KDRT DALAM UU NO. 1 TAHUN 1974, KHI, CLDKHI, DAN RUU HMPA
KATA
PENGANTAR
Assalamu’alaikum
warahmatullahi wabarakatuh.
Dengan menyebut
nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, dengan ini penulis
panjatkan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat-Nya
kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas mata kuliah Hukum
Perkawinan yang berjudul “KDRT dalam UU No. 1 Tahun 1974, KHI, CLDKHI, dan RUU
HMPA” ini.
Adapun makalah ini
telah penulis usahakan semaksimal mungkin dan tentunya dengan bantuan dari
banyak pihak, sehingga dapat memperlancar proses pembuatan makalah ini. Oleh
sebab itu, penulis juga ingin menyampaikan rasa terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu penulis dalam pembuatan
makalah ini.
Semoga makalah ini
dapat memberikan pengetahuan yang lebih luas kepada pembaca. Walaupun makalah
ini memiliki kelebihan dan kekurangan. Penyusun membutuhkan kritik dan saran
dari pembaca yang membangun. Terima kasih.
Wassalamu’alaikum
Wr. Wb.
Metro, Maret 2019
Penulis,
Kelompok 6
DAFTAR
ISI
HALAMAN JUDUL........................................................................................... i
KATA PENGANTAR....................................................................................... ii
DAFTAR ISI...................................................................................................... iii
BAB
I PENDAHULUAN....................................................................... 1
A.
Latar Belakang........................................................................ 1
B.
Rumusan
Masalah.................................................................... 2
C.
Tujuan Penulisan ..................................................................... 2
BAB
II PEMBAHASAN.......................................................................... 3
A.
Pengertian
Kekerasan dalam Rumah Tangga (KDRT) ........... 3
B.
Peraturan
tentang Kekerasan Dalam Rumah Tangga ............. 4
1.
KDRT dalam
UU No. 1 Tahun 1974........................... .... 4
2.
KDRT dalam
Kompilasi Hukum Islam (KHI)............. .... 4
3.
KDRT dalam
Counter Legal Draft KHI...................... .... 5
4.
KDRT dalam
RUU HMPA.......................................... .... 5
5.
KDRT dalam
UU No. 23 Tahun 2004......................... .... 6
6.
KDRT dalam
KUHPerdata.......................................... .... 7
BAB III PENUTUP .................................................................................. 8
A. Kesimpulan ............................................................................. 8
B. Saran ....................................................................................... 8
DAFTAR PUSTAKA
BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Mewujudkan keutuhan dan kerukunan rumah tangga sangat
tergantung pada setiap orang dalam lingkup rumah tangga tersebut, terutama
kadar kualitas perilaku dan pengendalian diri setiap orang. Keutuhan dan
kerukunan rumah tangga dapat terganggu jika kualitas dan pengendalian diri
tidak dapat dikontrol, yang pada akhirnya dapat terjadi kekerasan dalam rumah
tangga sehingga timbul ketidakamanan atau ketidakadilan terhadap orang yang
berada dalam lingkup rumah tangga tersebut.
Perkembangan dewasa ini menunjukkan bahwa tindak kekerasan
secara fisik, psikis, seksual, dan penelantaran rumah tangga pada kenyataannya
terjadi sehingga dibutuhkan perangkat hukum yang memadai untuk menghapus
kekerasan dalam rumah tangga. Pembaruan hukum yang berpihak pada kelompok
rentan atau tersubordinasi, khususnya perempuan, menjadi sangat diperlukan
sehubungan dengan banyaknya kasus kekerasan, terutama kekerasan dalam rumah
tangga.
Kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) yang terjadi di
tengah masyarakat sungguh sangat memprihatinkan. Hal tersebut banyak dijumpai
dan yang dapat dilihat dalam masyarakat di sekitar lingkungan tempat tinggal
maupun yang dapat kita baca di media cetak atau di media elektronik, tidak
jarang yang menjadi korban dari kekerasan tersebut adalah istri/perempuan.
Memunculkan anggapan bahwa perempuan adalah makhluk yang lemah. Ketidakadilan
terhadap perempuan ini terutama dapat dilihat dari adanya kekerasan dalam rumah
tangga (KDRT) tetapi meski banyak terjadi kasus-kasus kekerasan dalam rumah
tangga (KDRT) angka di lapangan tidak bisa menunjukkan semuanya, atau tidak
dapat diketahui secara jelas apakah adanya peningkatan dalam setiap tahunnya
tentang tindakan kekerasan dalam rumah tangga. Pada saat ini, terdapat beberapa
peraturan tentang KDRT. Beberapa peraturan yang di dalamnya membahas tentang
KDRT antara lain yaitu UU No. 1 Tahun 1974, Kompilasi Hukum Islam, CLD KHI, dan
RUU HMPA. Pada makalah ini, akan dibahas mengenai KDRT dalam peraturan
tersebut. Untuk lebih jelasnya mengenai hal tersebut akan dibahas di pembahasan
selanjutnya pada makalah ini.
B.
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di
atas, dapat penulis rumuskan masalah sebagai berikut:
1.
Apa yang
dimaksud kekerasan dalam rumah tangga (KDRT)?
2.
Bagaimana KDRT
dalam UU No. 1 Tahun 1974?
3.
Bagaimana KDRT
dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI)?
4.
Bagaimana KDRT
dalam Counter Legal Draft KHI?
5.
Bagaimana KDRT
dalam RUU HMPA?
C.
Tujuan Penulisan
Berdasarkan rumusan masalah di atas,
maka tujuan penulisan makalah ini yaitu:
1.
Untuk memahami pengertian
kekerasan dalam rumah tangga (KDRT).
2.
Untuk memahami KDRT dalam UU
No. 1 Tahun 1974.
3.
Untuk memahami KDRT dalam
Kompilasi Hukum Islam (KHI).
4.
Untuk memahami KDRT dalam
Counter Legal Draft KHI.
5.
Untuk memahami KDRT dalam RUU
HMPA.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Kekerasan dalam Rumah Tangga (KDRT)
Kekerasan dalam rumah tangga menurut Undang-undang RI Nomor.
23 tahun 2004 adalah setiap perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan,
yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, seksual,
psikologis, dan atau penelantaran rumah tangga termasuk ancaman untuk melakukan
perbuatan, pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum dalam
lingkup rumah tangga.[1]
Membicarakan masalah kekerasan dalam rumah tangga (domestic
violence) mengingatkan pada gambaran akan isteri yang teraniaya atau isteri
yang terlantar karena tindakan suami yang sewenang-wenang kepada mereka. KDRT (domestic
violence) pada prinsipnya merupakan salah satu fenomena pelanggaran hak
asasi manusia (HAM) sehingga masalah ini tercakup sebagai salah satu bentuk
diskriminasi, khususnya terhadap perempuan.[2]
Segala bentuk kekerasan, terutama kekerasan dalam rumah
tangga merupakan pelanggaran hak asasi manusia dan merupakan kejahatan terhadap
martabat manusia serta bentuk-bentuk diskriminasi yang harus dihapuskan.
Biasanyayang menjadi korban kekerasan dalam rumah tangga kebanyakan adalah
perempuan, maka mereka harus mendapat perlindungan dari negara atau masyarakat
agar terhindar dari kekerasan atau ancaman kekerasan, penyiksaan atau
perlakukan yang merendahkan derajat dan martabat manusia.[3]
Kebanyakan dari korban KDRT ini terjadi pada perempuan dan
anak. Kasus- kasus rumah tangga yang memicu adanya pengani-ayaan dalam rumah
tangga sering dialami oleh anggota keluarga yang dianggap bisa dilecehkan dan
kurang dihormati. Biasanya pelaku KDRT dikarena masalah ekonomi yang tidak
mencukupi kebutuhan hidup atau perasaan yang egois dalam rumah tangga.
Berdasarkan uraian di atas, dapat dipahami bahwa kekerasan
dalam rumah tangga adalah adalah setiap perbuatan terhadap seseorang terutama
perempuan, yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik,
seksual, psikologis, atau penelantaran rumah tangga termasuk ancaman untuk
melakukan perbuatan, pemaksaan, dan perampasan kemerdekaan secara melawan hukum
dalam lingkup rumah tangga.
B.
Peraturan
tentang Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT)
1.
KDRT
dalam UU No. 1 Tahun 1974
Ditegaskan di dalam Penjelasan Pasal 39 ayat 2 Undang-Undang
Nomor 1 Tahun 1974, mengenai kekerasan dalam rumah tangga terdapat pada
alasan-alasan yang dapat dijadikan dasar untuk perceraian, yaitu sebagai
berikut:
a. Salah satu pihak melakukan kekejaman atau penganiayaan berat
yang membahayakan terhadap pihak lain.
b. Salah satu pihak mendapat cacat badan atau penyakit yang
mengakibatkan tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai suami isteri.
c. Antara suami dan isteri terus menerus terjadi
perselisihan/pertengkaran dan tidak ada harapan akan rukun lagi dalam rumah
tangga.[4]
2.
KDRT
dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI)
Mengenai kekerasan dalam rumah tangga dalam Kompilasi Hukum
Islam terdapat pada Pasal 116 tentang alasan-alasan yang dapat dijadikan dasar
untuk perceraian, yaitu sebagai berikut:
a. salah satu pihak melakukan kekejaman atau penganiayaan
berat yang membahayakan pihak lain;
b. antara suami dan isteri terus menerus terjadi
perselisihan dan pertengkaran dan tidak ada harapan akan hidup rukun lagi dalam
rumah tangga;[5]
3.
KDRT
dalam Counter Legal Draft KHI
Counter
Legal Draft Kompilasi Hukum Islam (CLD KHI) merupakan respon terhadap rancangan
Undang-Undang hukum
terapan peradilan agama (RUU HTPA) pada 4 oktober 2004 yang mana naskah ihi
sebagai pengakuan
tim penyusun CLD KHI menawarkan
sejumplah pemikiran pembaharuan
Ilukum Keluarga Islam
yang terdiri dari RUU Hukum
Perkawinan Islam, RUU Hukum Kewarisan Islam, dan RUU Hukum Perwakafan
Islam.[6]
Mengenai kekerasan dalam rumah tangga dalam CLD KHI sama
dengan yang tertera pada KHI, namun pada LCD KHI terdapat pada Pasal 62 tentang
alasan-alasan yang dapat dijadikan dasar untuk perceraian, yaitu sebagai
berikut:
a. salah satu pihak melakukan kekejaman atau penganiayaan
berat yang membahayakan pihak lain;
b. antara suami dan isteri terus menerus terjadi
perselisihan dan pertengkaran dan tidak ada harapan akan hidup rukun lagi dalam
rumah tangga.
4.
KDRT
dalam RUU HMPA
Mengenai kekerasan dalam rumah tangga dalam RUU HMPA sama
dengan yang tertera pada KHI dan CLD KHI, namun pada RUU HMPA terdapat pada
Pasal 103 tentang alasan-alasan yang dapat dijadikan dasar untuk perceraian,
yaitu sebagai berikut:
a. salah satu pihak melakukan kekejaman atau penganiayaan
berat yang membahayakan pihak lain;
b. antara suami dan isteri terus menerus terjadi
perselisihan dan pertengkaran dan tidak ada harapan akan hidup rukun lagi dalam
rumah tangga.
5.
KDRT
dalam UU No. 23 Tahun 2004
Menurut Undang-Undang No. 23 Tahun 2004 tindak kekerasan
terhadap dalam rumah tangga dibedakan kedalam 4 (empat) macam:
a. Kekerasan fisik
Kekerasan fisik adalah perbuatan yang mengakibatkan rasa
sakit, jatuh sakit atau luka berat. Prilaku kekerasan yang termasuk dalam golongan
ini antara lain adalah menampar, memukul, meludahi, menarik rambut (menjambak),
menendang, menyudut dengan rokok, memukul/melukai dengan senjata, dan
sebagainya. Biasanya perlakuan ini akan nampak seperti bilur-bilur, muka lebam,
gigi patah atau bekas luka lainnya.
b. Kekerasan psikologis / emosional
Kekerasan psikologis atau emosional adalah perbuatan yang
mengakibatkan ketakutan, hilangnya rasa percaya diri, hilangnya kemampuan untuk
bertindak, rasa tidak berdaya atau penderitaan psikis berat pada seseorang.
Perilaku kekerasan yang termasuk penganiayaan secara
emosional adalah penghinaan, komentar-komentar yang menyakitkan atau
merendahkan harga diri, mengisolir istri dari dunia luar, mengancam atau
,menakut-nakuti sebagai sarana memaksakan kehendak.
c. Kekerasan seksual
Kekerasan jenis ini meliputi pengisolasian (menjauhkan) istri
dari kebutuhan batinnya, memaksa melakukan hubungan seksual, memaksa selera
seksual sendiri, tidak memperhatikan kepuasan pihak istri.
d. Kekerasan ekonomi
Setiap orang dilarang menelantarkan orang dalam lingkup rumah
tangganya, padahal menurut hukum yang berlaku baginya atau karena persetujuan
atau perjanjian ia wajib memberikan kehidupan, perawatan atau pemeliharaan
kepada orang tersebut. Contoh dari kekerasan jenis ini adalah tidak memberi
nafkah istri, bahkan menghabiskan uang istri.[7]
6.
KDRT
dalam KUHPerdata
Mengenai kekerasan dalam rumah tangga dalam KDRT terdapat
pada Pasal 209 ayat 4e tentang alasan-alasan yang dapat dijadikan dasar untuk
perceraian, yaitu perbuatan melukai berat atau menganiaya, dilakukan oleh si
suami atau si istri terhadap istri atau suaminya, yang demikian, sehingga
membahayakan jiwa pihak yang dilukai atau dianiaya, atau sehingga mengakibatkan
luka-luka yang membahayakan.[8]
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan di atas, dapat disimpulkan
bahwa Kekerasan dalam Rumah
Tangga adalah setiap perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan, yang
berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, seksual,
psikologis, dan/ atau penelantaran rumah tangga termasuk ancaman untuk
melakukan perbuatan, pemaksaan, dan perampasan kemerdekaan secara melawan hukum
dalam lingkup rumah tangga.
Persoalan kekerasan dalam rumah tangga bukan hanya persoalan
milik perempuan sebagai pihak yang rentan terhadap kekerasan dalam rumah
tangga. Perlu keterlibatan laki-laki untuk bersamasama melangkah dan berbuat
sesuatu untuk menghapus kekerasan dalam rumah tangga. Hal lain yang perlu
disadari adalah bahwa pemulihan korban dari dampak kekerasan dalam rumah tangga
tidaklah semudah membalikkan telapak tangan. Oleh karena itu, pencegahan,
pendampingan, pemulihan dan penegakan hukum dari tindak kekerasan dalam rumah
tangga tidak dapat ditawar lagi pelaksanaannya.
B. Saran
Penulisan makalah ini tidak luput dari kesalahan dan
kekurangan. Oleh karena itu, diharapkan kritik dan saran yang membangun dari
pembaca untuk perbaikan makalah ini. Semoga dengan adanya makalah ini dapat
menambah wawasan kita tentang Kekerasan dalam Rumah Tangga. Atas kritik dan
saran yang diberikan diucapkan terima kasih.
DAFTAR PUSTAKA
Dewi Karya. “Tindak Pidana Kekerasan
dalam Rumah Tangga yang Dilakukan Suami Terhadap Istri Studi Kasus di
Pengadilan Negeri Gresik, dalam J urnal Ilmu Hukum. Surabaya: Fakultas Hukum
Universitas 17 Agustus 1945 Surabaya.
Vol. 9. No. 17. Februari 2013.
Didi Sukardi. “Kajian Kekerasan Rumah
Tangga dalam Perspektif Hukum Islam dan Hukum Positif”, dalam Jurnal Mahkamah.
Cirebon: Fakultas Syari’ah dan Ekonomi Islam IAIN Syekh Nurjati Cirebon. Vol. 9
No. 1 Januari-Juni 2015.
Martiman Prodjohamidjojo. Tinjauan
Mengenai Undang-Undang Perkawinan. Jakarta: Indonesia Legal Publishing, 2003.
Marzuki Wahid. Fiqh Indonesia. Bandung :
Penerbit Marja, 2014.
Nur Faizah. “Nusyuz: Antara Kekerasan
Fisik dan Seksual”, dalam Jurnal Al-Ahwal. Gresik: Institut Agama Islam
IAI Qomaruddin Gresik. Vol. 6. No. 2, 2013 M/1435 H.
Subekti dan Tjitrosudibio. Kitab
Undang-undang Hukum Perdata. Jakarta: Balai Pustaka, 2014.
Tim Penyusun. UU RI No. 23 tahun
2004 Tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga. Jakarta:
Sinar Grafika, 2009.
Tim Redaksi Nuansa Aulia. Kompilasi
Hukum Islam. Bandung: Nuansa Aulia, 2015.
[1] Didi Sukardi, “Kajian
Kekerasan Rumah Tangga dalam Perspektif Hukum Islam dan Hukum Positif”, dalam
Jurnal Mahkamah, (Cirebon: Fakultas Syari’ah dan Ekonomi Islam IAIN Syekh
Nurjati Cirebon), Vol. 9 No. 1 Januari-Juni 2015, h. 43
[2] Nur Faizah, “Nusyuz:
Antara Kekerasan Fisik dan Seksual”, dalam Jurnal Al-Ahwal, (Gresik:
Institut Agama Islam (IAI) Qomaruddin Gresik), Vol. 6, No. 2, 2013 M/1435 H, h.
119
[3] Dewi Karya, “Tindak Pidana
Kekerasan dalam Rumah Tangga yang Dilakukan Suami Terhadap Istri (Studi Kasus
di Pengadilan Negeri Gresik), dalam J urnal Ilmu Hukum, (Surabaya: Fakultas
Hukum Universitas 17 Agustus 1945 Surabaya),
Vol. 9, No. 17, Februari 2013, h. 38-39
[4] Martiman Prodjohamidjojo,
Tinjauan Mengenai Undang-Undang Perkawinan, (Jakarta: Indonesia Legal
Publishing, 2003), h. 42
[5] Tim Redaksi Nuansa Aulia, Kompilasi
Hukum Islam, (Bandung: Nuansa Aulia, 2015), h. 33-34
[7] Tim Penyusun, UU RI No.
23 tahun 2004, tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga.
(Jakarta: Sinar Grafika, 2009), h. 141
[8] Subekti dan Tjitrosudibio,
Kitab Undang-undang Hukum Perdata, (Jakarta: Balai Pustaka, 2014), h. 51
0 Response to "KDRT DALAM UU NO. 1 TAHUN 1974, KHI, CLDKHI, DAN RUU HMPA"
Posting Komentar