KAFALAH DAN IMPELEMENTASI DALAM LEMBAGA KEUANGAN SYARIAH


BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Secara umum, syarat kafiah adalah kafalah harus seizin pihak yang menjamin. Pemjaminan yang dilakukan memang atas izin dan permintaan. Selain syarat ini, masing masing  rukun diatas ini mempunyai syarat tertentu, syarat yang terkait dengan pihak penangung adalah, pihak penangung harus cakap (berakal balik dan tidak dalam paksaan) pihak menjamin (kafil) harus mengetahui objek yang menjamin selain itu menurut kalangan hanafiyah, pihak menjamin harus ada dimajelis akad agar dapat mengetahui siapa dan apa yang dijaminnya.  Syarat yang terkait dengan pihak ashil yang berutang yang dijamin  (makhul anhu)  adalah ia dan wakilnya (ahli warisnya) mempunyai kemampuan untuk menyerahkan objek yang menjamin (makful bihi). Syarat lainya adalah, pihak yang dijamin harusnya diketahui oleh pihak penjamin (kafil). Menurut kalangan syafi’iyah.
B.     Rumusan Masalah
1.      Apa saja rukun dan syarak kafalah?
2.      Apa saja jenis-jenis kafalah?
3.      Kapan Berakhirnya Akad Kafalah Menurut yuni (2008) berakhir akad kafalah?
4.      Apa yang dimaksud Fee Akad Kafalah ?
5.      Apa yang dimaksud dengan Al Kafalah (garansi)?
C.    Tujuan Penulisan
1.      Untuk mengetahui rukun dan syarak kafalah
2.      Untuk mengetahui jenis-jenis kafalah
3.      Dapat mengetahui kapan Berakhirnya Akad Kafalah Menurut yuni (2008) berakhir akad kafalah
4.      Untuk mengetahui yang dimaksud Fee Akad Kafalah
5.      Untuk mengetahui yang dimaksud dengan Al Kafalah (garansi)
A.    Pengertian Kafalah
Al-kafalah menurut bahasa berarti al-dhaman (jaminan), hamalah (beban) dan zama’ah (tanggungan). Sedangkan menurut syara’ yaitu:
1.      Menurut madzhab Syafi’i
Al-Kafalah adalah “akad yang menetapkan iltizam hak yang tetap pada tanggungan (beban) yang lain atau menghadirkan zat benda yang dibebankan atau menghadirkan badan oleh orang yang berhak menghadirkannya.
2.      Menurut madzhab Maliki
Al-Kafalah adalah “Orang yang mempunyai hak mengerjakan tanggungan pemberi beban serta bebannya sendiri yang disatukan, baik menanggung pekerjaan yang sesuai (sama) maupun pekerjaan yang berbeda.
3.      Menurut Sayyid Sabiq,
Pengertian kafalah adalah proses penggabungan tanggungan kafil menjadi beban asjhil dalam tuntutan dengan benda (materi) yang sama, baik utang, barang, maupun pekerjaan.
B.     Rukun dan Syarat Kafalah
Rukun dan syarat kafalah ada dua, yaitu ijab dan kabul rukun kafalah menurut  jumhur ada empat yaitu:
1.      Pihak penjamin (al-kafil) yaitu pihak yang mempunyai pihak yang kecakapan untuk mentafharuskan hartanya,
2.      Objek yang dijamin (al-makful bihi) , yaitu berupa hak dan dapat diwakili kepada pihak yang lain, biasanya berupa utang atau barang hartan tertentu yang statusnya tertangung.
3.      Pihak yang menjamin (al-makful’ anhu) yaitu pihak yang mempunyai tanggungan harta yang harus dibayar, baik masih hidup maupun sudah mati.
4.      Akad ijab dan kabul (sighat), yaitu ungkapan, baik menguynakan lisan, tertulis maupun isyarat yang menunjukkan adanya kehendak para pihak untuk melaksanakan kafalah.
Menurut kalangan syafi’iyah rukun kafalah ada lima, yaitu empat sebagaimana disebutkan diatas, dan satu lagi yaitu adanya pihak yang berpiutang (makful’)
1.      Rukun kafalah terdiri dari:
a.       Pihak penjamin/penanggung (kâfîl, dhamin, za’im), dengan syarat baligh (dewasa), berakal sehat, berhak penuh melakukan tindakan hukum dalam urusan hartanya, dan rela (ridha) dengan tanggungan kafalah tersebut.
b.      Pihak yang berhutang/yang dijamin (makfûl ‘anhu, ‘shil, madhmun’anhu), dengan syarat sanggup menyerahkan tanggungannya (piutang) kepada penjamin dan dikenal oleh penjamin.
c.       Pihak yang berpiutang/yang menerima jaminan (makfûl lahu, madhmun lahu), dengan syarat diketahui identitasnya, dapat hadir pada waktu aqad atau memberikan kuasa, dan berakal sehat.
d.      Objek jaminan (makfûl bih, madhmun bih), merupakan tanggungan pihak/orang yang berhutang (ashil), baik berupa utang, benda, orang maupun pekerjaan, bisa dilaksanakan oleh penjamin, harus merupakan piutang mengikat (luzim) yang tidak mungkin, hapus kecuali setelah dibayar atau dibebaskan, harus jelas nilai, jumlah, dan spesifikasinya, tidak bertentangan dengan syari’ah (diharamkan).
e.       Lafadz, disyaratkan keadaan lafadz ijab dan kabul itu berarti menjamin.[1]
Secara umum, syarat kafiah adalah kafalah harus seizin pihak yang menjamin. Pemjaminan yang dilakukan memang atas izin dan permintaan. Selain syarat ini, masing masing  rukun diatas ini mempunyai syarat tertentu, syarat yang terkait dengan pihak penangung adalah, pihak penangung harus cakap (berakal balik dan tidak dalam paksaan) pihak menjamin (kafil) harus mengetahui objek yang menjamin selain itu menurut kalangan hanafiyah, pihak menjamin harus ada dimajelis akad agar dapat mengetahui siapa dan apa yang dijaminnya.  Syarat yang terkait dengan pihak ashil yang berutang yang dijamin  (makhul anhu)  adalah ia dan wakilnya (ahli warisnya) mempunyai kemampuan untuk menyerahkan objek yang menjamin (makful bihi). Syarat lainya adalah, pihak yang dijamin harusnya diketahui oleh pihak penjamin (kafil). Menurut kalangan syafi’iyah. Pihak menangung orang yang telah meningalpun  diperbolehkan. Pasal 293 ayat (1) KHES menyebutkan syarat terkait dengan makful, anhu peminjam,  yaitu ia harus dikenal oleh kafil/penjamin.
Syarat yang terkait yang diberi jaminan makful lahu antara lain, jelas orangfnya atau pihak yang jelas, harus cakap dan harus ada pada saat akad. Pihak yang diberi jaminan harus berakal, tidak harus baligh tapi seadanya anak kecil, ia harus mumayziz pasal 293 ayat (2) KHES  menyebutkan bahwa makful lahu/pihak memberi pinjaman harus diketahui identitasnya.
2.      Syarat Objek Kafalah
Adalah harus berupa utang yang mengikat. Onjek yang dijamin (makful bihi) harus suatu yang harus dipenuhi. Seperti utang yang harus dipenuhi menurut wahbah al-zuhaili , syarat makful bihi adalah makful bihi harus yang menjadi tanggungan pihak ashil baik berupa utang barang , jiwa atau perbuatan makful bihi  harus mampu dipenuhi pihak kafil yang agar akad kafalah yang dilaksanakan benar benar dimanfaatkan: utang yang ada harus benar-benar utang yang statusnya mengikat dan sah:
3.      Rukun dan Syarat Kafalah
a.       Pihak Penjamin (Kafiil)
1)      Baligh (dewasa) dan berakal sehat.
2)      Berhak penuh untuk melakukan tindakan hukum dalam urusan hartanya dan rela (ridha) dengan tanggungan kafalah tersebut.
b.      Pihak Orang yang berutang (Ashiil, Makfuul ‘anhu)
1)      Sanggup menyerahkan tanggungannya (piutang) kepada penjamin.
2)      Dikenal oleh penjamin.
c.       Pihak Orang yang Berpiutang (Makfuul Lahu)
1)      Diketahui identitasnya.
2)      Dapat hadir pada waktu akad atau memberikan kuasa.
3)      Berakal sehat.
d.      Obyek Penjaminan (Makful)
1)      Merupakan tanggungan pihak/orang yang berutang, baik berupa uang, benda, maupun pekerjaan.
2)      Bisa dilaksanakan oleh penjamin.
3)      Harus merupakan piutang mengikat (lazim), yang tidak mungkin hapus kecuali setelah dibayar atau dibebaskan.
4)      Harus jelas nilai, jumlah dan spesifikasinya.
5)      Tidak bertentangan dengan syari’ah (diharamkan).[2]
Syarat yang terkait objek yang ditanggung adalah utang yang jelas dan mengikat para pihak jelas dan mengikat para pihak. Utang merupakan utang hakiki yang memang wajib dibayar oleh puihak pengutang. KHES pasal 294 menyebutkan bahwa syarat terkait objek jaminan makful bihi adalah sebagaioi berikut:
1.      Makful bihi atau objek jaminan harus;
2.      Merupakan tangungan peminjam baik berupa uang, benda, atau pekerjaan.
3.      Merupakan piutang mengikat/lazim yang tidak mungkin hapus kecuali setelah dibayar atau dibebaskan
4.      Jelas nilai, jumlah, dan spekifisikasinya dan
5.      Tidak diharamkan.

C.    Jenis Jenis Kafalah
Menurut imam al-saraksi, kafalah ada dua macam, yaitu kafalah bi al-nafsi (ansuransi jiwa) dan kafalah bi al-mal (ansuransi harta). Menurut wahbah al-zuhaili, jenis-jenis kafalah antara lain adalah jaminan terhadap barang (al-kafalah bin’ain), jaminan terhadap jiwa (al-kafalah bilnafs) sementara bentuk kafalah yang umum di dunia perdsagangan antara adalah.
1.      Daman al-darak, yaitu jaminan terhadap harga yang piuhak penjual dan penjamin terhadap barrang yang dijual yang menjadi pihak pembeli.
2.      Penjamin pasar, yaitu pihak penjamin  utang yang akan menjadi tanggungan pihak pedagang dan menjamin barang barang bersetatus barang tanggungan yang akan diserahyterimakan kepadanya.[3]
3.      Jaminan terhadap kekurangan akibat ketidakkakuratan timbangan, takaran dan ukuran. Sementara menurut syafii antonio, jenis jenis kafalah adalah sebagai berikut.
a.       Kafalah bi nafs
Merupakan akad memberikan jaminan atas (personal guarantee) srebagai contoh, dampak praktif perbankan untuk bentuk kafalah bin-nafis adalah seorang nasabah yang mendapat pembiyayaan dengan jaminan nama baik dan ketokohan seorang atau pemuka masyarakat. Walaupun bank secara tidak memegang barang apapun, tetapi bank berharap tokoh tersebut dapat menguasakan pembayaran ketika nasabah yang dibiyayai mengalami kesulitan.
b.      Kafalah bil-mall
Merupakan jaminan pembayaran barang atau pelunas uang.
c.       Kafalah bit taslim
Bisa dilakukan untuk menjamin mpemgembalian atas barang yang disewa, pada masa sewa berakhir. Jenis pemberian jaminan dapat dilaksanakan oleh bank untuk kepentingan nasabahnya dalam bentuk kerja sama dengan perusahaan penyewaan (leasing company). Jaminan pembayaran bagi bank dapat berupa deposito atau tabungan dan bank dapat membebankan uang jasa (fee) kepada nasabah itu.
d.      Kafalah al-munjazah adalah jaminan mutlak yang tidak dibatasin oleh jangka waktu dan bentuk kepentingan atau tujnuan tertentu. Salah satu bentuk kafalah al-mujazah adalah pemberian jaminan dalam bentuk performance bond jaminan prestasi  suatu hal yang lazim di kalangan perbankan dalam hal ini sesuai dengan bentuk akad ini.
e.       Kafalah al-muallaqah
Merupakan penyederhanaan dari kafalah al-mujazah, baik noleh industri perbankan maupun asuransi al-mujazah, baik oleh industri  perbankan maupun asurransi.

Kafalah dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu kafalah dengan harta dan kafalah dengan jiwa. Sementara itu jenis kafalah ada tiga yaitu.
1.      Al-kafalah bit taslim, yaitu jaminan pengembalian barang yang disewa.
2.      Al-kafalah al-mualaqoh, yaitu jaminan mutlak tampa  batas waktu,dan
3.      Al-kafalah al-mualaqah,  yaitu jaminan  yang dibatasi jangka waktu tertentu.

Dasar hukum Bank Garansi adalah perjanjian penanggungan (borgtocht) yang diatur dalam KUH Perdata pasal 1820 s/d 1850.
Kelangsungan Bank Garansi, maka penanggung mempunyai “Hak istimewa“ yang diberikan undang-undang, yaitu untuk memilih salah satu, menggunakan pasal 1831 KUH Perdata atau pasal 1832 KUH Perdata, yang berbunyi, “Si penanggung tidaklah diwajibkan membayar kepada si berpiutang, selain jika si berutang lalai, sedangkan benda-benda si berutang ini harus lebih dulu disita dan dijual untuk melunasi utang”.
Perbedaan kedua pasal tersebut menjelaskan, bahwa jika bank menggunakan pasal 1831 KUH Perdata, apabila timbul cidera janji, si penjamin dapat meminta benda-benda si berhutang disita dan dijual terlebih dahulu. Sedangkan jika menggunakan pasal 1832 KUH Perdata, bank wajib membayar Garansi Bank yang bersangkutan segera setelah timbul cidera janji dan menerima tuntutan pemenuhan kewajiban (klaim). Dalam Bank Garansi, bank wajib mencantumkan ketentuan yang dipilihnya dalam Bank Garansi yang bersangkutan, agar pihak yang dijamin.[4]
Mengenai hadis-hadis yang bertema sentral kafālat al-yatῑm dengan dua sub tema, yakni hadis-hadis tentang dasar hukum pemeliharaan anak yatim dan bentuk-bentuk pemeliharaan anak yatim, yang tersebar dalam al-kutub al-tis’ah, kecuali Sunan al-Dārimiy22, yaitu.
1.      Dalam kitab Shahῑh al-Bukhāriy terdapat 2 matan hadis
2.      Dalam kitab Shahῑh Muslim terdapat 1 matan hadis
3.      Dalam kitab Sunan Abῑ Dāwud terdapat 2 matan hadis
4.      Dalam kitab Sunan al-Turmudziy terdapat 1 matam hadis
5.      Dalam kitab Sunan al-Nasāiy terdapat 1 matan hadis           
6.      Dalam kitab Sunan Ibn Mājah terdapat 1 matan hadis
7.      Dalam kitab Musnad Ahmad bin Hanbal terdapat 4 matan hadis
8.      Dalam kitab Muwaththa’ Mālik terdapat 1 matan hadis.

Dari hasil takhrῑj tersebut dapat diketahui bahwa hadis-hadis tentang kafālat al-yatῑm sebanyak  buah hadis. Namun dalam pembahasan tulisan ini penulis hanya mengangkat lima buah hadis untuk dianalisis secara tekstual dan kontekstual.
Kelima hadis tersebut terdiri dari 1 buah hadis tentang dasar hukum (keutamaan/balasan) bagi orang-orang yang memelihara anak yatim, dan  buah hadis yang menggambarkan bagaimana bentuk-bentuk pemeliharaan terhadap anak yatim, baik terhadap diri anak yatim itu sendiri maupun dilakukan melalui metode bi al-mawdhū’iy dengan menggunakan alat bantu berupa kamus hadis yang berjudul Miftāh Kunūz al-sunnah. Hasilnya, ditemukan tema hadis tentang al-yatāmā, tetapi di dalamnya tidak ditemukan hadis-hadis tentang dasar hukum pemeliharaan anak yatim dan bentuk-bentuk pemeliharaan anak yatim yang mejadi obyek kajian penulis.20 Oleh karena itu, Ulama fiqih menyatakan bahwa kafalah dibolehkan apabila di akadnya dengan lafal tertentu, yang menurut ulama mahjab hanafi dan sfi’i dapat berbentu as-sarih (jelas atau al-kinayah (sindiran). [5]
Lembaga jaminan kafalah dalam hukum islam , secara umum jaminan dalam hukum islam (Fiqih dibagi menjadi dua, jaminan yang berupa orang (personal guarancy) sering dikenal dengan istilah kafalah, jaminan yang berupa harta benda yang dikenal dengan istilah rahn.[6]

D.    Berakhirnya Akad Kafalah Menurut yuni (2008) berakhir akad kafalah dapat dilakukan dengan tiga cara yaitu:
1.      Jika kafalah berbentuk harta, maka diangap lunas dua cara:
2.      Membayarkan kepada  memberi utang atau suatu yang sama dengan makna membayar, baik pembayar itu dilakukan, baik pembayaran dilakukan oleh pemnjamin aqtau orang yang yang dijamin,
3.      Dibebaskan (pemutihan) atau cara yang sama dengannya, apabila pemberi uang membebaskan menjamin atau orang yang dijamin, maka utang nya bearti sudah lunas (selesai) berdasarkan kafalah,kecuali yang dibebaskan itu adalah penjamin saja, maka orang byang berutang tidak bebas dari utangnya.
4.       Jika kafalah dengan badan (diri)  atau kafalah bi al-nafsi dapat selesai dengan dua cara yaitu:
a.       Penyerahan diri kepada orang yang menuntut kafalah, pada tempat yang mungkin untuk menghadiri dimajlis hakim.
b.      Pembebasan yaitu orang yang memberi utang (yang berhak) membebaskan penjamin tersebut.  Akan tetapi orang yang berutang, maka keduanya bebas.

E.     Fee Akad Kafalah
Ulama fiqih menyatakan bahwa, akad kafalah seorang kafil tidak memperkenalkan pengembalikan (upah) atau jasa pertangungan yang telah diberikan kepada makful.[7]
Wakalah bukan akad yang mengikat melainkan akad yang ja’iz (artinya bisa dibubarkn). Imam malik berpendapat bahwa pemberian  kuasa itu ada dua macam yaitu, bersifat umum dan khusus, bersifat umum ialah memberikan kuasa yang berlaku secara umum tampa menyebutkan satu-persatu perkaranya,  sebab apabila disebutkan maka sifat-sifat keumuman dan menyerahkan tidak dapat digunakan. [8]
Kafalah pada dasarnya akad tabarru yang bernilai bagi menjamin bagi penjamin termasuk kerjasama dalam kebajikan (ta’awun’alal birri), dan penjaminan berhak meminta gantinya kembali kepada terutang.[9]
F.     Al Kafalah (garansi)
Jaminan yang diberikan penangung jawab pihak ketika untuk memenuhi kewajiban pihak kedua atau yang ditanggung dapay pula dibiyarkan pengalihan penangung jawab kepada pihak lain.[10]
Menurut sebagian ulama fiqh kafalah bin-nafs adalah kesediaan menghadiri tertanggung (makful’anhu) kehadapan pihak penerima tanggungan (makful lahu) untuk duatu tujuan dengan seizin tertangung kafalah ini diperbolehkan pertangungan tersebut.[11] Dan untuk legalitas suatu kontrak maka dalam kafalah kita lihat beberapa rukun dan akad dari kafalah menurut mahjab syafi’i  rukun kafalah hanya pada ijab dan kabul saja, lain jumhur lain bersepakat mengenai rukun dan syarat kafalah sebagai syarat.[12] Kafalah  diisyratkan oleh ALLAH SWT. Pada al-Quran surata yusuf ayat 72 penyuru itu berseru kami kehilangan piala raja dan barang siyapa yang dapat mengembalikan akan memperoleh makanan (seberat) beban unta dan aku menjamin terhadapnya.[13] Kitap fiqih menulis salah satu definisi dikemukakan oleh sayyid sabiq, bahwa kafalah terbagi menjadi dua jenis , pertama kafalah  bi an-nafs (kafalah diri) yang artinya sempit yaitu kewajiban seorang penjamin untuk mendatangkan orang yang ditanggung.[14]
Para pakar hadis berpendapat bahwa takhrij al-hadist dapat dilakukan dengan bi al-maudhu’iy dan metode bi al-alfazrij yang disebutkan pertama berdasarkan topik masalah hadis dan motode.[15]
  

DAFTAR PUSTAKA

Aditio, Rayno Dwi. “Perpektif Koplikasi Hukum Ekonomi Syariah Dan Jaminan Keperdataan” 2 (1 Juni 2015).

Budi Nugraheni, Destri. “Analisa Fakta Dewan Syariah Nasional Tentang Wakalah, Hawalah dan Kalafah Dalam Kegiatan Jasa Perusahaan Pembiyaaan Syariah.” Media Hukum 24 (2 Desember 2017).

Djuawaini, Dimyauddin. Pengantar Fiqih Muamalah. Pustaka Pelajar, 2015.

Fatma Kartika, Rini. “Jaminan Dalam Pembiyayaan Syariah (Kafalah Dan Rahn.” KORDINAT 57 (2 Oktober 2016).

Fauzi, Ika Yunia. “Akad Kafalah Dan Samsarah Sebagai Solusi Atas Klaim Keharaman Dispoship Dalam Jual Beli.” ISLAMICA 9 (Maret 2015).

HAMDADI. “ANALISIS IMPLEMENTASI KONSEP KAFALAH PADA BANK SYARIAH MANDIRI BANDA ACEH: STUDI TERHADAP PENYELESAIAN KONTRA GARANSI SEKTOR KONSITUSI.” SHARE 2 (1 Juni 2013).

Ibrahim, Azharsyah. “Kartu Kridit Dalam Hukum Syariah Kajian Terhadap Akad Dan Pensyaratan.” Jurnal al-mu’asbirah 7 (15 Maret 2010).

Imam Mustofa. Fiqih Muamalah. 3. Depok: Rajagranfindo persada, 2018.

“KORDINAT Vol-XV No-2 Oktober 2016.1.1,” no. 2 (2016): 24.

Lutfi, Ah Azharuddin. “Penerapan Hukum Islam Dalam Pembiyaaan Di Perbankan Syari’ah,” t.t., 2.

Mugiyati. “Kajian Hukum Islam Aplikasi Kafalah Pada Asuransi Takaful.” AL-QANUN 17 (1 Juni 2014).

Munawir, Satria. “Analisis Manajemen Risiko Produk Kafalah (Studi Pada Bank Muamalat Indonesia Banda Aceh).” SHARE 3 (1 Juni 2014).

Ratnawati, Anny. “Poyensi Dan Strategi Pengembangan Bank Syariah Di Indonesia: Kajian Produk Syariah Dari Segi Fiqih Mu’amalah.” Copyrigh 9 (2 Desember 2019).

Rosmania, Hamid. “Kafalah Al-Yatim Dari Perpektif Hadis Nabi” 17 (tahun 2013).

Zainuri, Hamzah. “Fee Pada Perjanjian Kafalah (Analisis Bank Garansi),” t.t.


[1] “KORDINAT Vol-XV No-2 Oktober 2016.1.1,” 236.
[2] Budi Nugraheni, “Analisa Fakta Dewan Syariah Nasional Tentang Wakalah, Hawalah dan Kalafah Dalam Kegiatan Jasa Perusahaan Pembiyaaan Syariah.”134
[3] Imam Mustofa, Fiqih Muamalah, 222–225.
[4] HAMDADI, “ANALISIS IMPLEMENTASI KONSEP KAFALAH PADA BANK SYARIAH MANDIRI BANDA ACEH: STUDI TERHADAP PENYELESAIAN KONTRA GARANSI SEKTOR KONSITUSI.”6
[5] Munawir, “Analisis Manajemen Risiko Produk Kafalah (Studi Pada Bank Muamalat Indonesia anda Aceh).”
[6] Fatma Kartika, “Jaminan Dalam Pembiyayaan Syariah (Kafalah Dan Rahn.”234
[7] Djuawaini, Pengantar Fiqih Muamalah, 251.
[8] Fauzi, “Akad Kafalah Dan Samsarah Sebagai Solusi Atas Klaim Keharaman Dispoship Dalam Jual Beli,” 337.
[9] Ibrahim, “Kartu Kridit Dalam Hukum Syariah Kajian Terhadap Akad Dan Pensyaratan,” 92.
[10] Ratnawati, “Poyensi Dan Strategi Pengembangan Bank Syariah Di Indonesia: Kajian Produk Syariah Dari Segi Fiqih Mu’amalah,” 259.
[11] Mugiyati, “Kajian Hukum Islam Aplikasi Kafalah Pada Asuransi Takaful,” 68–69.
[12] Zainuri, “Fee Pada Perjanjian Kafalah (Analisis Bank Garansi),” 53.
[13] Lutfi, “Penerapan Hukum Islam Dalam Pembiyaaan Di Perbankan Syari’ah,” 2.
[14] Aditio, “Perpektif Koplikasi Hukum Ekonomi Syariah Dan Jaminan Keperdataan,” 28–42.
[15] Rosmania, “Kafalah Al-Yatim Dari Perpektif Hadis Nabi,” 111.

Berlangganan update artikel terbaru via email:

0 Response to "KAFALAH DAN IMPELEMENTASI DALAM LEMBAGA KEUANGAN SYARIAH"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel