TEORI KRITIS HEBERMAS
TEORI KRITIS
HEBERMAS
ABSTRAK
Teori kritis
berupaya untuk melakukan kritik atas masalah positivisme dalam ilmu-ilmu
sosial, yang beranggapan bahwa ilmu-ilmu sosial itu bebas nilai (value-ree),
terlepas dari praktik sosial dan moralitas, dapat dipakai untuk prediksi,
bersifat obyektif, dan sebagainnya.
Tujuan dari penulisan ini sendiri
yaitu untuk mengetahui dan memahami lebih lanjut teori Habermas tentang Kritis.
Sedangkan dalam pengumpulan data, penulis menggunakan metode studi pustaka.
Yaitu dimana penulis menghimpun informasi yang diperoleh dari buku-buku, karya
ilmiah, tesis, disertasi, ensiklopedia, internet, dan sumber-sumber yang
relevan lainnya.
Teori kritis Habermas menjelaskan
tentang pengertian kritis, kritis pengetahuan ke kritis ilmu, kategori
pengetahuan fungsi sarana organisasi soial, overview teori kritis,
kritik terhadap teori kritis dan teori tindakan komunikatif habermas.
Kata Kunci: Teori Kritis Habermas
BAB I
PENDAHULUAN
Kritik adalah konsep
kunci untuk memahami Teori Kritis. Kritik juga merupakan suatu program bagi Mazhab
Frankfrut untuk merumuskan suatu teori yang bersifat emansipatoris tentang
kebudayaan dan masyarakat modern. Kritik-kritik mereka diarahkan pada berbagai
bidang kehidupan masayarakat modern, seperti seni, ilmu pengetahuan, ekonomi,
politik dan kebudayaan pada umumnya yang bagi mereka telah menjadi rancu karena
diselubungi ideologi-ideologi yang menguntungkan pihak-pihak tertentu sekaligus
mengasingkan manusia individual di dalam masyarakatnya.
A.
Latar Belakang
Teori
Teori kritis,
sebagaimana namanya, mengekspresikan
serangkaian kritik terhadap pemikiran dan tradisi-tradisi filsafat lain. Teori
kritis lahir dengan karakteristik dialektik berkembang melalui dialog. Teori
kritis ini adalah teori yang benci terhadap sistem filosofis yang tertutup.
Maka teori kritis menolak memberhalakan pengetahuan sebagai sesuatu yang
terpisah dan lebih penting dari pada tindakan.
Untuk memahami teori kritis Jurgen
Habermas penting terlebih dahulu memahami konteks sejarah dan konteks pembentukan
teori-teori yang melatar belakangi pemikiran-pemikirannya. Sebagai pemikir
otentik, Habermas tidak dikungkung oleh warisan pemikiran mazhab Frankfurt,
tanpa melihat titik-titik lemahnya untuk kemudian berupaya memperbaharuinya. Di
sinilah posisi penting Habermas dalam teori kritis mazhab Frankfurt.
Pemikiran mazhab Frankfurt
merupakan pemikiran yang sangat kritis terhadap pemikiran Karl Marx dan
penerusnya. Namun pemikiran mazhab Frankfurt tidak dapat dipisahkan dari
sejarah pemikiran Marxis itu sendiri, karena bagaimanapun pemikiran teori
kritis merupakan perkembangan lebih lanjut dari Marxisme di Barat. Dalam “Das
Kapital”, Karl Marx mengemukakan bahwa perkembangan masyarakat kapitalis akan
berjalan sedemikian rupa sehingga sistem ini akan menuju penghancuran oleh dirinya
sendiri. Friederich Engels sahabat dekat Marx, mempopulerkan teori Marx ini
sampai dijadikan idiologi politik gerakan buruh di Jerman dengan “Partai Sosial
Demokrat Jerman”. Di dalam kongresnya tahun 1891 di Erfurt gerakan buruh
terbesar pada waktu itu dengan tegas menerima ajaran Marx sebagai dasar program
partainya dan dalam kongres internasional II telah menyebabkan teori Marxis
diterima oleh gerakan buruh di luar Jerman (termasuk Partai Sosial Demokrat
Rusia) dimana Lenin menjadi wakilnya. Dengan demikian pandangan Marx tentang
perkembangan kapitalisme menjadi pandangan resmi gerakan buruh internasional.
Kapitalisme sebagai suatu bentuk
masyarakat akan terus menghisap kaum buruh dan konsentrasi modal ada di tangan
kaum kapitalis_yang secara kuantitas klas proletar akan bertambah. Ada
keyakinan bahwa_sistem kapitalis akan ambruk dengan sendirinya dan digantikan
dengan sistem sosialisme (dimana kekuasaan ada di tangan kaum proletar atau
buruh). Keyakinan atau pandangan Internasionale II disebut determinisme ekonomis
atau ekonomisme, yakni suatu penafsiran positivistis atas ajaran-ajaran Marx di
dalam “Das Kapital”. Penafsiran ini tentu telah melenyapkan peran historis klas
proletariat melalui perjuangan kelasnya karena anggapan dasar bahwa sistem
sosialis akan datang dengan sendirinya secara alamiah.
Pemikiran kritis kedua filsuf
masuk ke dalam aliran pemikiran neo-Marxisme atau Marxisme kritis; Antonio
Gramsci menyebut pemikiran kedua filsuf itu filsafat praxis. Pada perkembangan
selanjutnya filsafat praxis mendapatkan kritik dari kubu Marxis ortodoks dan
pembersihan dari pihak partai mereka sendiri akibatnya filsafat praxis memudar,
keduanya telah meninggalkan kosnep-konsep penting bagi pembentukan teori
Marxisme kritis berikutnya, yaitu konsep alienasi (diambil dari pemikiran Marx
Muda; hegemoni, praxis dan konsep reifikasi dari Lukacs). Dan inilah yang
dikatagorikan sebagai pemikiran kritis gelombang pertama, sementara pemikiran
kritis gelombang kedua yaitu pemikiran kritis mazhab Frankfurt.
Generasi pertama Teori Kritis
memperkembangkan gagasan-gagasan Lukacs dalam Geschichte und Klassenbewusstein.
Usaha menarik yang dilakukan Lukacs adalah mengaitkan konsep rasionalisasi
menurut Max Weber dan konsep fetisisme komoditi menurut Karl Marx. Hasil
sintesis kedua konsep itu Lukacs menghasilkan konsep reifikasi
(verdinglichung), yaitu pandangannya mengenai hubungan antara manusia yang
nampak sebagai hubungan antara benda-benda. Konsep reifikasi ini muncul dengan
wajah baru dalam pemikiran teori kritis mengenai Rasio Instrumental, kritik
mereka atas masyarakat modern dan rasionalitasnya.
B.
Rumusan
Masalah
1.
Bagaimana Teori Kritis
Habermas?
2.
Apa yang dimaksud Kritis
Pengetahuan ke Kritis Ilmu Epistemologi Sosial?
3.
Seperti apa Kategori
Pengetahuan Fungsi Sarana Organisasi Sosial?
4.
Apa yang dimaksud Overview
Teori Kritis?
5.
Apa yang dimaksud Kritik
Terhadap Teori Kritis?
6.
Apa kelebihan dan kekurangan
teori kritis habermas?
7.
Bagaimana Habermas dan
Teori Tindakan Komunikatif?
8.
Apa saja Dalil-Dalil yang
Mendukung Keberadaan Teori?
9.
Bagaimana pengaplikasian
Teori Kritis dalam pembelajaran IPS (SK-KD)?
C.
Tujuan
Penulisan
1.
Untuk Mengetahui Teori
Kritis Habermas
2.
Untuk Mengetahui Kritis
Pengetahuan ke Kritis Ilmu Epistemologi Sosial
3.
Dapat Mengetahui Kategori
Pengetahuan Fungsi Sarana Organisasi Sosial
4.
Untuk Mengetahui Overview
Teori Kritis
5.
Untuk Mengetahui Kritik
Terhadap Teori Kritis
6.
Agar mengetahui kelebihan
dan kekurangan teori kritis habermas
7.
Untuk mengetahui habermas
dan teori tindakan komunikatif
8.
Dapat mengetahui dalil-dalil
yang mendukung keberadaan teori kritis
9.
Untuk mengetahui
pengaplikasian Teori Kritis dalam pembelajaran IPS (SK-KD)?
D.
Metode
Penulisan
Kegiatan
penelitian ini
dilaksanakan dengan metode studi pustaka. Untuk mengumpulkan datanya digunakan
beberapa teknik pengumpulan data yang menghimpun
informasi yang relevan dengan topik atau masalah yang menjadi objek penelitian.
Infromasi tersebut diperoleh dari buku-buku, karya ilmiah, tesis, disertasi,
ensiklopedia, internet dan sumber-sumber yang relevan lainnya.
BAB II
HASIL DAN
PEMBAHASAN
A.
Hasil Kajian Teori
Kritis (Hebermas)
1.
Teori Kritis
(Hebermas)
Jurgen
Hebermas adalah salah seorang tokoh dari Filsafat Kritis. Ciri khas dari
filsafat kritisnya adalah, bahwa ia selalu berkaitan erat dengan kritik
terhadap hubungan-hubungan sosial yang nyata. Pemikiran kritis merefleksikan
masyarakat serta dirinya sendiri dalam konteks dialektika struktur-struktur
penindasan dan emansipasi. Filsafat ini tidak mengisolasikan diri dalam menara
gading teori murni. Pemikiran kritis merasa diri bertanggung jawab terhadap
keadaan sosial yang nyata.[1]
Teori kritis merupakan sebuah
metodologi yang berdiri di dalam ketegangan dialektis antara filsafat dan ilmu
pengetahuan. Teori kritis tidak hanya berhenti pada fakta-fakta obyektif
seperti yang dianut positifisme atau tradisional, akan tetapi menembus di balik
realitas sosial untuk menemukan kondisi-kondisi yang timpang.
Teori kritis dikaji
melalui dialektika antara teori kritis dengan teori tradisional, di samping itu
ia juga bermaksud membongkar kedok-kedok teori tradisional mengenai pertautan
pengetahuan dengan kepentingan. Teori kritis harus dipahami dalam konteks jamannya, tetapi manakala
jaman itu memiliki karakter yang sama, maka tidak mustahil bahwa teori itu pun
mempunyai relevansi dengan realitas jaman.
Teori
kritis tidak mengkritik dari luar, melainkan menggunakan istilah Adorno,
“membuat hubungan-hubungan menari-nari menurut irama mereka sendiri” sampai
mereka memperlihatkan diri sebagai hubungan penindasan. Jadi, teori kritis
selalu mengikuti realitas secara ketat dan menunjukkan dimana realitas itu
menumpas kebenaran dan menindas manusia.
Habermas
melanjutkan pemahan teori kritis dengan menunjuk pada filsafat pekerjaan Max.
Menurut Max, dunia dimana kita menemukan diri apabila kita mencapai kesadaran,
meskipun kelihatannya mantap dan mendahului kita dalam realitas, sebenarnya
merupakan ciptaan manusia, yaitu manusia selama sejarah sebelum kita. Melalui
pekerjaan, manusia mewujudkan dimana realitas yang mengelilingi kita. bukan
hanya realitas fisik, tetapi juga realitas sosial. Misalnya sistem masyarakat
feodal atau sistem kerja upahan buakanlah hubungan antar manusia yang
berdasarkan kodrat manusia melainkan merupakan hasil konstelasi sejarah
tertentu. Dengan memahami hal itu, keadaan dapat kita ubah.
Jadi
teori kritis memahami bahwa realitas yang diselidikinnya pada hakikatnya
ditentukan oleh penindasan dan penghisapan. Maka realitas yang demikian adalah
realitas yang buruk sekaligus palsu karena menutup-nutupi penindasan dan
peghisapan tersebut. Teori kritsi membuka kesadaran bahwa keadaan buruk dan
palsu itu dapat diubah, dengan demikian hubungan-hubungan penindasan itu
kehilangan kuasa mutlat mereka atas manusia. Hubungan-hubungan tersebut hanya
mempertahankan diri selama tidak disadari atau diterima sebagai sesuatu yang
tidak bisa diubah. Begitu kita mengerti bahwa kita sendirilah yang menciptakan,
dorongan untuk mengusahakan emansipasi (pembebasan) pundapat menyatakan
diri.[2]
Teori
kritis lahir dengan maksud membuka seluruh selubung ideologi dan irasionalisme
yang telah melenyapkan kebebasan dan kejernihan berpikir manusia modern.
Perlu diketahui bahwa ilmu pengetahuan, menurut Habermas, dibedakan menjadi
tiga kategori dengan tiga macam kepentingan yang mendasarinya:
1.
Kelompok ilmu empiris, kepentingannya adalah menaklukkan, menemukan
hukum-hukum dan mengontrol alam.
2.
llmu-ilmu humaniora, yang memiliki kepentingan praktis dan saling memahami.
Kepentingan ilmu ini bukan untuk mendominasi atau menguasai, juga bukan
membebaskan, tetapi memperluas saling pemahaman.
3.
Ilmu kritis yang dikembangkan melalui refleksi diri, sehingga melalui
refleksi diri, kita dapat memahami kondisi-kondisi yang tidak adil dan tidak
manusiawi dalam kehidupan. Kepentingannya adalah emansipatoris.[3]
Teori
kritis berupaya untuk melakukan kritik atas masalah positivisme dalam ilmu-ilmu
sosial, yang beranggapan bahwa ilmu-ilmu sosial itu bebas nilai (value-ree),
terlepas dari praktik sosial dan moralitas, dapat dipakai untuk prediksi,
bersifat obyektif, dan sebagainnya. Implikasi logisnya adalah bahwa pengetahuan
yang dianggap benar hanyalah pengetahuan ilmiah, dan pengetahuan semacam itu
diperoleh dengan metode ilmu-ilmu alam. Oleh Teori Kritis, anggapan tersebut
dikritik sebagai (ilmu) yang menyembunyikan dukungan terhadap status quo masyarakat
di balik kedok obyektivitas. Kenyataan inilah yang oleh Horkheimer dikatakan
bahwa positivisme tidak lain digunakan sebagai ideologi.
Menjawab
kritik dan sekaligus kritis atas positivisme yang menganggap ilmu-ilmu sosial
bebas nilai tersebut. Teori Kritis mencoba mendasarkan segenap epistemogoinya
sebagai teori yang memihak praktis emansipatoris masyarakat. Hebermas, yang
kemudian menyempurnakan pendasaran epistemologi teori kritis, mengatakan bahwa
segala bentuk ilmu harus diamalkan kepada kepentingan kognitif, sehingga ia
tidak bebas nilai. Setiap ilmu dan teori apapun harus memiliki pertautan
dengannilai dan kepentingan.[4]
Demikianlah
bahwa teori kritis mendasarkan kerangka kerjanya pada epistemologi yang
bersifat praktis, tidak hanya mengangkat teori-teori saja, melainkan mempraksis
teori tersebut untuk melakukan ‘proyek’ pembebasan manusia dari ketidaksadaran
atau terutama dari dogma-dogma ideologi positivistik. Emansipasi manusia
memberikan penekanan dalam aspek empirik, bukan sekedar pragmatis, agar
keberdayaan dan kemandirian manusia dapat secara kritis dibangun. Teori kritis pada
dasarnya berkeinginan menjadi gerakan yang berupaya membebaskan akal pikir
manusia dari seluruh mitos atau teologi, yang kemudian memunculkan ilmu
pengetahuan modern.
Hebermas
melihat irasionalitas dunia modern menenggelamkan mimpi yang diagungkan zaman
Pencerahan (Enlightenment) tentang akal (reason) dan kebebasan
manusia. Hebermas percaya bahwa kekuatan
akal bisa memberi keuntungan bagi tumbuhnya kebebasan berpendapat. Dengan
demikian aktivisme, intelektualisme, dan konteks Barat saat itu membentuk sosok
Hebermas. Ia seorang intelektual yang meyakini perlunya dilebur intelektualisme
dan aktivisme, antar teori dan praktik, dan perlunya visi optimis akan
perubahan struktural yang lebih baik. Oleh karena itu, teori kritiknya dibangun
dengan cara mengkritik 3 konsep, yakni tentang subyektivitas mazhab Frankfurt
awal, sifat awal dasar manusia versi Marx, dan konsep iron cage-nya
Weber.
Teori
kritis diharapkan menjadi sebuah teori yang emansipatoris. Teori ini sebagai
teori yang memihak, dialamatkan kepada kelompok sosial tertentu dalam
masyarakat yang akan menjadi kelompok sasarannya. Adanya alamat teori kritis,
sekali lagi dijelaskan bahwa teori kritis tidak bersifat netral dan karenannya
terkait dengan praxis emansipatoris. Dengan keterangan ini mejadi jelas
bahwa teori kritis merupakan pembaharuan atas teori-teori Marxis yang
menghendaki emansipasi mereka yang tertindas dan ternista dalam masyarakat
timpang.[5]
Hebermas
merevisi itu dengan menyatakan bahwa sifat dasar manusia adalah berkomunikasi.
Dengan berkomunikasi orang akan sharing ide, pengetahuan dan informasi.
Juga, dengan komunikasi orang akan membahas solusi untuk masalah-masalahnya.
Rumusan ini dikenal dengan teori tindakan komunikatif Hebermas yang ia tulis
dalam bukunya The Theory of Communicative Action.
Gagasan
utama dalam teori tindakan komunikatif Hebermas adalah bahwa komunikasi membuka
jalanbagi saling memahami antar aktor sehingga sampai pada konsensus atau
kesepakatan bersama. Jalan untuk mencapai konsensus itu adalah dengan cara para
aktor mau berdialog. Ajukan gagasan yang menurutnya benar (Habermas
mengistilahkan dengan validity claims, klaim kebenaran) dengan argumentasi
dan bukti-bukti. Sambil begitu, ia harus terbuka untuk di kritik. Ia pun harus
menerima kebenaran yang berasal dari lawan bicara. Dengan demikian klaim-klaim
kebenaran subjektif dari masing-masing aktor akan menemui titik temu. Akan
lahir kebenaran itu ada 4 syarat yang harus dipenuhi, yaitu kebenaran itu 1)
dapat dipahami, 2) bersifat objektif, 3) sesuai dengan norma setempat, dan 4)
dari pengalaman dan kejujuran si aktor.[6]
Disinilah
pendekatan teori kritis menjelaskan dengan cukup bijak bahwa teori ini memberi
penekanan kuat kepada hubungan dan sarana komunikasi dalam masyarakat.
Praktek-praktek komunikasi merupakan suatu hasil dari ketegangan-ketegangan
antara kreatifitas individu dan batasan-batasan fosial terhadap kreatifitas
tersebut. Hanya bila individu benar-benar bebas untuk mengespresikan diri
dengan jelas dan tegas maka pembahasan bisa terjadi dan kondisi itu tidak bisa
dicapai dalam masyarakat yang berdasarkan kelas.
2.
Kritis
Pengetahuan ke Kritis Ilmu : Epistemologi Sosial
“The objekctivity of knowledge is structurally dependent on
the intersubjective conditions of its communicabillit”. Bagi Hebermas
masalah dasar filsafat modern adalah bagaimana pengetahuan yang memadai itu
mungkin, yang implikasinnya berimbas pada adanya suatu demarkasi metafisis,
yang ketika demarkasi itu
berlaku pada ilmu menimbulkan anggapan normatif bahwa ilmu memiliki tempat
serasinya yang sah hanya jika berlandaskan pengetahuan filosofis yang tegas.[7]
Kajian filsafat sosial sebagaimana disajikan dalam Theory
and Praxis dimaksudkan oleh Habermas sebagai sebuah upaya
untuk membuat suatu teori ilmu yang dapat dilihat dengan jelas, sebuah
teori yang dimaksudkan mampu untuk merangkum secara sistematis syarat-syarat
penyusunan ilmu dan penerapannya. Oleh karenanya menurut Habermas setiap
diskusi tentang syarat-syarat pengetahuan yang mungkin, saat sekarang, meski
mulai dari posisi yang dihasilkan oleh filsafat ilmu.[8]
3.
Kategori
Pengetahuan Fungsi Sarana Organisasi Sosial
Bagi Habermas ilmu dapat menganalisis secara refleksi
konteks sosial yang melekat pada ilmu tidak hanya secara institusional, namun
juga secara metodologis, dan pada saat yang sama menentukan penggunaan
informasi yang dihasilkan secara ilmiah, dan ini merupakan tugas kritis
substantif dari ilmu. Dengan demikian pada akhirnya penggunaan praktis dari
ilmu, penerjemahan ilmu kedalam teknologi dan strategi, pada satu sisi, dan
pada sisi lain ke dalam praktis komunikatif, juga dapat dipersiapkan secara
ilmiah. Ini merupakan tugas dari ‘prakseologi’ yang masih ada pada
bentuk-bentuk awalnya.
Habermas memandang perlu adanya pengembangan pendekatan
sosial yang berangkat dari epistemologi yang pada satu sisi mengartikulasikan faktisitas,
pada sisi lain juga memberi tempat pada normativitas. Jawaban itu
bagi Habermas ada pada sebuah ‘proyek’ yang disebut sebagai ‘sosilogi
interpreatif (interprative sociology).
Bagi Habermas, infra-struktur masyarakat adalah momentum
dalam suatu kompleks, yang walau seperti apapun di mediasi secara simbolik,
juga merupakan paksaan-paksaan dari realitas, baik dari alam eksternal yang
mengantar pada prosedur eksploitasi teknologis, atau oleh alam internal, yang
direfleksikan dalam tekanan-tekanan hubungan sosial dalam kekuasaan.[9]
4.
Overview Teori Kritis
Teori kritis sebenarnya termasuk aliran filsafat
Neo-Marxisme. Teori ini dilahirkan oleh para intelektual Jerman disebuah
institut sosial sebagai sebuah lembaga otonom yang bertempat di Universitas
Frankfurt.
Teori kritik tidak sekedar teori yang melakukan kritik
terhadap ketidakadilan sistem yang dominan yaitu sistem sosial kapitalisme,
melainkan suatu teori untuk mengubah sistem dan struktur tersebut.
Teori kritis bukan sekedar kontemplasi pasif prinsip-prinsip
objektif ralitas melainkan bersifat emansipatoris. Teori emansipatoris menurut
mereka haruslah memenuhi tiga syarat: Pertama, bersikap kritis dan
curiga terhadap zamannya, seperti yang telah dilakukan oleh pendahulu mereka,
Karl Marx terhadap sistem kapitalisme. Kedua, berpikir secara historis
berpijak pada masyarakat dalam prosesnya yang ‘historis’. Ketiga, tidak
memisahkan teori dengan praksis, tidak melepaskan fakta dari nilai semata-mata
untuk mendapatkan hasil yang objektif.
Salah satu yang paling dirasakan pengaruhnya dari teori kritik
ini adalah seperti yang diakui oleh Mansour Fakih adalah adanya pendekatan yang
meletakkanmasyarakat sebagai subjek perubahan sosial dan pembangunan, subjek
pendidikan, serta subjek penelitian.[10]
5.
Kritik
Terhadap Teori Kritis
Bagaimanapun juga proses dialektika sejarah, timbul
tenggelamnya sebuah teori adalah sebuah keniscayaan. Begitu juga halnya dengan
teori kritis dalam menyahuti zamannya, sehingga perlu usaha terus-menerus (sustainableeffort)
untuk merevitalisasi, mengkoreksi dan mereaktualisasi kan sebuah konstruksi
teori dengan isu-isu worldlife yang paling up date. Kesimpulan
teori kritis terhaedap masyarakat modern adalah rasio instrumental. Rasio
instrumental telah menciptakan suatu sistem dominasi baru menurut Horkhaimer.
Kritik-kritik yang dilancarkan oleh teori kritis telah
mengalami kebuntuan, karena dominasi yang terjadi telah demikian total sehingga
kritik-kritik terhadap kapitalisme bisa dikooptasi oleh kapitalisme itu
sendiri.[11]
Kaum Hippies yang memberontak terhadap sistem lewat perilaku nyeleneh
dan skuter butu, baju robek-robek, celana jeans, kalung bermanik-manik
dikooptasi oleh kapitalisme moderndengan menjadikan simbol-simbol pemberontakan
mereka sebagai komoditas baru celana jeans dijadikan mode dengan menampilkan
iklan yang menggunakan public figure tertentu (mis. James Dean) disertai
sebaris slogan “Jean cap Kampak, Jean Pria Pemberontak”.
Hal inilah yang berusaha direvisi oleh seorang filsuf sosial
Jerman yang sangat berpengaruh, yaitu Juergen Habermas, walaupun semangat dasar
teori kritis sebetulnya masih mempunyai titik singgung yang kuat secara
keseluruhan (antara kedua generasi teori kritis) yaitu titik singgung
emansipasi sebagai dasar tujuannya.
6.
Habermas dan
Teori Tindakan Komunikatif
Habermas menilai bahwa teori kritis yang lebih tua hanya
mengulangi kembali kesalahan fungsionalisme Marxis. Lebih lanjut ia menilai
bahwa kesalahan tersebut dikarenakan paradigma Marx-Hegelian tentang kerja
sebagai pembentukan eksistensi manusia. Paradigma kerja mereduksi hubungan
manusia pada hubungan kerja sehingga kepentingan emansipasi teori kritis
generasi pertama adalah menciptakans istem yang menjamin hubungan kerja yang
teralienasi. Paradigma kerja yang menciptakan situasi subjek objek juga
tercermin dalam kepentingan emansipasi yang tidak tetap berpusat pada subejek
(para pemikir Frankfurt) dan menempatkan masyarakat kapitalisme lanjut sebagai
objek emansipasi. Hal-hal tersebut membuat mereka (generasi pertama aliran
Frankfurt) pesimis akan adanya secercah harapan untuk keluar dari sistem
dominasi yang total.
Habermas menjelaskan bahwa, teori tindakan komunikatif dapat
memberikan sebuah alternatif untuk filsafat sejarah yang perkembagannya tidak
dapat dibendung lagi, yang padanya masih melekat teori kritis yang lama. Teori
ini menawarkan dirinya sebagai suatu kerangka, yang di dalam nya dapat dipakai
kembali penelitian model selektif modernisasi kapitalistis secara
interdisipliner.
B.
Pembahasan
1.
Kelebihan
Teori Kritis Habermas
Teori kritis sebagai salah satu teori sosial lahir berkembang dan
diperuntukkan masyarakat Barat yang pada jamannya telah merebak dengan apa yang
disebut modernisasi atau kapitalisasi. Masyarakat yang bersifat kapitalistik
mempunyai karakter yang kurang lebih sama dengan masyarakat Indonesia. Terdapat
anggota masyarakat yang berpunya (the have) dengan yang miskin (the have not),
kelas yang berkuasa dengan yang dikuasai, kelas yang dominan dengan yang tidak
dominan, kelompok elitis dengan yang populis. Kelas yang memiliki dan kelas
yang dimiliki. Bahkan yang terpenting di era industrialisasi (yang kini
terjebak dalam krisis) sudah nampak bahwa produksi bukan untuk memenuhi
kebutuhan manusia, melainkan produksi untuk kepentingan pasar dan penumpukkan
modal.
Namun nampaknya teori kritis mempunyai relevansi yang cukup kuat terhadap
realitas sosial di Indonesia. artinya bahwa teori kritis masih mempunyai
kredibilitas sebagai pisau analisis dan daya emansipasi terhadap masyarakat
Indonesia yang juga bersifat kapitalistik.
2.
Kekurangan
Teori Kritis Habermas
Salah satu teori sosial itu adalah teori kritis, teori ini diilhami oleh
pandangan-pandangan pokok Marx, oleh karena itu tidak terlalu salah kalau teori
kritis disebut teori Marxian. Walaupun justru dalam teori kritis,
pikiran-pikiran Marxian sudah ditinggalkan, dan kemu-dian melahirkan
pengertian-pengertian baru yang lebih relevan dengan realitas sosial yang ada.
Agar teori kritis dapat menjadi emansipatoris harus memenuhi syarat:
pertama, ia harus curiga dan kritis terhadap masyarakat; kedua, ia harus
berpikir secara historis; ketiga, ia harus tidak memisahkan teori dan praksis.
Tampaknya tiga hal tersebut belum mencukupi, oleh karena itu perlu ditambah
teori tindakan komuni-katif. Sebab komunikasi inilah yang akan mengatasi
kemacetan teori kritis sebagai teori emansipatoris. Bagaimanapun juga
pengetahuan kita tentang masyarakat dan sejarah itu bukan hanya sebuah
kontem-plasi, melainkan mendorong praksis perubahan sosial. Hal ini
sebagai-mana dipahami oleh pendukung dan pembaharu teori kritis dalam memahami
praksis bukan hanya sebagai kerja melainkan juga sebagai komunikasi.
Persoalan terakhir terletak di mana kaitan dan atau relevansinya dengan
Sejarah Intelektual, maka diasumsikan bahwa melalui teori kritis ini Sejarah
Intelektual menjadi esensi didalamnya, selayaknya pula bahwa Sejarah
Intelektual bersinergi dengan teori kritis sebagai salah satunya, tentunya
dengan tidak meninggalkan teori tradisional dan atau yang biasa dikenal
positivis.
3.
Dalil-Dalil
yang Mendukung Keberadaan Teori
Berdasarkan teori kritis
yang sudah dijelaskan diatas, maka dapat diketahui dalil-dalil yang dapat
mendukung keberadaan teori diatas tersebut, diantaranya sebagai berikut:
Dalam Q.S Al-A’raf [7]:184 dijelaskan, sebagai berikut:
öNs9urr& (#rã©3xÿtGt 3 $tB NÍkÈ:Ïm$|ÁÎ/ `ÏiB >p¨ZÅ_ 4 ÷bÎ) uqèd wÎ) ÖÉtR îûüÎ7B ÇÊÑÍÈ
Artinya: “Apakah
(mereka lalai) dan tidak memikirkan bahwa teman mereka (Muhammad) tidak
berpenyakit gila. Dia (Muhammad itu) tidak lain hanyalah seorang pemberi
peringatan lagi pemberi penjelasan. (QS. Al-A’raf [7]: 184).
Dari QS. Al-A’raf
7 : 184 mengatakan bahwa mereka lalai dan tidak memikirkan bahwa teman mereka tidak
berpenyakit gila dan tidak lain hanyalah seorang pemberi peringatan lagi pemberi
penjelasan.
Selain
itu juga dijelaskan dalam QS. Ali-‘Imran : 190-191
cÎ) Îû È,ù=yz ÏNºuq»yJ¡¡9$# ÇÚöF{$#ur É#»n=ÏF÷z$#ur È@ø©9$# Í$pk¨]9$#ur ;M»tUy Í<'rT[{ É=»t6ø9F{$# ÇÊÒÉÈ tûïÏ%©!$# tbrãä.õt ©!$# $VJ»uÏ% #Yqãèè%ur 4n?tãur öNÎgÎ/qãZã_ tbrã¤6xÿtGtur Îû È,ù=yz ÏNºuq»uK¡¡9$# ÇÚöF{$#ur $uZ/u $tB |Mø)n=yz #x»yd WxÏÜ»t/ y7oY»ysö6ß $oYÉ)sù z>#xtã Í$¨Z9$# ÇÊÒÊÈ
Artinya: “Sesungguhnya, dalam
penciptaan langit dan bumi, dan pergantian malam dan siang, terdapat
tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi orang yang berakal, (yaitu) orang-orang yang
mengingat Allah sambil berdiri, duduk, atau dalam keadaan berbaring, dan mereka
memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata), “Ya Tuhan kami,
tidaklah Engkau menciptakan semua ini sia-sia; Mahasuci Engkau, lindungilah
kami dari azab neraka.” (QS. Ali-‘Imran: 190-191).
Dari QS. Ali-Imran 190-191 mengatakan diciptakan
langit dan bumi siang dan malam untuk tanda kebenarannya bagi orang yang berakal
dan tidak semua ini diciptakan Allah SWT tidaklah sia-sia.
4.
Pengaplikasian
Teori Kritis dalam Pembelajaran IPS (SK-KD)
Standar Kompetensi (SK) Kompetensi Dasar (KD) Ilmu
Pengetahuan Sosial (Sosiologi) SMA/MA Kelas XI Semester I
Standar Komptensi
|
Komptensi Dasar
|
Teori
|
Dalil/Hadist
|
1.
Memahami struktur sosial serta
berbagai faktor penyebab konflik dan mobilitas sosial
|
1.1 Mendeskripsikan
bentuk-bentuk struktur sosial dalam fenomena kehidupan
1.2 Menganalisis
faktor penyebab konflik sosial dalam masyarakat
1.3 Menganalisis
hubungan antara struktur sosial denganmobilitas sosial
|
Teori Kritis
(Hebermas)
|
QS. Al-A’raf [7]: 184 dan QS. Ali-‘Imran: 190-191
|
BAB III
KESIMPULAN DAN
SARAN
A.
Kesimpulan
Pemikiran-pemikiran
Teori Kritis tersebut bila diterapkan dalam dunia pendidikan akan memberikan
beberapa ciri pokok. Pertama, karena manusia dipandang sebagai subjek yang
mempunyai kehendak yang mampu mengubah kondisi sosial dan membuat sejarah.
Kedua, dengan menumbuhkan kesadaran melalui rasio, Teori Kritis mempunyai sifat
membebaskan masyarakat dari penindasan yang sifatnya semu. Ketiga, cara
berpikir dialektika dalam Teori Kritis yang diterapkan dalam sistem pendidikan
akan menekankan pada orientasi bahwa subjek-didik mampu menumbuhkan kesadaran sejati,
suatu kesadaran yang tidak abstrak belaka, melainkan kesadaran yang “dibumikan”
dalam praktik kehidupan bermasyarakat, sehingga kekritisan tersebut
tertransformasikan secara riil dalam tindakan untuk memperoleh perubahan
kondisi dalam masyarakat.
Dilemanya,
terjadi saling ketergantungan secara dialektis antar pendidikan kritis dan
sistem sosial yang demokratis; pendidikan kritis membutuhkan ruang yang
demokratis dan sebaliknya, untuk membuat suatu ruang menjadi demokratis
diperlukan pendidikan kritis Fakta yang sekarang lebih menyeruak dalam
pendidikan adalah meletakkan peserta didik sebagai obyek pelatihan, penjinakan,
yang merupakan bagian dari dehumanisasi.
B.
Saran
Berdasarkan penjelasan
diatas maka penulis dalam hal ini agar kiranya kita terutama bagi pendidik agar
mampu pemberdayaan dan pembebasan yang mencita-citakan
perubahan sosial dan struktural menuju masyarakat yang adil dan demokratis.
Karena pendidikan lebih dapat menyiapkan sumber daya manusia untuk memproduksi
sistem.
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad Abrori, Refleksi Teori
Kritis Jurgen Hebermas Atas Konsesus Simbolik Perda Syariah, (UIN Jakarta;
Fakultas Ilmu Sosial dan Politik), Vol. XVI, No. 1 Januari 2016
Franz Magnis, Suseno, Filsafat
Sebagai Ilmu Kritis, Yogyakarta: Kanisius, 1992
Gita W. Laksmini Soerjoatmodjo, Memberdayakan
yang Tertindas: Dari Frankfurt ke Yogyakarta, Universitas Pembangunan Jaya,
2006
Imam B. Jauhari, Teori Sosial
Proses Islamisasi dalam Sistem Ilmu Pengetahuan, Yogyakarta: Pustaka
Pelajar, 2012, Cetakan Pertama
Irfan Safrudin, Etika
Emansipatoris Jurgen Hebermas: Etika Paradigmatik di Wilayah Praktis, Mediator,
Vol. 5. No. 1, 2004
Iwan, Menelaah Teori Kritis
Jurgen Habermas, (Cirebon: Jursan PAI IAIN Syekh Nurjati), Jurnal Edueksos,
Vol. III, No. 2, Juli-Desember 2014
Ritzer George, J.
Goodman Douglas. Teori Sosiologi Modern. Jakarta:
Kencana, 2010
[1] Franz Magnis, Suseno, Filsafat Sebagai Ilmu Kritis, (Yogyakarta:
Kanisius, 1992), hal.176
[2] Gita W. Laksmini Soerjoatmodjo, Memberdayakan yang
Tertindas: Dari Frankfurt ke Yogyakarta, (Universitas Pembangunan Jaya,
2006), hal. 9-10
[3] Ritzer George, J. Goodman
Douglas. Teori
Sosiologi Modern. (Jakarta:
Kencana, 2010),hal.23-24
[4] Ulumuddin, Jurgen Habermas dan Hermeneutika Kritis
(Sebuah Gerakan Evolusi Sosial), (Palu: STAIN Datokrama Jurusan Ushuluddin,
2006), Jurnal Hunafa, Vol. 3, No. 1 Maret 2006,hal.79
[5] Irfan Safrudin, Etika Emansipatoris Jurgen Hebermas:
Etika Paradigmatik di Wilayah Praktis, (Mediator, Vol. 5. No. 1,
2004),hal.5
[6] Ahmad Abrori, Refleksi Teori Kritis Jurgen Hebermas
Atas Konsesus Simbolik Perda Syariah, (UIN Jakarta; Fakultas Ilmu Sosial
dan Politik), Vol. XVI, No. 1 Januari 2016, hal.74-75
[7] Iwan, Menelaah Teori Kritis Jurgen Habermas, (Cirebon:
Jursan PAI IAIN Syekh Nurjati), Jurnal Edueksos, Vol. III, No. 2, Juli-Desember
2014,hal.157
[8] Iwan, Menelaah Teori Kritis Jurgen Habermas,hal.158
[9] Ibid.,hal.160-162
[10] Imam B. Jauhari, Teori Sosial Proses Islamisasi dalam
Sistem Ilmu Pengetahuan, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2012), Cetakan
Pertama, hal.216-217
[11] Ibid.,hal.
219
0 Response to "TEORI KRITIS HEBERMAS"
Posting Komentar