ilmu yang membahas tentang sebab-sebab tersembunyi yang dapat merusak keabsahan
suatu Hadis.
6.
Ilmu Gharib al-Hadits
Yaitu
ilmu yang membahas dan menjelaskan Hadis Rasulullah SAW yang sukar di ketahui
dan di pahami orang banyak karena telah berbaur dengan bahasa lisan atau bahasa
Arab pasar.
7.
Ilmu Nasikh Wal Mansukh
Yaitu
ilmu yang membahas Hadis-hadis yang bertentangan dan tidak mungkin di ambil
jalan tengah. Hukum hadis yang satu menghapus (menasikh) hukum Hadis
yang lain (mansukh).
8.
Ilmu Asbabi Wurud al-Hadits
Yaitu
ilmu yang menerangkan sebab-sebab Nabi menuturkan sabdanya dan masa-masanya
Nabi menuturkan itu.
9.
Ilmu Mushtahalah Ahli Hadits
Yaitu
ilmu yang menerangkan pengertian-pengertian (istilah-istilah yang di pakai oleh
ahli-ahli Hadis.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Ilmu
hadits Riwayah ialah ilmu yang membahas perkembangan hadits Dari segi kelakuan
para Perawinya, mengenai kekuatan hapalan dan keadilan mereka dan dari segi
keadaan sanad.Objek kajian ilmu hadits riwayah
adalah segala sesuatu yang dinisbatkan kepada Nabi SAW, sahabat, dan tabi’in,
yang meliputi cara periwayatannya dan cara pemeliharaan
Periwayatan hadits oleh para sahabat, tabi`in dan tabi`it tabi`in dilakukan dengan dua cara, yaitu
periwayatan dengan lafal (riwayah hi al-lafzi); dan periwayatan dengan
makna (riwayah hi al-ma`na). Klasifikasi Ilmu Hadis Riwayah
dibagi menjadi dua yaitu hadits riwayah bil-lafdzi dan hadits riwayah bil-ma’na
Ilmu
hadits dirayah adalah ilmu pengetahuan tentang rawi dan yang diriwayahkan atau
sanad dan matannya baik juga berkaitan dengan pengetahuan tentang syarat-syarat
periwayahan, macam-macamnya atau hukum-hukumnya. Obyek atau sasaran Ilmu Hadits Dirayah adalah sanad dan matan hadits,
sehubungan dengan keshahihan, hasan, dan dha'ifnya.
B.
Saran
Umat
Islam agar kiranya untuk lebih memahami ‘Ulumul Hadits lebih
mendalam agar bertambah pula iman kita. Dan mengamalkan ajaran-ajaran yang
terkandung dalam Al-Qur’an dan Al-Hadits.
DAFTAR PUSTAKA
Alfatih Suryadilaga, ddk., Ulumul
Hadits, (Yogyakarta:
Teras. 2010)
Maslani, dan Ratu Suntiah, Ikhisar Ulumul Hadits. (Bandung:
Sega Arsy. 2012)
Muhammad Ahmad.
Ulumul Hadits. (Bandung: Pustaka Setia.2004)
Munzier Suparta, Ilmu Hadits, (Jakarta :
Raja Grafindo Persada. 2003)
Nawir Yuslem, Ulumul Hadits,(Jakarta: Mutiara Sumber Widya.
2001)
Syuhudi, Ismail. Pengantar
Ilmu Hadits. (Bandung: Bandung, 1987)
0 Response to "ILMU HADIS RIWAYAH, DIRAYAH, SEJARAH DAN OBJEKNYA"
Posting Komentar