Jual Beli dengan Sistem Kredit


  MAKALAH
JUAL BELI ( Jual Beli Dengan Sistem Kredit )

Makalah Ini Dibuat Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Fiqh Mu’amalah

Dosen pengampu: Imam Mustofa, S.H.I., M.SI.



Disusun Oleh :
Sarwiti Purna Sari     1702030074

Kelas : B



FAKULTAS SYARIAH
JURUSAN AL-AHWAL AL-SYAKHSIYAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) METRO
SEMESTER GENAP

BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang Masalah
Aktivitas bisnis merupakan fenomena yang sangat komplek karena mencakup berbagai bidang baik, hukum, ekonomi, dan politik. Dalam kehidupan masyarakat, seringkali dapat dilihat bahwa aktivitas manusia dalam dunia bisnis tidak lepas dari peran Bank selaku pemberi layanan perbankan bagi masyarakat. Selain itu Bank juga dikenal sebagai tempat untuk menukar uang, memindahkan uang atau menerima segala macam bentuk pembayaran dan setoran seperti pembayaran listrik, telepon, air, pajak, uang kuliah, dan pembayaran lainnya.
Perbankan di Indonesia dalam berasaskan demokrasi ekonomi dan menggunakan prinsip kehati-hatian. Fungsi Perbankan tidak hanya sekedar sebagai wadah penghimpun dan penyalur dana masyarakat atau perantara penabung dan investor, tetapi fungsinya akan diarahkan kepada peningkatan taraf hidup rakyat banyak, agar masyarakat menjadi lebih baik dan lebih sejahtera daripada sebelumnya. Dalam perbankan ada berbagai macam bentuk usaha Bank dan termasuk didalamnya usaha memberikan kredit. Perkreditan merupakan usaha utama perbankan (Financial Depening), dimana rata-rata jumlah harta Bank di banyak negara ekonomi maju dan berkembang yang terikat dalam bentuk kredit. Dengan semakin meningkatnya penyaluran kredit, biasanya disertai pula dengan meningkatnya kredit yang bermasalah atau kredit macet atas kredit yang diberikan. Bahaya yang timbul dari kredit macet adalah tidak terbayarnya kembali kredit tersebut, baik sebagian maupun seluruhnya.          
  Masalah kredit macet di Indonesia, yang dalam istilah perbankan disebut dengan Non-Performing Loan (NPL), menduduki posisi tertinggi, yakni 55 %. Persentase ini adalah perbandingan antara kredit macet atau bermasalah dengan total pemberian kredit perbankan. Rasio NPL terhadap total loans tersebut di Korea Selatan 16%, Malaysia 24% dan Thailand 52%. Tingginya NPL di Indonesia tidak terlepas kurang patuhnya Bank-Bank Indonesia terhadap prinsip-prinsip kehati-hatian dalam pemberian kredit.(Widjanarto,2003)
Kredit bermasalah atau macet memberikan dampak yang kurang baik bagi negara, masyarakat, dan perbankan Indonesia. Likuiditas, keuangan, solvabilitas dan profitabilitas bank sangat dipengaruhi oleh keberhasilan bank dalam mengelola kredit yang disalurkan. Pemberian kredit kepada konsumen atau calon nasabah atau calon debitur adalah dengan melewati proses pengajuan kredit dan melalui proses analisis pemberian kredit terhadap kredit yang diajukan, setelah menyelesaikan prosedur administrasi.(Kasmir,2011:71)
 Bank dapat melakukan analisis permohonan kredit calon debitur apabila persyaratan yang ditetapkan oleh Bank telah terpenuhi. Terhadap kelengkapan data pendukung permohonan kredit, Bank juga melakukan penilaian kelengkapan dan kebenaran informasi dari calon debitur dengan cara petugas Bank melakukan wawancara dan kunjungan (on the spot) ke tempat usaha debitur.[1]

B.     Rumusan Masalah
1.      Bagimana Pembahasan kredit ?

C.    Tujuan Penulisan
1.      Untuk memenuhi tugas mata kuliah fiqih mu’amalah
2.      Mengetahui tentang pembahasan kredit







BAB II
PEMBAHASAN

A.       Jual Beli Dengan Sistem Kredit
1.    Kredit
Kata kredit berasal dari kata credere yang artinya adalah kepercayaan, maksudnya apabila seseorang memperoleh kredit, berarti mereka memperoleh kepercayaan. Sementara itu, bagi si pemberi kredit artinya memberikan kepercayaan kepada seseorang bahwa uang yang dipinjamkan pasti kembali (Kasmir,2011:72). Badrulzaman (1991:24), penerima kredit berhak mempergunakan pinjaman itu untuk keuntungannya dengan kewajiban mengembalikan jumlah pinjaman itu dibelakang hari. [2]
Menurut UU perbankan No.10 Tahun 1998 menyebutkan bahwa kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan perjanjian pinjam-meminjam antara pihak bank dengan pihak lain, peminjam berkewajiban melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan sejumlah bunga.[3]
Defenisi kredit dalam normatif hukum, terdapat pada Undang-Undang Perbankan No. 10 Tahun 1998 adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga.[4]


2.    Status Hukum  Kredit 
Status Hukum Jual Beli Kredit Para ulama berbeda pendapat mengenai status hukum jual beli kredit yang ada pada Yurisprudentia Volume 2 Nomor 2 Desember 2016 24 zaman sekarang ini menjadi dua pendapat, yaitu :
a.       Jual beli kredit di haramkan Diantara dari kalangan ulama kontemporer adalah Imam al-Albani yang beliau cantumkan dalam banyak kitabnya, diantaranya Silsilah Ahadits Ash Shohihah 5/419-427. begitu juga murid beliau Syaikh Salim Al Hilali dalam Mausu’ah Al Manahi Asy Syar’iyah 2/221 dan juga lainnya. Yang menjadi hujjah mereka dengan beberapa dalil berikut :

عن أبي هريرة رض ي هللا عنه عن رسول هللا صلى هللا عليه و سلم : “ أنه نهى عن بيعتين في بيعة

Artinya “Dari Abu Hurairah dari Rasulullah bahwasannya beliau melarang dua transaksi jual beli dalam satu transaksi jual beli.”
Dalam riwayat lainnya dengan lafaz “Barang siapa yang melakukan dua transaksi jual beli dalam satu transaksi jual beli, maka dia harus mengambil harga yang paling rendah, kalau tidak akan terjerumus pada riba.”
b.      Jual Beli kredit diperbolehkan
Adapun pendapat Jumhur ahli fiqh yang memperbolehkannya, seperti mazhab Hanafi, Syafi’i, Zaid bin Ali, Al Muayyad Billah bahwa jual beli yang pembayarannya ditangguhkan dan ada penambahan harga dari penjual karena penangguhan adalah sah, karena menurut mereka penangguhan itu adalah harga, karena mereka melihat dari dalil umum yang membolehkan, dan nash yang mengharamkannya tidak ada, yang terpenting adalah penambahan harga pada penangguhan tersebut adalah harga yang pantas dan sewajarnya, dan tidak adanya unsur pemaksaan dan zalim. Adapun ayat yang juga berhubungan dengan masalah kredit adalah surat alBaqarah ayat 282 :
Artinya “Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermu'amalah tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya”.
Namun para ulama ketika membolehkan jual-beli secara kredit, dengan ketentuan selama pihak penjual dan pembeli mengikuti kaidah dan syarat -syarat keabsahannya sebagai berikut: 1. Harga barang ditentukan jelas dan pasti diketahui pihak penjual dan pembeli. 2. Pembayaran cicilan disepakati kedua belah pihak dan tempo pembayaran dibatasi sehingg terhindar dari parktik bai’ garar “bisnis penipuan”. 3. Harga semula yang sudah disepakati bersama tidak boleh dinaikkan lantaran pelunasannya melebihi waktu yang ditentukan, karena dapat jatuh pada praktik riba. 4. Seorang penjual tidak boleh mengeksploitasi kebutuhan pembeli dengan cara menaikkan harga terlalu tinggi melebihi harga pasar yang berlaku, agar tidak termasuk kategori bai’ muththarr ‘jual-beli dengan terpaksa” yang dikecam Nabi Saw. [5]
Dilihat dari  pandangan Hukum Islam, Pihak perbankan yang  mengoperasikan jasa kartu kredit   berdasarkan analisis  ,bahwa  sistem denda keterlambatan dan bunga, sangat memberatkan penunggak kartu kredit, cara seperti ini tidak jauh berbeda dengan rentenir, yang sama sekali tidak  melihat kesulitan peminjam, bulan sekarang nunggak maka resiko bulan berikutnya akan dikenakan biaya keterlambatan dan bunga, yang tinggi, cara seperti ini jelas adalah perbuatan riba’. Hal ini ditegaskan dalam surah Ali Imran  sebagai berikut:
يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ لَا تَأْكُلُوا۟ ٱلرِّبَوٰٓا۟ أَضْعَٰفًا مُّضَٰعَفَةً ۖ وَٱتَّقُوا۟ ٱللَّهَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُون  
“ Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan riba dengan berlipat ganda dan bertaqwalah kamu kepada Allah supaya kamu mendapat keberuntungan.” QS. Ali Imran (3): 130   
Seharusnya pihak perbankan, apalagi dipimpin seorang yang beragama Islam dan managernya sebagian besar yang beragama Islam maka seharusnya cara pandang terhadap produk yang dihasilkan  sudah memikirkan kepentingan  yang lebih besar, karena rata-rata pengguna jasa kartu kredit di Negara yang tercinta ini adalah yang beragama Islam. Sistem yang dioperasikan  jasa itu  lebih utama memberikan pelayanan yang dapat menyejukkan  hati para nasabah dan pengguna jasa kartu kredit. Maka sangat naif kalau  perbankan dan pelaku pelakunya  tidak mengedepankan  prinsip Taqwa kepada Allah .[6]
Dalil-dalil Jual Beli Bayar Tunda. Pembahasan jual beli –termasuk jual beli bayar tunda- dalam al-Quran menekankan pentingnya moral saling rela dan anti riba. Dalam al-Qur‟an ada kata yang bisa digunakan untuk melacak dasar hukum jual beli tunda, yaitu kata bai‟,tabaya‟tum dan tijarah. Kata bai‟ terdapat pada surat al-baqarah: 25443 dan 275,[7]

3.    Unsur-unsur Kredit
Dari pengertian kredit dapat diketahui unsur-unsur kredit diantaranya adalah unsur kepercayaan. Oleh sebab itu dengan adanya pemberian kredit berarti adanya pemberian kepercayaan, namun demekian jika ditelaah lebih lanjut ternyata unsur yang lainnya yakni:
a.    Kesepakatan Pihak-pihak yaitu kesepakatan antara si pemberi kredit dan si penerima kredit. Hal mana kesepakatan tersebut dituangkan dalam suatu perjanjian dimana masing-masing pihak menyetujui hak dan kewajiban dalam perjanjian tersebut.
b.    Jangka waktu. Bahwa dalam pemberian kredit telah disepakati tentang kapan seorang debitur harus mengembalikan pinjamannya, dapat berbentuk jangka pendek, menengah maupun jangka panjang.
c.    Resiko.Adanya tenggang waktu pengembalian yang telah di tentukan akan menimbulkan suatu resiko,hal ini harus di sadari bahwa masa depan tidak dapat di pastikan,oleh karena itu pihak bank selaku pemberi pinjaman sudah harus memperhitungkan resiko yang akandihadapi,seperti resiko kredit, infestasi, likuiditas, operasional, penyelewengan serta resiko fiducia.
d.   Balas jasa. Yaitu merupakan keuntungan atas pemberian kredit oleh bank sebagai balas jasa dalam bentuk bunga dan administrasi kredit ini merupakan keuntungan bank konvensional,sedangkan bank dengan prinsi syariah keuntungan nya berupa bagi hasil.
e.    Pertukaran nilai. Bahwa kredit tanpa perhitungan dalam bentuk pertukaran nilai ekonomi tidak dapat di sebut transaksi,sebab jika tidak ada unsur pertukaran nilai ekonomi berarti tidak terdapat kesinambungan nilai sehingga ada pihak yang di rugikan.(Abdulkadir Muhammad:2000).
Pada dasar nya pemberian kredit dapat di lakukan secara lisan maupun tertulis,tetapi yang paling umum di lakukan oleh kalangan perbankan adalah secara terulis yang biasa nya di tuangkan dalam bentuk perjanjian kredit,hal ini lebih mudah pengusutan nya jika terjadi wanprestasi dari pihak debitur.namun demikian perjanjian kredit bank sebagai suatu perjanjian yang sering kita jumpai tidak di ketemukan pengaturan nya dalam KUH pdt,tetapi istilahperjanjian kredit dapat di jumpai dalam instruksi presidium kabinet No.15/EKA/10/1996 dinyatakan bahwa “di dalam memberikan kredit dalam bemtuk apapun,bank wajib menggunakan akad perjanjian kredit”.[8][9]
4.    Unsur-unsur kartu kredit
Menurut Abdulkadir Muhammad dan Rilda Murniati adalah sebagai berikut:
a.     Subjek kartu kredit, adalah pihak-pihak yang terlibat dalam perjanjian penggunaan kartu kredit, terdiri dari Pemegang Kartu sebagai pembeli, pengusaha dagang (merchant) sebagai penjual, dan bank/perusahaan pembiayaan sebagai penerbit (issuer);
b.    Objek kartu kredit, adalah barang/jasa yang diperdagangkan (merchandise) oleh pengusaha dagang sebagai penjual, harga yang dibayar oleh Pemegang Kartu kredit, dan dokumen jual beli yang terbit dari perjanjian jual beli;
c.     Peristiwa kartu kredit, adalah perbuatan hukum yang menciptakan perjanjian penerbitan kartu kredit antara Pemegang Kartu kredit dengan penerbit, dan perjanjian penggunaan kartu kredit antara Pemegang Kartu kredit sebagai pembeli, pengusaha dagang sebagai penjual, serta Penerbit Kartu kredit;
d.    Hubungan kartu kredit. Dalam perjanjian kartu kredit timbul hubungan hak dan kewajiban. Pemegang Kartu wajib menyetorkan dana kepada penerbit, dan penerbit wajib menerbitkan dan menyerahkan kartu kredit kepada Pemegang Kartu. Dalam perjanjian penggunaan kartu kredit, Pemegang Kartu wajib membayar harga barang/jasa kepada penjual dengan cara menunjukkan kartu kredit dan menandatangani tanda lunas pembayaran, penjual wajib menyerahkan barang/jasa kepada Pemegang Kartu kredit sebagai pembeli, dan penerbit wajib membayar kepada penjual yang menyodorkan tanda lunas pembayaran yang ditandatangani oleh Pemegang Kartu kredit.
e.     Jaminan kartu kredit. Jaminan (security) bagi penerbit didasarkan pada perjanjian penerbitan kartu kredit. Pemegang Kartu kredit adalah orang yang dapat dipercaya oleh penerbit dan wajib mematuhi ketentuan dan persyaratan perjanjian yang telah ditetapkan oleh penerbit. Sesuai dengan perjanjian, secara berkala Pemegang Kartu kredit membayar tagihan yang disampaikan oleh penerbit. Kepercayaan dan pembayaran tagihan adalah jaminan bagi penerbit untuk membayar harga barang/jasa yang ditagih oleh penjual.[10]
Penerbitan Kartu Kredit merupakan salah satu perjanjian yang lahir untuk memenuhi tuntutan masyarakat dalam sistem pembayaran melalui lembaga keuangan secara efisien dan lintas batas yurisdiksi. Sebagai suatu perjanjian penerbitan Kartu Kredit harus memenuhi unsur-unsur perjanjian yaitu Unsur essensilia, naturalia dan acidentalia.      
 Pasal 1320 KUHPerdata, menyebutkan syarat-syarat sahnya suatu perjanjian yang meliputi para pihak yang melakukan perjanjian. Syarat tersebut adalah :
a.       Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya.
Para Pihak dalam transaksi kartu kredit terdiri atas Card Center dari pihak Bank dan Cardholder atau pemegang kartu. Card Center adalah suatu bagian dari strukturorganisasi Bank yang bertindak untuk dan atas nama Bank dalam Pelayanan Kredit. Sedangkan Cardholder adalah seseorang yang namanya tercantum pada kartu dan yang berhak menggunakan kartu tersebut, terdiri dari pemegang kartu utama dan kartu tambahan.
Pemegang kartu utama adalah orang yang menerima kartu utama bertanggungjawab untuk seluruh pembayaran atas transaksi-transaksi yang dilakukan dengan kartu utama maupun kartu tambahan. Sedangkan pemegang kartu tambahan adalah orang yang menerima kartu tambahan berdasarkan izin yang diberikan oleh pemegang kartu utama serta mendapat persetujuan dari Bank.
Kesepakatan dalam penerbitan kartu kredit dilakukan oleh pemohon baik pemegang kartu utama maupun kartu tambahan dengan mengisi dan menandatangani aplikasi permohonan penerbitan kartu di Bank yang bersangkutan. Setelah itu pihak Bank akan menilai permohonan tersebut untuk kemudian menerbitkan kartu kredit, jika permohonan itu dinilai layak. Penilaian atas kelayakan dan keputusan untuk menerbitkan tersebutlah yang dimaksud kesepakatan, yang mana pemohon telah menerima dan menyetujui setiap ketentuan dan aturan yang berlaku yang berkenaan dengan kartu yang dimohon tersebut, dan pihak Bank menerima dan menyepakati kesedian pemohon tersebut.
b.      Kecakapan untuk membuat suatu perjanjian.
 Syarat yang kedua adalah cakap, unsur ini dalam penerbitan kartu kredit sedikit berbeda dengan cakap pada perjanjian pada umumnya, sekalipun prinsipnya sama.Namun pada dasarnya, yang dimaksud dengan cakap adalah dewasanya seseorang yang melakukan suatu perjanjian yang sehat secara akal dan pikiran. Dewasa dalam hal ini adalah dewasa dan cakap menurut hukum. Cakap dalam perspektif perjanjian kartu kredit, selain dewasa menurut ketentuan hukum yang berlaku juga memahami konsekuensi logis dari perjanjian yang dibuatnya. Dalam perjanjian kartu kredit, ada kriteria kecakapan khusus yang menyangkut kemampuan secara financial seseorang yang hendak melakukan perjanjian kartu kredit. Cakap secara financial tersebut baik secara nyata (kekayaan yang     telah dimilikinya) maupun dalam perkiraan penghasilan.
c.       Syarat Tertentu
 Syarat ini, berdasarkan Pasal 1132, 1133 dan Pasal 1334 KUHPerdata, dapat disimpulkan bahwa suatu hal tertentu adalah objek perjanjian harus berupa sesuatu hal atau sesuatu barang atau sesuatu jasa yang dapat ditentukan jenisnya. Dalam hal perjanjian penerbitan kartu kredit, sesuatu hal tertentu merupakan suatu jasa, yaitu fasilitas kredit dari penggunaan kartu kredit berupa fasilitas pinjaman yang diberikan kepada pemegang kartu kredit yang merupakan gabungan kartu kredit dan kartu tambahan.
d.      Suatu sebab yang halal
Bahwa dalam perjanjian penerbitan kartu kredit, harus ada tujuan dari perjanjian tersebut, yaitu untuk menerbitkan suatu alat yang dapat digunakan sebagai pengganti uang dalam lalulintas pembayaran. Dalam perjanjian penerbitan dan penggunaan kartu kredit, terdapat 3 (tiga) pihak yang terlibat di dalamnya, yaitu : (a) Issuer, (b) Cardholder  dan (c) Mercant. Pihak Bank yang menerbitkan atau mengeluarkan kartu kredit disebut Issuer, yang memiliki hak untuk menagih pembayaran dari pihak pemegang Kartu Kredit yang disebut Cardholder, selain itu Issuer memiliki kewajiban untuk melakukan pembayaran kepada Pengusaha/penjual barang/jasa yang disebut dengan Merchant.Kedudukan Bank penerbit selain sebagai Issuer juga sebagai Acquirer yaitu pihak perantara penagihan antara penjual dengan penerbit, dan perantara pembayaran antara pemegang kartu kredit dan penerbit. Acquirer sebagai perantara penagihan meneruskan tagihan yang masuk kepadanya dari penjual kepada penerbit kartu Kredit (Issuer ) .[11]

B.     Prinsip-prinsip penilaian Kredit
Ada beberapa prinsip - prinsip penilaian kredit yang sering dilakukan yaitu dengan analisis 5 C, analisis 7 P, dan Studi Kelayakan. Analisis 5 C adalah sebagai berikut:
1.      Character, adalah sifat atau watak seseorang dalam hal ini adalah calondebitur. Tujuannya adalah untuk memberikan keyakinan kepada Bank, bahwa sifat atau watak dari orang-orang yang akan diberikan kredit benar-benar dapat dipercaya.
2.      Capacity (capability), untuk melihat kemampuan calon nasabah dalam membayar kredit dihubungkan dengan kemampuan mengelola bisnis serta kemampuan mencari laba.
3.      Capital, dimana untuk mengetahui sumber-sumber pembiayaan yang dimiliki nasabah terhadap usaha yang akan dibiayai oleh Bank.
4.      Collateral, merupakan jaminan yang diberikan calon nasabah baik yang bersifat fisik maupun non fisik. Jaminan hendaknya melebihi jumlah kredit yang diberikan.
5.      Condition, dalam menilai kredit hendaknya dinilai kondisi ekonomi sekarang dan untuk dimasa yang akan datang sesuai sektor masing-masing.[12]
Di samping penilaian dengan 5C, prinsip penilaian kredit dapat pula dilakukan dengan studi kelayakan, terutama untuk kredit dalam jumlah yang relatif besar. Adapun penilaian kredit dengan studi kelayakan meliputi sebagai berikut:
1.      Aspek hukum. Merupakan aspek untuk menilai keabsahan dan keaslian dokumen. Dokumen atau surat-surat yang dimiliki oleh debitor, seperti akta notaris, izin usaha atau sertifikat tanah, dan dokumen atau surat lainnya.
2.      Aspek pasar dan pemasaran Yaitu aspek untuk menilai prospek usaha nasabah sekarang dan dimasa yang akan datang.
3.      Aspek keuangan Merupakan aspek untuk menilai kemampuan calon nasabah dalam membiayai dan mengelola usahanya. Dari aspek ini akan tergambar berapa besar biaya dan pendapatan yang akan dikeluarkan dan diperolehnya.Penilaian aspek ini dengaan menggunakan rasio-rasio keuangan. Angka–angka rasio keuangan dapat diklasifikasikan menjadi 4 jenis, yaitu: a. Rasio Likuiditas b. Rasio Leverage c. Rasio Profitabilitas d. Rasio Aktivitas e. Aspek operasi/teknik f. Aspek manajemen g. Aspek ekonomi/sosial h. Aspek amdal.[13]
Menurut Dahlan Siamat(1999),memberikan suatu pemikiran dalam melakukan pertimbangan untuk pemberian kredit adalah berdasarkan konsep 7 P Yaitu:
a.       Personality
b.      Purpose
c.       Prospect
d.      Payment
e.       Profitability
f.       Protection
g.      Party

Selain 5 C dan 7 P terdapat juga konsep 3 R yaitu Return,Repayment dan Risk bearing ability.[14]

C.    Asas-Asas Kredit
 Pemberian kredit oleh bank kepada calon nasabah debiturnya menurut Undang-Undang Perbankan 1992 yang kemudian dirubah dengan menjadi Undangundang Perbankan 1998, berawal dari pelaksanaan pembangunan ekonomi yang berasaskan kekeluargaan harus lebih memperhatikan keserasian, keseimbangan keselarasan. Unsur-unsur pemerataan pembangunan ke arah peningkatan taraf hidup. 17 Secara tanggap perbankan dituntut untuk menjalankan fungsi dan tanggung jawabnya terhadap masyarakat. Untuk itu di dalam memberikan kredit, maka bank dituntut dan wajib mempunyai keyakinan berdasarkan analisis yang mendalam atas itikat dan kemampuan serta kesanggupan nasabah calon debitur untuk melunasi hutangnya atau mengembalikan pembiayaan dimaksud sesuai dengan yang diperjanjikan. 18 Ada beberapa unsur yang wajib diperhatikan oleh bank dalam memberikan kredit kepada nasabahnya, antara lain sebagai berikut:
 Pertama; Unsur manusia, yaitu mengenai keadaan dan sifat dari calon debitur, baik dalam kehidupan sehari-hari maupun dalam lingkungan usaha. Penilaian unsur manusia, ini merupakan suatu hal yang sulit, karena bersifat kualitatif. Namun demikian, hal-hal ini harus mendapat perhatian dalam penelitian, yaitu kejujuran, ketulusan, ketajaman berpikir, logika berpikir, kepatuhan akan janji, kesehatan, kebiasaan, suka atau tidak suka berjudi, kecakapan mengelola usaha dan kemauan untuk membayar kembali hutang-hutangnya serta meneliti, apakah calon debitur tidak termasuk daftar hitam.
Kedua; Usaha dari debitur yaitu kemampuan calon debitur tersebut untuk membuat rencana, dan mewujudkan rencana menjadi kenyataan termasuk menjalankan usahanya guna memperoleh laba yang diharapkan. Sebelum bank mengabulkan permohonan kreditnya, bank menilai kemampuan calon debitur untuk  mengelola usaha yang akan dibiayai dengan kredit. Penilaian terhadap kemampuan calon debitur tersebut, adalah untuk mengetahui sejauh mana hasil usaha yang diperolehnya selama ini. Untuk memperoleh gambaran tentang kemampuan calon debitur tersebut, maka penilaian berkisar antara lain pada bidang kemampuan teknis dan pemasaran.  
 Ketiga; Kondisi ekonomi, yaitu keadaan sosial ekonomi suatu saat yang dapat mempengaruhi maju mundurnya usaha calon debitur. Penilaian terhadap kondisi ini, dimaksudkan untuk mengetahui sampai sejauh mana kondisi ekonomi itu berpengaruh terhadap kegiatan usaha calon debitur, dan bagaimana calon debitur tersebut mengatasinya, sehingga usahanya tetap hidup dan berkembang.[15]
1.      Tujuan dan Fungsi Kredit
Tujuan untuk mendapatkan hasil yang tinggi dari pemberian kredit menempati urutan teratas dari pola dan kebijaksanaan kredit bank, urutan kedua dari tujuan kredit adalah keamanan bank, yaitu keamanan untuk nasabah penyimpan, kredit yang safe akan memberikan dampak positif bagi bank sehingga kepercayaan masyarakat akan bertambah, dengan demikian profitability dan safety akan jalan beriringan.
Sedangkan fungsi kredit dalam kehidupan perekonomian, perdagangan dan keuangan adalah sebagai berikut: (1) Kredit dapat meningkatkan daya guna (utility) dari uang. (2) Kredit dapat meningkatkan daya guna (utility) dari barang. (3) Kredit meningkatkan peredaran dan lalu lintas uang. (4) Kredit sebagai salah satu alat stabilitas ekonomi. (5) Kredit dapat menimbulkan kegairahan berusaha di masyarakat. (6) Kredit sebagai jembatan untuk meningkatkan pendapatan nasional. (7) Dan kredit juga sebagai alat hubungan ekonomi internasional.[16]

2.      Jenis-jenis kredit
Menurut (Hasibuan, 2004:89) Jenis-jenis atau macam-macam kredit dilihat dari berbagai aspek tinjauannya sangatlah banyak dan bervariasi. Dibawah ini akan disajikan macam atau jenis yang sering dijumpai dalam kehidupan sehari-hari, sebagai berikut :
a.      Berdasarkan Tujuan/Kegunaannya : 1) Kredit Konsumtif Kredit yang digunakan untuk kebutuhan sendiri bersama keluarganya. 2) Kredit modal kerja (kredit perdagangan) Kredit yang digunakan untuk menambah modal usaha debitor 3) Kredit Investasi Kredit yang dipergunakan untuk investasi produktif, tetapi baru akan menghasilkan dalam jangka waktu yang relative lama.
b.      Berdasarkan Jangka Waktu: 1) Kredit jangka pendek yaitu kredit yang jangka waktu nya paling lama satu tahun saja. 2) Kredit jangka menengah yaitu kredit yang jangka waktunya antara satu sampai tiga tahun. 3) Kredit jangka panjang yaitu kredit yang jangka waktunya lebih dari tiga tahun.
c.      Berdasarkan macamnya : 1) Kredit askep yaitu kredit yang diberikan bank yang pada hakekatnya hanya merupakan pinjaman uang biasa sebanyak plafon kredit (L3/BMPK) nya. 2) Kredit penjual yaitu kredit yang diberikan penjual kepada pembeli, artinya barang telah diterima pembayaran kemudian. 3) Kredit pembeli yaitu pembayaran telah dilakukan kepada penjual, tetapi berangnya diterima belakangan atau pembelian dengan uang muka.
d.     Berdasarkan sektor perekonomian : 1) Kredit Pertanian adalah kredit yang diberikan kepada perkebunan, peternakan, dan perikanan. 2) Kredit perindustrian adalah kredit yang disalurkan kepada beraneka macam industry kecil, menengah, dan besar. 3)Kredit pertambangan adalah kredit yang disalurkan kepada beraneka macam pertambangan. 4)Kredit ekspor-impor adalah kredit yang diberikan kepada eksportir atau importer beraneka barang. 5) Kredit koperasi adalah kredit yang diberikan kepada jenis-jenis koperasi. 6) Kredit profesi adalah kredit yang diberikan kepada beraneka macam profesi.
e.      Berdasarkan Agunan/Jaminan : 1) Kredit agunan orang adalah kredit yang diberikan dengan jaminan seseorang terhadap debitur bersangkutan. 2) Kredit agunan efek adalah kredit yang diberikan dengan efek-efek dan surat berharga. 3) Kredit agunan barang adalah kredit yang diberikan dengan agunan barang tetap, barang bergerak, dan logam mulia. 4) Kredit agunan dokumen adalah kredit yang diberikan dengan agunan dokumen transaksi, seperti letter of credit (L/C). f. Berdasarkan Golongan Ekonomi : 1) Golongan ekonomi lemah adalah kredit yang disalurkan kepada pengusaha golongan ekonomi lemah, seperti KU, KUT, dan lainlain. 2) Golongan ekonomi menengah dan konglomerat adalah kredit yang diberikan kepada pengusaha menengah dan besar.
f.       Berdasarkan Penarikan Dana Pelunasan : 1) Kredit rekening Koran (kredit perdagangan) adalah kredit yang dapat ditarik dan dilunasi setiap saat, besarnya sesuai dengan kebutuhan penarikan dengan cek, bilyet giro, atau pemindahbukuan pelunasannya dengan setoran-setoran.[17]



DAFTAR PUSTAKA

“1645-3252-1-PB.pdf,” t.t.

“43312-ID-analisis-yuridis-penyalahgunaan-kartu-kredit-terhadap-para-pihak-dalam-perjanjia.pdf,” t.t.

Aksi, Hadi. “KREDIT MURABAHAH DALAM KITAB HADIS KUTUB AL-TIS’AH (ANALISIS JUAL BELI ANGSURAN/TANGGUH DALAM HUKUM SYARIAH).” Syariah Jurnal Hukum dan Pemikiran 18, no. 2 (7 November 2018): 233. https://doi.org/10.18592/sy.v18i2.2204.

catur bambang. “pengamanan pemberian kredit bank dengan jaminan hak guna bangunan.” jakarta 1 (Desember 2014).

Fatoni, Nur. “kearifan Islam Atas Jual Beli Kredit.” Semarang, 2014.

hananta,noval pratama. “ANALISIS SISTEM PEMBERIAN KREDIT PENSIUN PADA PT BANK CIMB NIAGA BHAKTIKU KANTOR CABANG TULUNGAGUNG” 2 (2015).

Murdiyanto, Agus. “Faktor-Faktor Yang Berpengaruh Dalam Penentuan Penyaluran Kredit Perbankan,” 2012, 14.

Mustofa. “MARK UP, BAI` BI TSAMAN AJIL DAN KREDIT MENURUT MANAJEMAN KEUANGAN ISLAM” 10 (Juni 2010): 141–58.

Nasution, adanan murroh. “UAL BELI KREDIT DITINJAU DARI PERSEFEKTIF HUKUM ISLAM.” padang, t.t.

Parunggit, T Syah Muhammad. “T. SYAH MUHAMMAD PARUNGGIT,” t.t., 18.

Pato, Saduldyn. “ANALISIS PEMBERIAN KREDIT MIKRO PADA BANK SYARIAH MANDIRI CABANG MANADO,” 2013.

———. “ANALISIS PEMBERIAN KREDIT MIKRO PADA BANK SYARIAH MANDIRI CABANG MANADO,” 2013, 11.

Prasetywi lestari,dewi, dwiatmanto, dan azizah,devi farah. “ANALISIS KEBIJAKAN ATAS PEMBERIAN KREDIT MODAL KERJA UNTUK MENINGKATKAN PROFITABILITAS BANK” 38 (September 2018).

Sandia, Mohammad. “PERLINDUNGAN HUKUM KONSUMEN TERHADAP PENYALAHGUNAAN KARTU KREDIT MENURUT UU NOMOR 8 TAHUN 1999 DAN BAGAIMANA PERSPEKTIF HUKUM ISLAM TERHADAP PENGGUNA KARTU KREDIT,” t.t., 11.

Supaijo. “ASPEK-ASPEK HUKUM PERDATA DALAM PENYALURAN KREDIT PERBANKAN KEPADA MASYARAKAT” 3 (t.t.).
           







[1] Saduldyn Pato, “ANALISIS PEMBERIAN KREDIT MIKRO PADA BANK SYARIAH MANDIRI CABANG MANADO,” 2013, 876.
[2] Saduldyn Pato, “ANALISIS PEMBERIAN KREDIT MIKRO PADA BANK SYARIAH MANDIRI CABANG MANADO,” 2013, hlm.877.
[3] Agus Murdiyanto, “Faktor-Faktor Yang Berpengaruh Dalam Penentuan Penyaluran Kredit Perbankan,” 2012, hlm.64.
[4] Hadi Aksi, “KREDIT MURABAHAH DALAM KITAB HADIS KUTUB AL-TIS’AH (ANALISIS JUAL BELI ANGSURAN/TANGGUH DALAM HUKUM SYARIAH),” Syariah Jurnal Hukum dan Pemikiran 18, no. 2 (7 November 2018): hlm.235.
[5] nasution, adanan murroh, “UAL BELI KREDIT DITINJAU DARI PERSEFEKTIF HUKUM ISLAM,” t.t., 24–26.
[6] Mohammad Sandia, “PERLINDUNGAN HUKUM KONSUMEN TERHADAP PENYALAHGUNAAN KARTU KREDIT MENURUT UU NOMOR 8 TAHUN 1999 DAN BAGAIMANA PERSPEKTIF HUKUM ISLAM TERHADAP PENGGUNA KARTU KREDIT,”. hlm. 190.
[7] Nur Fatoni, “kearifan Islam Atas Jual Beli Kredit,” Semarang, 2014, 32.
[8] Supaijo, "ASPEK-ASPEK HUKUM PERDATA DALAM PENYALURAN KREDIT PERBANKAN KEPADA MASYARAKAT ". hlm.15.
[9] “43312-ID-analisis-yuridis-penyalahgunaan-kartu-kredit-terhadap-para-pihak-dalam-perjanjia.pdf,” t.t., 54–55 BACA JUGA .
[10] T Syah Muhammad Parunggit, “T. SYAH MUHAMMAD PARUNGGIT,” t.t., 6.
[11] “43312-ID-analisis-yuridis-penyalahgunaan-kartu-kredit-terhadap-para-pihak-dalam-perjanjia.pdf,” 55–57.
[12] Pato, “ANALISIS PEMBERIAN KREDIT MIKRO PADA BANK SYARIAH MANDIRI CABANG MANADO,” 2013, 877.
[13] hananta,noval pratama, “ANALISIS SISTEM PEMBERIAN KREDIT PENSIUN PADA PT BANK CIMB NIAGA BHAKTIKU KANTOR CABANG TULUNGAGUNG” 2 (2015): 137.
[14] supaijo, “ASPEK-ASPEK HUKUM PERDATA DALAM PENYALURAN KREDIT PERBANKAN KEPADA MASYARAKAT” 3 (t.t.): 16.
[15] catur bambang, “pengamanan pemberian kredit bank dengan jaminan hak guna bangunan,” jakarta 1 (Desember 2014): 279–80.
[16] mustofa, “MARK UP, BAI` BI TSAMAN AJIL DAN KREDIT MENURUT MANAJEMAN KEUANGAN ISLAM” 10 (Juni 2010): 150–51.
[17] prasetywi lestari,dewi, dwiatmanto, dan azizah,devi farah, “ANALISIS KEBIJAKAN ATAS PEMBERIAN KREDIT MODAL KERJA UNTUK MENINGKATKAN PROFITABILITAS BANK” 38 (t.t.): 176.

Berlangganan update artikel terbaru via email:

0 Response to "Jual Beli dengan Sistem Kredit"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel