Definisi Ta'rif



BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Mantiq adalah alat atau dasar penggunaannya akan menjaga kesalahan dalam berfikir. Mantiq adalah sebuah ilmu yang membahas tentang alat dan formula berfikir, sehingga seseorang yang menggunakannya akan selamat dengan cara berfikir yang salah.Mantik merupakan upaya agar sesorang dapat berfikir benar, tidak keliru. Sebelum mempelajari mantiq, kita harus mengetahui apa yang di maksud “berfikir”. Berfikir adalah proses pengungkapan seesuatu yang misteri (majhul atau belum diketahui) dengan mengolah pengetahuan- pengetahuan. Dengan demikian ta’rif atau definisi adalah suatu cara atau alat unutk mengenal dan memahami tentang pengertian ta’rif atau definisi untuk mendapat gambaran yang sejelas-jelasnya terhadap ta’rif atau definisi.

B.     Rumusan Masalah
1.      Sebutkan macam-macam definisi atau ta’rif?
2.      Jelaskan syarat-syarat defini atau ta’rif?
3.      Apa fungsi definisi dan ta’rif?
4.      Bagaimana teknik membuat definisi atau ta’rif?

C.    Tujuan
1.      Menjelaskan macam-macam definisi atau ta’rif secara terperinci
2.      Menjelaskan syarat – syarat definisi atau ta’rif
3.      Memberikan pemahaman mengenai fungsi definisi atau ta’rif
4.      Memberikan penjelasan mengenai teknik membuat definisi atau ta’rif


BAB II
PEMBAHASAN

A.     Definisi atau Ta’rif
Definisi adalah pengetahuan yang kita butuhkan dalam kehidupan ilmiah maupun kehidupan sehari-hari kita banyak berurusan dengan definisi. Sewaktu orang memasuki pembicaraan permulaan suatu ilmu, ia akan bertemu dulu dengan definisinya. Dalam pembicaraan sehari-hari tidak jarang kita diminta untuk menjelaskan pengertian kata yang kita gunakan. Menjelaskan pengertian kata agar tidak terjadi kesimpangsiuran dalam penggunaannya merupakan tugas definisi.[1]
Mendefinisi adalah menyebut sekelompok karakteristik suatu kata sehingga kita dapat mengetahui pengertiannya serta dapat membedakan kata lain yang menunjuk obyek lain pula. Lalu apakah karakteristik kata itu?  Karakteristik itu tidak lain adalah differentia (sifat pembeda). Jadi mendefinisi suatu kata adalah menganalis jenis dan sifat pembeda yang dikandungnya.
Jenis  (genera) yang kita pilih adalah jenis terdekat karena dengan menghadirkan sifat pembedanya (differentia) kita langsung sampai pada pengertiannya. Jenis terdekat adalah nama umum yang langsung mencakup barang atau benda yang kita definisikan. Jadi jika kita hendak mendefinisikan ‘ kursi ‘ harus mulai dengan ‘tempat duduk’ mendefinisi ‘merpati’ dangan burung, mendefinisi ‘dasi’ dengan pakaian, setelah itu baru kita hadirkan sifat pembedanya.
Dengan prosedur itu ternyata ada beberapa kata yang tidak dapat kita beri definisi. Pertama adalah kata yang tidak dapat kita temukan generanya, maksudnya tidak bisa kita masukan kedalam kelompok nama umum. Termasuk dalam kelompok ini adalah kata yang menunjukan pengertian dasar yang universal, seperti wujud dan waktu. Kedua adalah kata yang tidak dapat ditemukan differentianya. Kenyataan mental yang sederhana seperti: marah, benci, kesal, senang dan sebagainya, tidak mungkin kita beri definisi, demikian pula penangkapan indera atas obyek yang sederhana seperti kuning, hijau, halus, kasar, wangi dan sebagainya. Jika tidak dapat diberi definisi karena alas an yang sama yakni kata yang tidak dapat ditangkap maksudnya kecuali bila dihubungkan dengan kata lain, seperti: atau, yang, daripada, meskipun dan sebagainya.

B.     Fungsi definisi
Pembahasan tentang kesimpulan yang merupakan tujuan pokok dalam logika, tidak akan tercapai sebagai mana mestinya, apabila pengertian – pengertian yang membentuk membentuk kesimpulan itu masih kabur atau samar- samar.[2]
Oleh sebab itu setelah melakukan penguraian dan penggolongan, maka maju selangkah lagi untuk menetapkan pengertian sesuatu.  Penetapan pengertian sesuatu itulah yang dimaksud dengan definisi atau  (ta’rif)  sesuatu yang diberi definisi itu disebut definendum dan definisi itu sendiri disebut definiens.

C.    Macam-macam definisi / ta’rif
Definisi terbagi kepada dua macam, yaitu definisi rill dan definisi nominal. Definisi nominal merupakan definisi yang dirumuskan menurut katanya. Definisi nominal ini berusaha menjelaskan definiendum dengan cara menguraikan menurut katanya. Dalam banyak hal definisi nominal ini tidak dianggap sebagai definisi dalam arti yang sesungguhnya. Ia kurang akurat dibandingkan dengan definisi rill yang biasanya digunakan secara ilmiah.[3]
1.      Definisi nominal terdiri daribeberapa jenis. Iya bisa berjenis stipulatif, etimologis, fleksikal dan sinonim. Jenis-jenis definisi nominal tersebut yaitu:
a.       Definisi stipulatif. Definisi ini digunakan bila kita bermaksut memperkenalkan sebuah kata atau term baru yang sebelumnya tidak diketahui. Seseorang yang memperkenalkan simbolbaru pada dasarnya memiliki kebebasan penuh untuk menentukan arti symbol atau kata tersebut. Sifat stipulatif tidak selalu mencerminkan persamaan pengertian antara definiendum dan definiensinya. Oleh karena itu tidak mungkin kita menyatakan bahwa definisi stipulatif bersifat benar atau salah. Definisi stipulatif dengan demikian hendaklah dipandang sebagai usulan dalam penggunaan difeniendum agar dapat dimengerti apa yang dimaksud oleh difeniensinya. Definisi stipulatif pun tidak jarang terbentuk sebagai akibat proses salah kaprah. Artinya definisi itu terbentuk dari proses penawaran yang salah tetapi oleh masyarakat luas telah dianggap benar. Contoh, kata atau term “ sarjana” dalam masyarakat jawa kuno diartrikan sesorang yang memiliki keahlian yang luarbiasa. Pada kata itu tidak demikian halnya. Sarjana sekarang diartikan sebagai seseorang yang telah menyelesaikan salah satu jenjang pendidikan diperguruan tinggi, tanpa mempersoalkan lagi apakah benar orang itu memiliki keahlian yang luar biasa atau tidak. Ia dengan kata lain tetap seorang sarjana.
b.      Definisi etimologis, yang dimaksud etimologis ialah definisi yang berusaha menjelaskan defeniendum dengan cara menelusuri asal usul katanya. Pengertian ‘’lokomotif” misalnya bisa didefinisikan dari kata “movere” yang berarti yang menggerakan. Lokomotif secara etimologis dengan demikian didefinisikan sebagai suatu benda yang dapat bergerak dari suatu tempat ketempat yang lain. Inilah contoh definisin etimologis.
c.       Definisi leksikal. Definisi leksikal yaitu definisi yangberusaha menjelaskan definiendum dengan cara mengacu pada kamus tertentu. Jadi, derfinisi leksikal ini tidak dimaksutkan untuk mendefinisikan sebuah kata atau term baru yang belum dikenal melainkan sekedar untuk melaporkan arti kata atau term baru teersebut sebagaimana telah dijelaskan dalam kamus. Berbeda dengan definisi stipulatif, definisi leksikal ini secara pasti dapat kita tentukan salah atau benar sebagai contoh “pisau” didefinisikan sebagai salah satu alat pemotong yang mempunyai satu mata.
Definisi leksikal bermanfat untuk menjelaskan sebuah kata atau istilah kepada orang lain yang di perkirakan kurang memahaminya. Namun demikian, definisi leksikal ini belum cukup untuk memberikan penjelasan yang bersifat ilmiah. Dalam berbagai tulisan ilmiah popular definisi lekskal sangat membantu. 
d.      Definisi yang menggunakan sinonim. Dalam definisi yang menggunakan sinonim ini, definiendum berusaha dijelaskan dengan menggunakan sinonim atau paduan kata yang sesuai. Mengingat keterbatasaan seseorang, maka perlu kiranya dalam sebuah uraian kita memberikan sinonim bagi kata-kata yang tampaknya kurang dikenal secara umum.  Perlu kita ketahui bahwa setiap tul;isan ilmiah hendaknya digunakan bahasa yang sederhana dan dapat dimengerti oleh semua orang. Jadi,bila memang terpaksa menggunakan kata atau istilah yang memang kurangf dikenal secara luas, sebaiknya kita cantunkan pula padanan atau sinonimnya .
Setelah kita ketahui bebagai definisi nominal diatas, dapat disimpulkan bahwa definisinnominal memang cukup banyakn membantu tetapi bantuan tersebut masih bersifat sementara, dan tidak bersfat ilmiah.   
2.      Definisi rill dianggap mampu mengungkapkan hal atau benda yang didefinisikan secara nyata. Dalam definisi rill di sajikan unsure-unsur atau cirri- cirri realitas yang didefinisikan secara hakiki, dalam membvuat definisi rill selalu melalui dua langkah yaitu . pertama, menyatakan cirri atau unsure yang merupakan realitas tertentu dengan realitas lainnya dalam jeis terdekat. Kedua, menyatakan unsure atau cirri yang membedakan realitas tertentu dengan realitas lainya. Dalam definisi rill terdapat beberapa definisi, yaitu definisi hakiki, definisi deskriptif, definisi yang menunjukan (tujuan) dan definisi yang menjelaskan sebab musabab.
a.       Definisi hakiki dan definisi esensial. Yaitu menunjukan esensi realitas yang mendefinisikanya. Esensi sebuah relitas merupakan pengertian yang abstrak sifatnya, yang didalamnya terkandung unsure-unsur pokok yang sangat diperlukan untuk memahami spesies yang lainnya. Definisi hakiki lazimnya digunakan dalam ilmu pengetahuan dan filsafat. Definisi hakiki ini pada dasarnya tersusun dari jenis yang terdekat(genus proximum) dan perbedaan spesifik (differentia specipice). Yang dimaksut dengan genus adalah setiap pengertian yang menyatakan hanya sebagian dari keseluruhan hakikat realitas secara utuh. Yang dimaksud dengan spesies (golongan)adalah setiap pengertian yang dapat dikenakan kepada bawahan genus sedangkan perbedan spesifik adalah sebuah pengertian yang berfungsi membedakan golongan (spesies) dari jenis (genus). Jadi, untuk membuat definisi hakiki , kita perlu , menggolongkan kelas atau objek kedalam golongan tertentu (klasifikasi). Setelah itu dibedakan objek itu dari objek lain dalam kelas yang sama (deferentia).
b.      Definisi deskriptif. Definisi ini berusaha mengambarkan sifat –sifat vyang melekat pada realitas yang didefinisikan. Misalnya “bungan bangkai” didefinisikan sebagai bunga yang mengeluarkn bau yang kurang sedap, berukuran garis tengah antara sekian sentimeter sampai sekian sentimeter, tumbuh dihutan yang berketinggian sekian meter dari permukaan laut. Berdasarkan defiendum ini, dapat dibuat perbedaan spesies “bunga bangkai” itu dengan spesies bunga lain.
c.       Definisi maksud (tujuan). Sesuai dengan namanya definisi ini dibuat dengan  sasaran agar dapat dipakai untuk menjelaskan mengapa sebuah benda atau realitas diciptakan. Misalnya, “computer” didefinisikan sebagai alat yang dapat dipakai untuk menyimpan, mengolah dan memproses data. Jadi benda yang bernama computer  merupakan benda yang dibuat dengan maksud tujuan tertentu.
d.      Definisi sebab musabab. Definiisi ini sama dengan definisi maksut atau tujuan. Dalam definisi sebab musabab (terjadi sebuah realitas) ditentukan apa atau factor-faktor  apa yang menjadi  penyebab penunjang, serta mengapa realitas tersebut terjadi. Inilah hal yang harus diungkapkan oleh pembuat definisi.

D.    Aturan-Atuaran Dalam Merumuskan Definisi
Membuat definisi yang benar tentu harus mengikuti sejumlah aturan. Dibawah ini sebagaimana yang di kemukakan parera(1987) dan ihrom (1987) pokok-pokok aturan yang harus diperhatikan dalam menyusun definisi:[4]
1.      Jumlah isi yang dikandung definiens sama dengan isi  definiendum hal ini berarti bahwa : bawah:
a.       Definiens tidak lebih luas daripada definiendum. Oleh sebab itu definiens harus mengeluarkan sesuatu yang tidak termasuk lingkungan definiendum. Definisi yang tidak memenuhi ketentuan ini seperti definisi manusia dengan hewan yang bermata dua.
b.      Definiens tidak lebih sempit daripada definiendum. Karena itu definiens harus menarik segala sesuatu yang termasuk lingkungan definiendum. Definisi yang melanggar ketentuan ini seperti definisi: manusia dengan hewan yang membaca.
2.      Dalam definiens jangab terdapat kata yang dijumpai dalam definiendum. Pelanggaran pada syarat ini  dapat menyebabkan  definisi itu bersifat cilcular, berputar- putar seperti orang menghasta kain sarung. Umpamanya: dalam mendefinisikan pengetahuan dikatakan: pengetahuan ialah hal–hal yang diketahui dalam ingatan.definisi ini sifatnya cilcular, karena menyebabkan timbul lagi pertanyaan.
3.      Definisi jangan mengandung pengertian yang negative. Contoh definisi yang melanggar syarat ini seperti: orang miskin ialah orang yang tidak kaya. Dafinisi ini tidak diberi penjelasansan sedikitpun tentan pengertian miskin itu, karna sifatnya negative.
4.      Definisi juga mengandung kata kiasan atau kata samara. Definisi yang melanggar ketentuan ini umpamanya: sarjana adalah matahari akal dan lautan ilmu. Anak adalah biji mata, jantung hati. Ke-empat syarat tersebut perlu diperhatikan pembuatan definisi.  Pelanggaran salah satu syarat yang empat itu, menyebabkan defisi itu cacat atau kurang nilainya.

E.     Teknik Membuat Definisi
Dalam teknik pembuatan definisi ada dua teknik untuk mendefinisikan sebuah term, istilah atau konsep. Teknik pertama, teknik yang menekankan pada detotasi atau keluasan term yang didefinisikan, dabn yang kedua yaitu teknik yang menekankan pada konotas atau kedalam yang didefinisikan.[5]
Teknik mendefinisikan secara denotative dapat engan mudah dilakukan dengan cara member contoh pada objek yang didefinisikan. Teknik mendefinisikan dengan cara memberi contoh disebut pula definisi demonstratif. Dalam definisi ini secara langsung ditunjukan oleh objek yang akan didefinisikan. Teknik mendefinisikan dengan cara member contoh, tentu banyak menemukan kesulitan, yaitu bagai mana kita menjelaskan sifat-sifat kecenderungan, kebiasaan yang perlu didefinisikan.
Teknik mendefinisikan dengan cara konotatif yang juga disebut definisi analitik atau definisi pergenus et diferensie, dianggap definisi yang paling penting dibandingkan dengan dteknik definisi yang bersifat konotatif. Untuk mendefinisikan sebuah term yang kompleks sifatnya, kadang membutuhkan pemilihan genus. Genus adalah kelompok yang anggotanya dibagi kedalam beberapa sub-kelompok. Sedangkan spesies terdiri dari berbagai sub-kelompok tersebut, jadi sebuah kelompok yang sama dapat menjadi genus dalam hubungan dengan  sub kelompoknya, sekaligus menjadi spesies dalam hubungan dengan kelompok yang lebih besar, tempat spesies itu merupakan subkelompok.
Pada dasarnya definisi konotatif yaitu berusaha mendefinisikan sebuah objek dengan cara menentukan genusnya terlebih dahulu, kemudian mencari perbedaanyang terdapat di antara  spesies  yang menjadi anggota genus.
Definisi konotatif hanya mungkin dipakai untuk mendefinisikan objek yang menunjukan cirri-ciri yang kompleks. Jika tidak demikian, jika objek yang didefinisikan terlalu sederhana, maka cirri-cirinya sulit dianalisis. Definisi konotatif sulit pula digunakan untuk mendefinisikan term yang menggambarkan sifat universal misalnya ada, intensitas, keberadaan, dan sebagainya. Kesulitan mendefinisikan tentu terletak pada term yang hendak didefinisikan itu tidak merupakan spesies dari gebus tertentu.   

F.     Kesesatan Dalam Logika
Kesesatan yang di acapkali dijumpai dengan penalaran, khusunya dalam logika tradisional secara sederhana dapat dibedakan menjadi dua bagian, yaitu kesesatan formal, dan kesesatan informal. Kesesatan formal terjadi karena kecerobohan kecerobohan dalampenalaran yang berakibat munculnya ambiguitas dalam bahasa yang digunakan dalam merumuskan argument, kesesatan informal dapat dibedakan menjadi kesesatan karena bahasa dan kesesatan karena relevansi.[6]
Pengelompokan kesesatan bukan dimaksudkan sebagai suatu klasifikasi yang final, akan tetapi sekedar sebagai sesuatu cara untuk memudahkan pembahasan saja.
1.      Kesesatan formal
a.       Kesestan karena four term(empat artian)
Kesesatan ini disebabkan karena digunakanya empat arti dalam suatu penalaran. Dalam suatu penalaran pokok sebutan(categorical silogisme) hanya boleh dipakai oleh tiga artian, yaitu pokok, sebutan dan artian tengah yang menjembatani pokok dan sebutan, itu mejadi simpulan. Sesat piker Karena empat artianini biasanya terjadi karena dipergunakannya istilah yang bermakna ganda.
b.      Kesesatan karena undistributed middle term (term tengah yang tidak berdistribusi)
Adalah suatu sesat pikir yang terjadi dalam suatu susunan pikir berupa artian tengah yang tak tertunjuk semua dalam pangkal pikir sehingga artian tengah itu sesungguhnya tidak dapat menghubungkan pokok dengan sebutan yang dinyatakan dalam kesimpulanya.
c.       Kesesatan karena premis – premis yang mengiyakan dan kesimpulan yang mengingkari.
Ini terjadi karena melanggar aturan pembentukan silogisme yang menyatakan bahwa dari pangkal pikir yang mengiyakan hanyalah dapat bditurunkan suatu kesimpulan yang mengiyakan pula. Andai aturan ini dilanggar maka salahlah penalaran itu.
d.      Kesesatan karena premis negatif dan kesimpulan yang mengiyakan.
Sesat pikir ini melanggar ketentuan yang menyatakan bahwa kalau salah satu premis bersifat negatif  maka kesimpulanya harus negatif. Jika ini dilanggar maka akan terjadi kesalahan
e.       Kesesatan dua premis yang  mengingkari
Ini merupakan sesat pikir yang melanggar ketentuan atau hukum  sahnya penyusunan silogisme yang menyatakan bahwa suatu susunan pikir yang mengandung dua premis mengingkari tidak dapat ditarik kesimpulan yang sah.

2.      Kesesatan informal
Kesesatan informal adalah kesesatan yang diluar kesesatan formal terutama kesesatan logika yang disebabkan oleh bahasa. Kesesatan ini sebagaimana dikemukakan soekadijo(1988),
a.       Kesesatan disebabkan oleh arti kiasan
Apabila dalam sebuah penalaran arti kiasan disamakan dengan arti sebenarnya,maka akan timbul arti kesesatan karena arti kiasan itu.
b.      Kesesatan yang diakibatkan ampiboli.
Kesesatan ini terjadi apabila sebuah kalimat konstruksinya sedemikian rupa, sehingga artinya bercabang – cabang. Akibatnya, sebuah pernyataan ampiboli dapat benar dalam sebuah interpretasi, tetapi dapat salah dalam interpretasi lain.




BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Devinisi atau ta’rif adalah sebuah ilmu mantik yang menerangkan suatu kata atau kalimat baik dengan tulisan atau kalimat baik dengan tulisan maupun lisan. Dimana akan ditemukan suatu kejelasan tentang yang diterangkan atau diperkenalkan.
Devinisi atau ta’rif ada beberapa macan yaitu nominal dan rill, Definisi rill dianggap mampu mengungkapkan hal atau benda yang didefinisikan secara nyata.  Definisi nominal merupakan definisi yang dirumuskan menurut katanya. Definisi nominal ini berusaha menjelaskan definiendum dengan cara menguraikan menurut katanya


[1] Mundiri, Logika, (Jakarta:PT.Rajafindo Persada, 2011),hlm.37
[2] Ali Hasan, Illmu Mantik Logika,(Jakarta:PT Gedung maya indah: 1995),hlm.41
[3] Ibid:hlm,43
[4] Karomani, Logika, (Yogyakarta:PT Graha Ilmu,2009).hlm, 47
[5] Ibid,hlm,45
[6] Ibid,hlm,49

Berlangganan update artikel terbaru via email:

0 Response to "Definisi Ta'rif"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel