MAKALAH PEMBAGIAN HADIS


MAKALAH
PEMBAGIAN HADIST




          INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) METRO
1441 H/ 2019 M



KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr. Wb.
Alhamdulillahi robil alamin, dengan  mengucapkan  puji dan syukur kehadirat Allah SWT  yang  telah  melimpahkan  rahmat  dan  hidayahnya  sehingga kami dapat menyelesaikan  makalah ini dengan baik dan sesuai dengan waktu yang telah ditentukan.
Penyusunan tugas ini tentunya penulis telah banyak mendapat bantuan dan arahan dari berbagai pihak, maka pada kesempatan ini penulis mengucapkan banyak terimakasih kepada Dosen Pengampu  dan seluruh rekan-rekan yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan tugas ini.
Penulis menyadari bahwa dalam makalah ini masih banyak terdapat kesalahan dan kekurangan. Oleh Karena itu, kami mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun sehingga pembuatan makalah yang akan datang dapat lebih baik. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kami khususnya dan bagi pembaca umumnya.

Wassalamualaikum Wr.


Metro, 02 November 2019
Penulis,


Kelompok 2




DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL.............................................................................................. i
KATA PENGANTAR.......................................................................................... ii
DAFTAR ISI......................................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang Masalah......................................................................... 1
B.     Rumusan Masalah.................................................................................. 1
C.     Tujuan Penulisan.................................................................................... 1

BAB II PEMBAHASAN
A.    Pembagian Hadist Berdasarkan Kwantitas Rawi........................... ....... 2           
B.     Pembagian Hadist Berdasarkan Segi Kualitas............................... ....... 7

BAB III PENUTUP
A.    Kesimpulan..................................................................................... ..... 11

DAFTAR PUSTAKA




BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang Masalah
Hadits merupakan sumber yang kedua setelah al-qur’an untuk memberi petunjuk kepada kehidupan umat manusia. Apa yang tidak diuraikan dalam Al-Quran akan dijelaskan secara gamblang dalam sebuah hadits. Karena pada dasarnya, hadits merupakan perkataan, ajaran, dan perbuatan Rasulullah.
Namun karena pada zaman Nabi tidak diperbolehkan menulis selain ayat-ayat Al Qur’an dan juga begitu banyak hadits yang dikhawatirkan merupakan hadits palsu, maka bermunculan penelitian-penelitia­n tentang kajian ilmu hadits. Salah satunya adalah melihat hadits dari banyak sedikitnya orang yang meriwayatkanya atau jumlah perowinya.
Kita sebagai seorang muslim tidak boleh menyakini bahwa semua hadits adalah shahih dan tidak benar bila menganggap bahwa semua hadits adalah palsu. Maka, dalam menentukan status suatu hadits dapat lebih dipertimbangkan jika mengetahui banyak sedikitnya orang yang meriwayatkan hadits tersebut. 

B.     Rumusan Masalah
1.      Bagaimana Pembagian Hadist Berdasarkan Kwantitas Rawi
2.      Seperti apa Pembagian Hadist Berdasarkan Segi Kualitas

C.    Tujuan Penulisan
1.      Dapat mengetahui Pembagian Hadist Berdasarkan Kwantitas Rawi
2.      Agar mengetahui Pembagian Hadist Berdasarkan Segi Kualitas






BAB II
PEMBAHASAN


A.    Pembagian Hadist Berdasarkan Kwantitas Rawi
1.      Hadist Mutawatir
a.       Pengertian Hadist Mutawatir
Mutawatir secara bahasa, merupakan isim fa’il dari kata al-tawatur yang bermakna al-tatabu (berturut-turut).
Mutawatir secara istilah adalah Hadist yang diriwayatkan banyak rowi minimal sepuluh, diawal sampai akhir sanad dan menurut adat mereka mustahil berbohong, bisa mendapatkannya melalui dengan panca indra.[1]
b.      Syarat Hadist Mutawatir
1)      Diriwayatkan oleh banyak rowi, minimal sepuluh menurut qoul yang dipilih.
2)      Rowi banyak ditemukan mulai awal sampai akhir sanad.
3)      Menurut adat mustahil berbohong.
4)      Sandaran Hadist menggunakan panca indra.[2]
c.       Macam-macam Hadist Mutawatir
1)      Mutawatir Lafdzi.
Hadist yang diriwayatkan oleh banyak rowi dari awal sampai akhir sanad dengan memakai redaksi yang sama.
Contoh Hadist mutawatir lafdzi adalah:
مَنْ كَذَّبَ عَلَيَّ مُتَعَمِّدًا فَلْيَتَبَوَّأْ مَقْعَدَهُ مِنَ النَّارِ.
Artinya : “Barang siapa berdusta atas namaku,maka hendaklah ia menempati tempat duduknya dineraka”.


2)      Mutawatir Ma’nawi.
Hadist mutawatir dengan makna umum yang sama, walaupun berbeda redaksinya dan berbeda perincian maknanya. Dengan kata lain Hadist-Hadist yang banyak itu, kendati berbeda redaksi dan perincian maknanya sehingga menyatu kepada makna umum yang sama.
Contoh Hadist mutawatir ma’nawi adalah:
اَحَادِيْثُ رَفْعِ الْيَدَيْنِ فِى الدُّعَاءِ.
Artinya : “Hadist tentang mengangkat tangan ketika seorang berdo’a”  
3)      Mutawatir Amali.
Menyangkut perbuatan Rasulullah SAW yang disaksikan dan ditiru oleh orang banyak.[3]

d.      Kriteria Hadist Mutawatir
Adapun kriteria yang harus ada dalam Hadist mutawatir adalah sebagai berikut:
1)      Diriwayatkan Oleh Sejumlah Besar Perawi
Secara umum sejumlah besar periwayat tersebut bisa memberikan suatu keyakinan yang mantap bahwa mereka tidak mungkin bersepakat untuk berdusta, tanpa melihat berapa jumlah besar perawinya. Dalam menanggapi masalah nominalisasi jumlah besar perawi dalam Hadist mutawatir, para ahli berbeda-beda pendangan, diantaranya:
·         Al-Qadly al-Baqilaniy berpendapat bahwa jumlah nominal perawi Hadist mutawatir adalah 5 orang.
·         Al-Isthakhariy berpendapat minimal 10 orang, sebab jumlah ini merupakan awal dari bilangan banyak.
·         Sebagian ulama’ berpendapat minimal 12 orang, dan ada juga yang mengatakan 20 orang.
·         Sebagian lagi mengatakan minimal 40 orang, berdasarkan firman Allah dan dan sabda Rasulnya.
2)      Adanya kesinambungan antara para perawi pada thabaqat (generasi) pertama dengan thabaqat (generasi) berikutnya.
Maksudnya jumlah perawi generasi pertama dan berikutnya harus seimbang, jika generasi pertama berjumlah 20 orang, maka pada generasi berikutnya juga  harus 20 orang.
3)      Berdasarkan Tanggapan Panca Indra
Maksudnya Hadist yang sudah mereka sampaikan itu harus benar hasil dari pendengaran atau penglihatan mereka sendiri. Karena jika dihasilkan dari pemkiran atau hayalan dan renungan atau rangkuman dari suatu peristiwa lain atau hasil istinbath dari dalil lain, maka tidak dapat dikatakan mutawatir.[4]

e.       Kehujjahan Hadist Mutawarir
Menurut Muhammad Al-Shabbagh, harus bersifat dharuri yang diperoleh dari pengamatan panca Indra. Hal ini dimaksudkan agar berita yang disampaikan didasarkan pada ilmu yang pasti bukan berdasar prasangka dan bersifat apoligis dan apriori. Dengan harapan, sebagaimana dinyatakan oleh Ibn Hajar Al-Asqalani, berita yang disampaikan oleh para periwayat Hadist itu dapat melahirkan keyakinan pada diri orang-orang yang mendengarnya tentang kebenaran isi berita tersebut.
Muhammad Al-Thahhan mengatakan bahwa hadist mutawatir bersifat dharuri, yaitu ilmu yang meyakinkan yang mengharuskan manusia mempercayai dan membenarkannya secara pasti seperti orang menyaksikannya sendiri, tanpa disertai dengan keraguan sedikitpun.[5]
            Hadist Ahad
a.       Pengertian Hadist Ahad
Ahad dalam bahasa arab berasal dari kata dasar ahad artinya satu jadi khabar wahid. Sedangkan menurut istilah Hadist yang tidak sesuai dengan syarat mutawatir.[6]
b.      Macam-macam Hadist Ahad
1)      Hadist Mashur
Menurut bahasa masyhur berarti sesuatu yang sudah tersebar dan populer (terkenal).[7] Sedangkan menurut istilah masyhur ialah hadist yang diriwayatkan oleh minima 3 perawi baik pada salah satu tingkatan atau semua tingkatan sanad.[8]
            Contoh Hadist masyhur adalah:
قَالَ رَسُوْلُ الله صَلَّى الله عَلَيْهِ وَسَلَّمَ اِنَّمَا الاَعْمَال بِالنِّيَّات وَاِنَّمَا لِكُلِّ امْرِى مَا نَوَى

Artinya : “Rasulullah SAW bersabda sesungguhnya sahnya amal perbuatan itu dengan niat dan bagi tiap-tiap orang mendapatkan apa-apa yang telah ia niati”
2)      Hadist Aziz
Kata aziz dalam bahasa arab berasal dari kata ‘azza ya’izzu yang berarti sedikit atau jarang dan kata ‘azza ya’azzu yang berarti kuat dan sangat.[9] Menurut istilah Hadist aziz ialah Hadist yang diriwayatkan minimal 2 orang rowi, baik pada semua tingkatan sanad atau sebagian tingkatan.[10]
Contoh Hadist aziz ialah:
قَالَ رَسُوْلُ الله عَلَيْهِ وَسَلَّمْ لاَيُؤْمِنُ أَحَدُكُمْ حَتَّى اَكُوْنُ اَحَبَّ اِلَيْهِ مِنْ نَفْسِهِ وَوَالَدِهِ وَالنَّاسِ اَجْمَعِيْنَ.
Artinya : “Rasulullah SAW bersabda tidak sempurna iman salah satu diantara kamu sekalian sampai aku lebih dicintainya dari pada ia mencintai dirinya sendiri, orang tuanya, anak-anaknya dan semua manusia”.
3)      Hadist Gharib
Secara etimologi berarti al-munfarid (menyendiri). Dalam tradisi ilmu Hadist, ia adalah Hadist yang diriwayatkan oleh seorang perawi yang menyendiri dalam meriwayatkannya, baik yang menyendiri itu imamnya maupun selainnya.[11] Secara terminology ialah Hadist yang diriwayatkan oleh satu orang rawi, tidak ada orang lain yang menceritakan selain dia.[12]
Contoh Hadist gharib adalah:
اِنَّمَا الْاَعْمَالُ بِاالنِّيَاتِ.
Artinya: “Sesungguhnya amal perbuatan itu tergantung pada niat”. (HR. Bukhari-Muslim).
Hadist gharib ditinjau dari tempat gharib ada dua, yaitu:
a)      Gharib Mutlak
Hadist yang kegharibannya terletak pada awal/ akhir sanad. Maksudnya, Hadist pada saat disampaikan oleh Rasulullah SAW hanya diterima oleh satu orang (sahabat).
Contoh Hadist gharib mutlak adalah:
قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى الله عَلَيْهِ وَسَلَّمْ الاِيْمَانُ بِضْعٌ وَسَبْعُوْنَ شُعْبَةٌ وَالْحَيَاءُ شُعْبَةٌ مِنَ الْاِيْمَانِ.
Artinya : “Rasulullah SAW bersabda bahwa iman itu bercabang-cabang menjadi 37 cabang, sedangkan malu termasuk salah satu cabang dari iman”.
b)      Gharib Nisbi
Apabila kegharibannya terjadi pada pertengahan sanadnya, bukan pada asal sanadnya. Maksudnya, satu Hadist yang diriwayatkan oleh lebih dari satu orang perawi pada awal sanadnya kemudian dari semua perawi itu, Hadist ini diriwayatkan oleh satu orang perawi saja yang mengambil dari pada perawi tersebut.[13]
Contoh Hadist gharib nisbi adalah:
كَانَ يَقْرَأُ فِى الاَضْحَى وَالفِطْرِى بِقَ وَالقُرْاَّنِ الْمَجِيْد وَاقْتَرَبَتِ السَّاعَةُ وَانْشَقَّ الْقَمَر.
Artinya : “Rasulullah SAW pada hari raya kurban dan fitrah, membaca surat qaf dan surat al-qamar”.

c.       Kehujjahan Hadist Ahad
Jumhur ulama baik dari kalangan sahabat, tabi’in, serta para ulama sesudah mereka dari kalangan ahli Hadist, ahli fiqih, dan ahli usul, berpendapat bahwa Hadist ahad yang sahih dapat dijadikan hujjah yang wajib diamalkan. Dasar argumentasi kewajiban beramal dengan Hadist ahad itu adalah kewajiban syar’i bukan kewajiban aqli.
Dikemukakan pula oleh Muslim Ibn al-Hajjaj bahwa beramal dengan Hadist ahad yang memenuhi persyaratan maqbul (dapat diterima) hukumnya wajib. Bahkan menurut sebagian ahli Hadist, Hadist ahad yang terdapat dalam Shahih al-Bukhari dan Sahih Muslim menunjukkan pada ilmu yakin, yang berfaedah qath’i sebagaimana hadist mutawatir.[14]

B.     Pembagian Hadist Berdasarkan Segi Kualitas
1.      Dari Segi Tingkatan Hadist
Para ulama membagi hadis ahad dalam tiga tingkatan, yaitu hadits sahih, hadits hasan, dan hadis daif. Pada umumnya para ulama tidak mengemukakan, jumlah rawi, keadaan rawi, dan keadaan matan dalam menentukan pembagian hadis-hadis tersebut menjadi hadis sahih, hasan, dan daif.
a.      Hadits Sahih
Hadits Sahih adalah hadits yang dinukil (diriwayatkan) oleh rawi yang adil, sempurna ingatan, sanadnya bersambung-sambung, tidak berillat dan tidak janggal.
Hadits shahih terbagi kepada dua bagian:
1)      Shahih li-dzatihi
Hadits yang sanadnya bersambung-sambung, diriwayatkan oleh orang yang adil, sempurna hafalannya dari orang yang sekualitas dengannya hingga akhir sanad, tidak janggal dan tidak mengandung cacat yang parah.[15]
2)      Shahih li-ghairih
Hadits yang keadaan rawi-rawinya kurang hafidh dan dhabith tetapi mereka masih terkenal orang yang jujur, hingga karenanya berderajat hasan, lalu didapati padanya dari jalan lain yang serupa atau lebih kuat, hal-hal yang dapat menutupi kekurangan yang menimpanya itu.[16]
b.      Hadis Hasan
Hadits Hasan adalah hadits yang dinukilkan oleh orang yang yang adil yang kurang sedikit kedhobitannya, bersambung-sambung sanadnya sampai kepada nabi SAW. dan tidak mempunyai ‘Illat serta syadz.
Menutut Ibnu Shalah, hadits hasan itu dapat dibagi menjadi dua, yaitu sebagai berikut :
1)      Hasan li-dzatihi
Berita Hadits yang terkenal para perawinya tentang kejujuran dan amanahnya tetapi hafalan dan keteguhan hafalannya tidak mencapai derajat para perawi hadits shahih.


2)      Hasan li-ghairih
Hadits yang sanadnya tidak sepi dari seorang yang tidak jelas perilakunya atau kurang baik hafalannya dan lain-lainnya.[17]
c.       Hadis Daif
Hadis daif adalah hadis yang tidak menghimpun sifat-sifat hadis sahih, dan juga tidak menghimpun sifat-sifat hadis hasan

2.      Dari Segi Kedudukan Dalam Hujjah
Ditinjau dari segi dapat diterima atau tidaknya terbagi menjadi 2 (dua) macam yaitu hadis maqbul dan hadis mardud.
a.       Hadis Maqbul
Maqbul menurut bahasa berarti yang diambil, yang diterima, yang dibenarkan. Sedangkan menurut urf Muhaditsin hadis Maqbul ialah Hadis yang menunjuki suatu keterangan bahwa Nabi Muhammad SAW menyabdakannya.
Jumhur ulama berpendapat bahwa hadis maqbul ini wajib diterima. Sedangkan yang temasuk dalam kategori hadis maqbul adalah:
1)      Hadis sahih, baik yang lizatihi maupun yang ligairihi
2)      Hadis hasan baik yang lizatihi maupun yang ligairihi.
b.      Hadis Mardud
Mardud menurut bahasa berarti yang ditolak; yang tidak diterima. Sedangkan menurut urf Muhaddisin, hadis mardud ialah hadis yang tidak menunjuki keterangan yang kuat akan adanya dan tidak menunjuki keterangan yang kuat atas ketidakadaannya, tetapi adanya dengan ketidakadaannya bersamaanJadi, hadis mardud adalah semua hadis yang telah dihukumi daif.



3.      Dari Segi Tempat Penyandarannya
Ditinjau dari segi kepada siapa berita itu disandarkan, apakah disandarkan pada Allah, Nabi SAW., shahabat ataukah disandarkan kepada yang lainnya, maka hadits itu dapat dibagi menjadi:
a.       Hadits Qudsi
Yang disebut hadits Qudts–Qudsy atau hadits- Rabbany atau hawadits-lahi, ialah sesuatu yang dikabarkan Allah Ta’ala kepada Nabi-Nya dengan melalui ilham , yang kemudian Nabi menyampaikan makna dari ilham tersebut dengan ungkapan kata beliau.[18]
b.      Hadits Marfu’
Hadits Marfu' adalah hadits yang disandarkan kepada Nabi SAW, baik berupa perkataan, perbuatan atau semacam itu, baik sanadnya itu bersambung ataupun sanadnya itu terputus.
c.       Hadits Mauquf
Hadits Mauquf adalah hadits yang disandarkan kepada sahabat, baik berupa perkataan, perbuatan atau semacam itu, baik sanadnya itu bersambung ataupun sanadnya itu terputus.
d.      Hadits Maqtu’
Hadits Maqtu' adalah yang disandarkan kepada tabi’in dan tabi’ut tabi’i serta orang yang sesudahnya, baik berupa perkataan, perbuatan atau lainnya.[19]





BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Hadist Mutawatir adalah Hadist yang diriwayatkan banyak rowi minimal sepuluh, diawal sampai akhir sanad dan menurut adat mereka mustahil berbohong, bias mendapatkannya melalui dengan panca indra. Syarat Hadist mutawatir ialah diriwayatkan oleh banyak rowi, minimal sepuluh menurut qoul yang dipilih, rowi banyak ditemukan mulai awal sampai akhir sanad, menurut adat mustahil berbohong, sandaran Hadist menggunakan panca indra.
Macam-macam Hadist mutawatir ialah mutawatir lafdzimutawatir ma’nawi, dan mutawatir Amali. Kriteria Hadist mutawatir ialah diriwayatkan oleh sejumlah besar perawi, adanya kesinambungan antara para perawi pada thabaqat (generasi) pertama dengan thabaqat (generasi) berikutnya, berdasarkan tanggapan panca indra. Hadist ahad adalah Hadist yang tidak sesuai dengan syarat mutawatir ialah hadist ahad, hadist mashur, hadist aziz, hadist gharib.
Para ulama membagi hadis ahad dalam tiga tingkatan, yaitu hadits sahih, hadits hasan, dan hadis daif. Pada umumnya para ulama tidak mengemukakan, jumlah rawi, keadaan rawi, dan keadaan matan dalam menentukan pembagian hadis-hadis tersebut menjadi hadis sahih, hasan, dan daif.












DAFTAR PUSTAKA


Assayyidu Muhammad bin Alwi, Manhalul Latif fi Ushuli Hadist as-Syarif, (Indonesia: Darul Hikmah al-Islamiyah)

Fatchur Rahman, Ikhtisar Musthalahul Hadit.( Bandung:PT Alma’arif, 1974)

Hafidz Hasan Al-Mas’udi, ­ Ilmu Musthalahah Hadits.(Surabaya:AL-HIDAYAH, 1999)

Idri, Studi Hadist, (Jakarta: kencana prenada media group, 2010)

Mahmud Thohhan, Taisiru Mustalah al-Hadist, (Surabaya: Tokoh kitab hidayah, 1985)

Moh. Anwar, Ilmu Musthalahah Hadits, (Surabaya:AL-IKLAS, 1981)

Muhammad Ma’sum Zein, Ulumul Hadist dan Mustholah Hadist, (Bareng: Darul Hikmah, 2008)

Muhammad Noor Sulaiman, Antologi Ilmu Hadist, (Jakarta: Gaung Persada, 2008)












[1] Assayyidu Muhammad bin Alwi, Manhalul Latif fi Ushuli Hadist as-Syarif, (Indonesia: Darul Hikmah al-Islamiyah), hlm. 19
[2] Mahmud Thohhan, Taisiru Mustalah al-Hadist, (Surabaya: Tokoh kitab hidayah, 1985), hlm. 73
[3] Muhammad Noor Sulaiman, Antologi Ilmu Hadist, (Jakarta: Gaung Persada, 2008), hlm. 88
[4] Muhammad Ma’sum Zein, Ulumul Hadist dan Mustholah Hadist, (Bareng: Darul Hikmah, 2008), hlm. 172
[5] Idri, Studi Hadist, (Jakarta: kencana prenada media group, 2010), hlm. 139
[6] Muhammad Ma’sum Zein, Ulumul Hadist dan Mustholah Hadist, hlm. 177
[7] Muhammad Noor Sulaiman, Antologi Ilmu Hadist, hlm. 90
[8] Muhammad Ma’sum Zein, Ulumul Hadist dan Mustholah Hadist, hlm. 177
[9] Idri, Studi Hadist, hlm. 147
[10] Muhammad Noor Sulaiman, Antologi Ilmu Hadist, hlm.92
[11] Muhammad Ma’sum Zein, Ulumul Hadist dan Mustholah Hadist, hlm. 94
[12] Idri, Studi Hadist, hlm. 149
[13] Ibid., hlm. 150
[14] Ibid., hlm. 153
[15]  Hafidz Hasan Al-Mas’udi, ­ Ilmu Musthalahah Hadits.(Surabaya:AL-HIDAYAH, 1999), hlm. 11
[16] Fatchur Rahman, Ikhtisar Musthalahul Hadit.( Bandung:PT Alma’arif, 1974), hlm. 124
[17] Hafidz Hasan Al-Mas’udi, ­ Ilmu Musthalahah Hadits, hlm. 15
[18] Fatchur Rahman, Ikhtisar Musthalahul Hadit. Hlm. 69
[19] Moh. Anwar, Ilmu Musthalahah Hadits, (Surabaya:AL-IKLAS, 1981) hlm. 119-128

Berlangganan update artikel terbaru via email:

0 Response to "MAKALAH PEMBAGIAN HADIS"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel